Pada suatu ketika, ketua RT di tempat saya tinggal curhat pada saya. Beliau mengeluhkan Karang Taruna yang kerap kali meminta uang kas RT untuk biaya kegiatan. Namun Pak RT mengatakan nyaris tak pernah ada laporan pelaksanaan dan penggunaan dana kegiatan yang mereka maksudkan.
Padahal, dana yang diminta oleh Karang Taruna dari kas RT pun diakui tidak sedikit. Dan tak hanya Pak RT yang bingung soal kegiatan Karang Taruna ini, saya pun nyaris tak pernah mendapat woro-woro kegiatan apa yang diadakan oleh kelompok pemuda setempat ini.
Kegiatan tanpa laporan pertanggungjawaban, khususnya dalam penggunaan dana, hingga kini nyatanya masih sering terjadi di mana-mana. Baik dalam skala organisasi kecil hingga di isntansi pemerintahan.
Praktik negatif seperti ini, nyatanya juga telah menyeret banyak orang menjadi terpaksa berhadapan dengan hukum, akibat penyelewengan dana yang dilakukan dengan tanpa membuat laporan keuangan ataupun dengan membuat laporan fiktif.
Padahal, laporan keuangan selain untuk menunjukkan kejelasan penggunaan dana, juga sebagai wujud tanggung jawab terhadap amanat penggunaan dana yang telah diberikan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut.
Persoalan kejelasan laporan keuangan, juga kini tengah menjadi sorotan di Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia alias PSSI. Semua bermula dari keheranan sang nakhoda baru PSSI Erick Thohir, karena PSM Makassar sebagai juara Liga 1 2022/2023 tidak mendapat hadiah uang seperti juara pada umumnya.
Erick pun merogoh kocek pribadinya sebesar Rp2 miliar, untuk mengakhiri ribut-ribut soal ketiadaan hadiah uang untuk PSM Makassar saat itu. Ke depannya, Erick berharap juara Liga 1 akan kembali mendapatkan hadiah uang, sebagai bentuk apresiasi atas kerja keras tim yang berkompetisi.
Ketiadaan bonus uang juara untuk PSM, juga mengungkap ketidakkonsistenan PT Liga Indonesia Baru (LIB), dalam hal pemberian hadiah uang untuk juara Liga 1. Setelah pada 2016 dan 2017 peraih juara mendapat bonus uang tunai, kemudian sejak 2018 hingga kini juara Liga 1 tak lagi mendapat hadiah uang.
Ketidakkonsistenan itulah yang juga mendorong Erick meminta LIB untuk mengaudit keuangannya. Tak hanya LIB, Menteri BUMN ini mengatakan PSSI juga akan diaudit keuangannya.
Sebagai sosok yang sangat sudah sangat banyak makan asam garam sebagai direksi korporasi, Erick tentu paham, pentingnya laporan keuangan yang transparan.
Jika dianalogikan PSSI sebagai sebuah korporasi atau perseroan terbatas, maka laporan keuangan merupakan bagian dari pertanggungjawaban kepada pemegang saham. Apalagi jika korporasi itu merupakan perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek Indonesia, maka secara periodik laporan keuangan wajib diterbitkan kepada publik.