Mungkin benar apa yang pernah dikatakan oleh Shin Tae-yong seperti dikutip YouTube resmi PSSI, bahwa "Liga berkembang agar timnas berkembang,"
Pertanyaannya, bagaimana perkembangan Liga Indonesia sejak pertama digulirkan tahun 1994 sampai dengan sekarang? Sudahkah Liga Indonesia bermuara pada timnas yang berkualitas?
Rasa-rasanya masih jauh panggang dari api. Sebagai tolok ukur, Indonesia berada di peringkat ke-26, dari 42 negara dalam AFC Club Competitions Ranking 2022. Adapun pada 2014 Indonesia menduduki peringkat ke-18 dari 46 negara, dan pada 2018 Indonesia bertengger di posisi ke-27 dari 46 negara.
Akan tetapi, membenahi kompetisi di Indonesia ibarat mengurai benang kusut. Masalahnya, pihak-pihak yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pembenahan kompetisi, justru harus dibenahi terlebih dahulu.
Saya coba persingkat ceritanya, dimulai dari Tragedi Kanjuruhan. Usai peristiwa terburuk dalam sejarah sepak bola Indonesia ini, seruan pembenahan kompetisi pun kembali meyeruak, menggaung di mana-mana. Bahkan Presiden FIFA Gianni Infantino pun sampai langsung datang ke Indonesia untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo.
Akan tetapi, seruan dan gaung transformasi sepak bola nasional---termasuk perbaikan kompetisi---kian lama kian berkurang resonansinya. Apalagi, tindak lanjut atas Tragedi Kanjuruhan seolah sudah berakhir dengan penetapan 6 orang tersangka oleh kepolisian.
Yang menyedihkan, salah satu tersangka Tragedi Kanjuruhan yakni mantan direktur utama PT Liga Indonesia Baru, Akhmad Hadian Lukita, kini telah bebas sebagai tahanan Polda Jatim, karena berkasnya belum dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Meski begitu, statusnya masih dinyatakan sebagai tersangka (lihat di sini).
Apakah ini tanda-tanda penyelesaian Tragedi Kanjuruhan masih jauh dari harapan? Bisa jadi.
Coba kita berkaca pada kasus tewasnya dua Bobotoh (pendukung) Ahmad Solihin dan Sopiana Yusup usai berdesakan dalam pertandingan Piala Presiden 2022 antara Persib Bandung melawan Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, seolah hilang ditelang ingar bingar Liga 1 2022/2023, hingga Tragedi Kanjuruhan pun terjadi.
Yang jelas, selain status bebas yang telah disandang Akhmad Hadian Lukita tersebut, rekomendasi yang disampaikan oleh Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan nyatanya hanya menjadi 'macan kertas', karena hampir semua rekomendasi tak diteruskan dengan tindak lanjut nyata dari pihak-pihak yang disebut dalam rekomendasi tersebut.
Misalnya, rekomendasi bagi ketua umum PSSI dan seluruh jajaran komite eksekutif sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, tak digubris oleh yang bersangkutan. Demikian halnya dengan rekomendasi agar Polri menyelidiki suporter yang dinilai melakukan provokasi sehingga memicu turunnya suporter yang lain, juga tak ditindak lanjuti.