Manajer Persebaya Yahya Alkatiri seperti dikutip sejumlah media, merasa ada sejumlah pemain yang hengkang dari Persebaya akibat paido yang berlebiuhan dari Bonek di media sosal, mulai dari menyerang keluarga hingga mengeluarkan umpatan-umpatan.
"Seolah-olah kalian ini tidak mendukung Persebaya, malah menghancurkan (mental) pemain," kata Manajer Persebaya Yahya Alkatiri.
Pernyatan Yahya ini seolah mengulang penjelasan manajemen Persebaya, saat Rahmat Irianto akhirnya memutuskan untuk hengkang dari Persebaya ke Persib Bandung pada tahun 2022 lalu.
Saat itu, manajemen Persebaya dalam akun resminya menyebut, perginya Rahmat dari klub kebanggannya itu karena teror yang kerap ia terima.
"Rian memilih untuk tidak melanjutkan kerja sama karena alasan keluarga. Kritik yang selama ini ia terima sudah berbuah tuduhan dan teror ke pihak keluarga. Dengan berat hati ia harus meninggalkan tim impiannya sejak kecil" tulis akun media sosial Persebaya.
Apa yang dahulu terjadi pada Rahmat Irianto dan kini menimpa Brylian Aldama, dijelaskan Stewart McGil dan Vincent Raison dalam The Roaring Red Front: The World's Top Left-Wing Football Clubs;
"The sheer importance of three 'massive' points overriding basic human decency."
(Pentingnya tiga poin (kemenangan) dalam pertandingan mengesampingkan nilai-nilai dasar sopan santun manusia).
Ya, atas dasar harus bertanggung jawab atas kekalahan, Rahmat Irianto dan Brylian Aldama harus menanggung tekanan mental yang sangat kuat. Apalagi di era media sosial saat ini, para penghujat bebas memaki pemain sepak bola bahkan dengan menggunakan akun semu atau anonim sekalipun.
Bahkan Brylian harus menanggung beban hujatan 'ad hominem', karena ia dianggap lahir dari ibu yang salah mengandung.
Tak hanya pemain yang harus menerima hujatan demi hujatan dari suporter. Bahkan tahun lalu, Presiden Persebaya Azrul Ananda menyatakan mundur dari jabatannya.