Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Vox Populi Vox Dangdut

Selanjutnya

Tutup

Bola

Gagalnya Timnas Indonesia dan Bebasnya Tersangka Tragedi Kanjuruhan

10 Januari 2023   05:07 Diperbarui: 10 Januari 2023   05:19 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timnas Indonesia di Piala AFF 2022. (Sumber foto: Kompas.com)

Sampai ayam bertanduk pun tak akan pernah timnas juara Asia, apalagi mimpi lolos ke putaran final Piala Dunia (kecuali jadi tuan rumah). Di Asia Tenggara saja sudah 21 tahun zonder juara di level senior.

Kompetisi yang salah? Organisasi yang tak elok? Pemain lawan yang lebih maju dan pesat? Entahlah! Bola kaki jadi hiburan saja. Tak usah berharap banyak tim senior jawara di level tinggi. Cukup memimpikan level South East Asia saja!

Itu adalah unggahan status Facebook kawan saya, kira-kira pertengahan tahun lalu. Unggahan itu sepertinya mewakili isi hatinya yang amat sangat kecewa sekaligus nirharapan kepada tim nasional sepak bola yang puasa gelar juara sejak terakhir menraih medali emas Sea Games Manila 1991.

Tapi tunggu, bukankah Timnas Indonesia senior pernah meraih juara Piala Kemerdekaan tahun 2008? Ah, sudahlah. Saya alih-alih menganggap itu sebagai turnamen bergengsi malah lebih pantas disebut ajang persahabatan. Apalagi di partai puncak, lawan Indonesia saat itu, Libya, malah mengundurkan diri karena mendapat intimidasi dari tim pelatih Indonesia.

Toh, dari 1991 sampai tulisan ini dibuat, belum ada gelar kejuaraan resmi reguler yang bisa diraih oleh timnas sepak bola Indonesia. Di Asia Tenggara pun, Indonesia hanya menjadi runner up terbanyak Piala AFF, yakni 6 kali.

Dan pada Piala AFF 2022 ini, Indonesia hanya mampu melangkah sampai babak semi final, alias pertandingan fase gugur pertama usai fase grup. Kekalahan 2 gol tanpa balas dari Vietnam di pertandingan semi final ke-2 di Stadion My Dinh Vietnam juga mengakhiri kiprah Indonesia di Piala AFF 2022, karena tidak ada perebutan tempat ke-3.

Secara permainan, penampilan Fachrudin Ariyanto dan rekan rekan cenderung menurun dibanding pada Piala AFF 2020 (yang diselenggarakan akhir 2021) lalu. Saat itu, Indonesia berhasil mencapai babak final, sebelum dikalahkan Thailand dengan skor agregat 2-6.

Pemakluman saya terhadap kegagalan Timnas Indonesia di ajang Piala AFF kali ini adalah persiapan yang tidak maksimal. Hal ini sebagai buntut dari berhentinya kompetisi sepak bola Indonesia pasca Tragedi  Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 lalu, yang juga berdampak pada jadwal pelatnas.

Selain itu, kompetisi yang hiatus juga menjadikan pemain yang bergabung dengan timnas untuk Piala AFF 2022 juga dalam kondisi fisik yang kurang ideal. Ini sempat dikeluhkan oleh Shin Tae-yong, sehingga pelatnas Piala AFF dimulai dengan mengembalikan kondisi fisik pemain.

Dan akhirnya, usai kekalahan di leg ke-2 semi final Piala AFF kali ini, tanpa mengurangi sedikit pun rasa salut dan terima kasih yang sebesar-besarnya pada perjuangan Fachrudin Ariyanto dan kawan kawan, kita semua pecinta Tim Nasional Indonesia kembali harus menghadapi kenyataan bahwa memang seperti inilah kualitas timnas sepak bola yang kita punya saat ini.

Dari mana pangkal kesalahannya?

Mungkin benar apa yang pernah dikatakan oleh Shin Tae-yong seperti dikutip YouTube resmi PSSI, bahwa "Liga berkembang agar timnas berkembang,"

Pertanyaannya, bagaimana perkembangan Liga Indonesia sejak pertama digulirkan tahun 1994 sampai dengan sekarang? Sudahkah Liga Indonesia bermuara pada timnas yang berkualitas?

