Nanging saiki wes dadi kenangan
Aku karo kowe wis pisahan
Aku kiri kowe nganan wis bedo dalan
Selain lagu-lagu baru baik yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa daerah, beberapa lagu sendu mendayu yang populer belasan atau puluhan tahun lalu juga belakangan didendangkan kembali oleh sejumlah penyanyi 'cover' di platform pemutar video yang muncul ke permukaan akhir-akhir ini.Â
Seperti Vanny Vabiola, Indah Yastami, atau Zinidin Zidan yang menyanyikan ulang lagu Buih Jadi Permadani yang dipopulerkan pertama kali oleh grup asal Malaysia, Exist, pada 1997 silam
Lagu kesedihan hati yang berirama mendayu pula yang akhirnya menandai kembalinya Kangen Band di blantika musik Indonesia, lewat single-nya Cinta Sampai Mati (yang juga kerap dijadikan backsound video di media sosial) yang mampu memanen jutaan viewers hanya dalam hitungan bulan.Â
Demikian pula lagu kesedihan dengan judul Hati-hati di Jalan yang dipopulerkan oleh Tulus juga sempat menduduki trending nomor 1 di Youtube.
Masih sering diperdengarkannya lagu-lagu bertema kesedihan hati, menunjukkan bahwa tema lagu seperti ini seolah tak pernah mati, meski zaman berganti.
Tak hanya di dalam negeri, di mancanegara lagu-lagu bertema kegalauan hati juga kerap menghiasi jajaran tangga lagu dari masa ke masa. Dulu kita mengenal lagu Eleanor Rigby-nya The Beatles, kemudian Boulevard-nya Dan Byrd.
Kemudian melintas zaman ada lagu hits-nya Joji Glimpse of Us, Angel Baby-nya Troye Sivam, dan Here's You Perfect dari Jamie Miller.
Lantas mengapa lagu-lagu bertema kesedihan hati selalu muncul dari masa ke masa, serta banyak pendengar dan penggemarnya? Ternyata ada penelitian ilmiahnya.
Mengutip Independent, penelitian yang dilakukan Frontiers in Psychology menemukan mengapa sebagian pendengar musik lebih menikmati musik kisah sedih ketimbang genre kisah lainnya. Dan itu banyak berkaitan dengan empati
Penelitian tersebut menyatakan, saat kita mendengarkan lagu sedih kemudian kata-kata di lagu tersebut berbicara tentang pengalaman yang dialami seseorang yang mirip dengan pengalaman kita, atau pengalaman kebanyakan manusia, maka pendengarnya langsung merasa seperti tidak sendirian pernah mengalami hal yang sama.