Beberapa tahun silam, saya berdialog dengan salah seorang pejabat Kementerian Perindustrian. Saya waktu itu bertanya berapa target pertumbuhan industri hasil tembakau pada akhir tahun itu.
Dan si pejabat eselon I ini pun mengaku sulit untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mengapa sulit?
Menurutnya, di satu sisi, sebagai kementerian yang bertugas membangun sektor industri sebagai penopang utama ekonomi Indonesia, Kemenperin tentu ingin seluruh industri manufaktur dalam negeri bertumbuh secara kuantitas maupun kualitas. Â
Namun di sisi lain, jika industri hasil tembakau (IHT) dalam hal ini industri rokok didukung pertumbuhannya, maka akan kontraproduktif dengan langkah pemerintah untuk menekan jumlah konsumsi rokok di Indonesia.
Lain waktu, saya berdialog dengan asosiasi industri rokok. Menurut pengurus asosiasi, terjadi sebuah salah kaprah dalam penggunaan istilah IHT. Karena selama ini IHT hanya disempitkan maknanya sebagai rokok saja.
Padahal, industri hilir yang menggunakan tembakau tak hanya rokok. Tapi juga ada industri lain, seperti perisa, parfum, pestisida, bahkan industri farmasi. Karena itu, jika penggunaan industri hasil tembakau tentunya harus mencakup industri selain rokok juga.
Tapi memang penyebutan IHT sebagai istilah ganti industri rokok memang terlanjur menjadi penyebutan yang lazim di Indonesia. Hal ini tentu tak lepas dari posisi industri rokok sebagai pengguna terbesar tembakau dalam industri manufaktur hilir.
Termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan sebagai juru pemungut cukai negara, menggunakan istilah cukai hasil tembakau dan cukai rokok sebagai hal yang sama.
Bicara soal cukai rokok, data Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu menunjukkan realisasi pendapatan cukai IHT alias industri rokok terus meningkat, setidaknya dalam 10 tahun terakhir meski perekonomian Indonesia dihantam pandemi dalam tiga tahun belakangan.
Sebagai gambaran, realisasi cukai rokok pada 2013 sebesar Rp103,6 triliun, meningkat menjadi Rp112,5 triliun pada 2014 dan konsisten meningkat tiap tahun hingga mencapai Rp218,62 triliun pada 2022. Wajar kiranya jika pendapatan dari cukai rokok menjadi sumber pemasukan utama negara sejak lama.
Tak hanya dari sisi penerimaan negara, peran IHT juga sangat besar dalam penciptaan lapangan kerja. Tak kurang 7 juta masyarakat Indonesia menggantungkan perekonomian keluarganya pada industri tembakau hulu hingga hilir.