Rasa-rasanya masih jauh panggang dari api. Sebagai tolok ukur, Indonesia berada di peringkat ke-26, dari 42 negara dalam AFC Club Competitions Ranking 2022. Adapun pada 2014 Indonesia menduduki peringkat ke-18 dari 46 negara, dan pada 2018 Indonesia bertengger di posisi ke-27 dari 46 negara.

Akan tetapi, membenahi kompetisi di Indonesia ibarat mengurai benang kusut. Masalahnya, pihak-pihak yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pembenahan kompetisi, justru harus dibenahi terlebih dahulu.

Saya coba persingkat ceritanya, dimulai dari Tragedi Kanjuruhan. Usai peristiwa terburuk dalam sejarah sepak bola Indonesia ini, seruan pembenahan kompetisi pun kembali meyeruak, menggaung di mana-mana. Bahkan Presiden FIFA Gianni Infantino pun sampai langsung datang ke Indonesia untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo.

Akan tetapi, seruan dan gaung transformasi sepak bola nasional---termasuk perbaikan kompetisi---kian lama kian berkurang resonansinya. Apalagi, tindak lanjut atas Tragedi Kanjuruhan seolah sudah berakhir dengan penetapan 6 orang tersangka oleh kepolisian.

Yang menyedihkan, salah satu tersangka Tragedi Kanjuruhan yakni mantan direktur utama PT Liga Indonesia Baru, Akhmad Hadian Lukita, kini telah bebas sebagai tahanan Polda Jatim, karena berkasnya belum dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Meski begitu, statusnya masih dinyatakan sebagai tersangka (lihat di sini).

Apakah ini tanda-tanda penyelesaian Tragedi Kanjuruhan masih jauh dari harapan? Bisa jadi.

Coba kita berkaca pada kasus tewasnya dua Bobotoh (pendukung) Ahmad Solihin dan Sopiana Yusup usai berdesakan dalam pertandingan Piala Presiden 2022 antara Persib Bandung melawan Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, seolah hilang ditelang ingar bingar Liga 1 2022/2023, hingga Tragedi Kanjuruhan pun terjadi.

Yang jelas, selain status bebas yang telah disandang Akhmad Hadian Lukita tersebut, rekomendasi yang disampaikan oleh Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan nyatanya hanya menjadi 'macan kertas', karena hampir semua rekomendasi tak diteruskan dengan tindak lanjut nyata dari pihak-pihak yang disebut dalam rekomendasi tersebut.

Misalnya, rekomendasi bagi ketua umum PSSI dan seluruh jajaran komite eksekutif sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, tak digubris oleh yang bersangkutan. Demikian halnya dengan rekomendasi agar Polri menyelidiki suporter yang dinilai melakukan provokasi sehingga memicu turunnya suporter yang lain, juga tak ditindak lanjuti.

Dengan berlarutnya penyelesaian Tragedi Kanjuruhan, mungkin kita perlu kembali bertanya, apa kabar transformasi sepak bola Indonesia yang diagungkan dan digaungkan usai Tragedi Kanjuruhan? Bagaimana tolok ukur keberhasilan transformasi sepak bola Indonesia itu?

Sementara semakin ke sini, gaung transformasi itu kian lirih. Apakah suatu saat gaung itu tak terdengar lagi? Entahlah.

Yang pasti, usai gagal di Piala AFF, tiga turnamen besar dan bergengsi telah menanti Shin Tae-yong di 2023, yakni Piala Asia U-20 2023, Piala Dunia U-20 2023, dan Piala Asia 2023. Dan kontrak pelatih berkebangsaan Korea itu akan habis di akhir tahun ini.

Di Piala Asia 2023, timnas senior tentu harus siap jika nantinya pengundian menempatkan Indonesia satu grup dengan negara-negara langganan Piala Dunia, termasuk negaranya Shin Tae-Yong sendiri, atau bahkan Jepang yang menghantam Jerman, dan mungkin saja Arab Saudi yang mengalahkan Argentina, sama-sama dengan skor 2-1 di Piala Dunia Qatar 2022.

Akhirnya, kembali lagi seperti yang dikatakan Shin Tae-Yong, tim nasional yang baik adalah muara dari liga yang baik. Sudahkah liga kita saat ini menjadi baik dan menghasilkan pemain yang terbaik dan bisa bersaing di kancah ASEAN atau bahkan Asia?

Ataukah memang sepak bola Indonesia ranahnya memang hanya sebatas olahraga hiburan dan bisnis semata, bukan olahraga prestasi macam bulutangkis dan angkat besi?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun