Tulisan itu jelas mengandung mana bahwa inilah bangunan pusat perbelanjaan yang diharapkan menjadi tren di masa depan, dari mulai bangunannya yang berkonsep unik memanfaatkan ruang bawah tanah, hingga bangunannya yang terintegrasi dengan sarana moda transportasi.
Namun justru di era 2000 alias di era milenial, nasib Mal Blok M menjadi bak roller coaster, dan sekarang roda kehidupan Mal Blok M pun tengah berada di bawah, kalau tak ingin dikatakan hidup segan mati tak mau.
Keberadaan Mal Blok M kini seolah terimpit oleh pusat perbelanjaan yang ada di sekitarnya, seperti Blok M Square yang menghadirkan one stop solutions dalam berbelanja, termasuk bioskop. Demikian pula dengan keberadaan Blok M Plaza yang kembali bergairah usai terintegrasi dengan Stasiun MRT.
Sedangkan sebagai tempat hang out, khususnya kaum muda, Mal Blok M jelas kalah dengan pusat hiburan yang notabene baru, yakni M Bloc, yang lokasinya lebih strategis karena berada tak jauh dari perempatan CSW dan dekat dengan halte Transjakarta maupun Stasiun MRT.
Sepengalaman saya, terakhir kali Mal Blok M ramai didatangi pengunjung, adalah ketika Indonesia dilanda demam batu mulia untuk perhiasan. Kala itu, selasar yang kini menjadi ruang pamer mobil bekas nyaris dipenuhi oleh penjual batu perhiasan, dan sayup-sayup terdengar suara mesin penghalus batu.
Setelah demam batu perhiasan berakhir, denyut nadi kehidupan perbelanjaan di Mal Blok M pun pun perlahan demi perlahan hilang, sampai detik ini. Apalagi setelah sejumlah gerai ritel dan makanan cepat saji hengkang, menjadi simbol Mal Blok M sudah bukan tempat yang strategis untuk mendatangkan pengunjung.
Pemeo yang mengatakan "Dalam hidup ini yang tak berubah hanyalah perubahan" pun seperti tak diadaptasi secara maksimal oleh pengelola Mal Blok M di era disrupsi digital saat ini. Ya, kian berkembangnya digitalisasi menjadikan Mal Blok M yang masih bertahan dengan sistem jual beli konvensional menjadi kian terpinggirkan.
Tak hanya mendapat pukulan telak dari era digital yang kian masif serta pandemi Covid-19 yang menjadikan pemerintah sempat memberlakukan PSBB dan PPKM, Blok M Mal pun harus menghadapi kenyataan angkutan umum Kopaja dan Metro Mini, serta sejumlah angkutan bus kota dihentikan trayeknya oleh Pemprov DKI, dan digantikan oleh bus rapid transit.
Dahulu, Terminal Blok M merupakan salah satu tujuan utama angkutan bus kota seperti Kopaja, Metro Mini, PPD, Steady Safe, serta Mayasari Bakti dari berbagai penjuru ibu kota. Namun setelah penghentian operasional Kopaja dan Metro Mini serta sejumlah trayek bus kota lainnya dari dan ke Terminal Blok M, terminal inipun menjadi cenderung sepi, dan imbasnya pengunjung Mal Blok M pun berkurang drastis.
Dan saat ini, hanya bus Transjakarta, Metrotrans, angkot JakLingko, serta beberapa bus Mayasari bakti saja yang masih beroperasi melayani jurusan Terminal Blok M. Namun jelas tidak mampu berkontribusi maksimal bagi pengunjung Mal Blok M.
Lantas sampai kapan Mal Blok M sepi?Â