Pada akhirnya, dengan masih menggantungnya kepastian nasib pengadaan KRL yang akan menggantikan rangkaian lawas yang sudah dikurangi jumlah gerbongnya tersebut, mau tak mau penumpang masih harus bergelut dengan kepadatan di dalam gerbong, yang artinya kenyamanan pun menjadi (sedikit) terabaikan.Â
Tapi jika nanti keputusan Kabinet Indonesia Maju menyatakan impor tidak dipilih meski sebagai skenario darurat dan opsi retrofit yang dipilih sesuai usulan Kemenperin, bukan berarti masalah kepadatan dalam gerbong dan di Stasiun transit Manggarai langsung terurai.
Hitung-hitungan Masyarakat Transportasi Indonesia menyebut, proses pengerjaan retrofit KRL dapat memakan waktu hingga 17 bulan.
Lamanya waktu pengerjaan tersebut tentu akan berimbas pada berkurangnya jumlah KRL yang beroperasi melayani penumpang, karena rangkaian KRL yang diretrofit alias direparasi harus masuk ke balai yasa untuk pengerjaan injeksi teknologi dan suku cadang pengganti.
Dengan demikian, penumpang yang sudah bergelut dengan kepadatan di dalam kereta masih tetap harus bersabar menanti rangkaian selesai diperbaharui di bengkel retrofit.
Tapi nampaknya, para penumpang KRL wabil khususon di Jabodetabek sudah terbiasa dengan ketidaknyamanan akibat kepadatan di dalam gerbong. Maklum saja, ketergantungan mereka terhadap KRL sangat tinggi, sebagai moda transportasi terpraktis dan termurah dari wilayah pinggiran/penyangga ibukota untuk menuju kawasan ring 1 Jakarta.
Mari kita tunggu bagaimana keputusan dari kementerian/lembaga terkait.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H