Ketika Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, melempar wacana akan ada tarif KRL khusus untuk orang kaya berdasi mulai tahun depan, ingatan saya lantas melayang ke tahun-tahun sebelum 2011. Saat itu ada KRL yang melayani relasi Bogor-Jakarta Kota dengan nama Pakuan Ekspres. KRL ini tidak berhenti di setiap stasiun seperti sekarang, melainkan hanya di Stasiun Bogor, Gondangdia, Juanda, dan Jakarta Kota.
Pakuan Ekspres sendiri merupakan nama KRL kelas eksekutif, yang mulai beroperasi melayani jalur Bogor-Jakarta Kota sepanjang sekitar 66 kilometer sejak tahun 1970-an. Tarif KRL Pakuan ini lebih mahal sekitar 4 kali dari tarif KRL kelas ekonomi saat itu.
Predikat ekspres di belakang nama kereta menandakan kelas yang melekat pada KRL ini. Selain memberikan waktu tempuh yang lebih cepat ketimbang KRL Ekonomi  yang berhenti di setiap stasiun, KRL Pakuan Ekspres juga berpendingin udara, serta menggunakan kursi bernomor layaknya Kereta Api Jarak Jauh (KAJJ).
Ibarat filosofi dalam Bahasa Jawa 'Ono rego ono rupo' alias ada harga ada rupa, maka hampir dipastikan penumpang KRL Pakuan Ekspres saat masih beroperasi adalah orang-orang yang bersedia membayar lebih untuk mendapatkan pelayanan yang lebih dari KRL kelas ekonomi. Pelayanan yang dimaksud yakni armada kereta yang lebih nyaman tak berdesak-desakan penumpang, berpendingin udara, tidak ada pedagang dan pengamen, serta waktu tempuh yang lebih cepat.
Akan tetapi, kisah KRL ekspres pun berakhir pada Juli 2011. Saat itu, perjalanan KRL lintas Bogor-Jakarta diganti dengan sistem commuter line yang berlaku hingga saat ini. Yakni seluruh KRL yang beroperasi berhenti di semua stasiun, kecuali di stasiun Gambir yang khusus melayani KAJJ. Sistem kursi pun tak lagi bernomor.
KRL yang melayani jalur Bodetabek menuju Jakarta dan sebaliknya, juga seluruhnya menggunakan pendingin udara. Sehingga armada KRL angkatan lawas yang tak berpendingin udara perlahan-lahan dipensiunkan.
Budi Karya dalam jumpa pers di Kementerian Perhubungan mengatakan, wacana pembedaan tarif antara orang kaya dan orang bersubsidi tersebut dilontarkan, agar subsidi untuk KRL tepat sasaran.
Tapi tunggu dulu....
Sebagai orang suku Jawa yang masih percaya dengan istilah 'ono rego ono rupo' tadi, maka saya tentu bertanya-tanya, apa fasilitas yang akan diberikan pada orang kaya yang membayar lebih ketika naik KRL?
Apakah akan diberikan ruang tunggu khusus? Apakah akan naik di gerbong  yang lebih nyaman dan tidak bercampur dengan penumpang yang membayar tarif bersubsidi? Apakah akan mendapat fasilitas makanan atau minuman? Atau apakah?
Kalau orang kaya dan orang non-kaya akan mendapat pelayanan yang sama saat naik KRL, lantas buat apa ada pembedaan tarif ?
Apakah bapak-bapak yang punya ide pembedaan tarif ini tidak mencoba membandingkan dengan KAJJ, yang memilki kelas-kelas dan berbeda pelayanannya di tiap-tiap kelas tersebut? Apakah tidak pula mengacu pada moda transportasi lain seperti pesawat terbang yang juga berbeda pelayanannya di setiap kelas? Atau seperti di konser musik yang membedakan antara penonton kelas festival dengan kelas VIP?
Kalau pemerintah masih bersikukuh dengan rencana pemberlakuan kebijakan tarif KRL untuk orang kaya itu, bagaimana kemudian pelaksanaannya di lapangan?
Saya pun pernah membaca dalam sebuah warta, Presiden Joko Widodo pada 2019 pernah dalam sebuah rapat terbatas (Ratas) memberi arahan kawasan Jabodetabek harus memiliki sistem transportasi massal yang mampu mendorong masyarakat lebih banyak menggunakan angkutan umum. Hal itu untuk menekan tingkat kemacetan yang menimbulkan dampak kerugian materil maupun non-materil.
Nah, kalau orang-orang kaya (yang punya mobil pribadi) itu diwajibkan membayar mahal tapi tak ada kompensasi lebih atas tarif mahal yang dibayarkan, apalagi layanannya disamakan dengan orang non kaya, bukan tak mungkin orang-orang kaya ini mengabaikan KRL dan lebih memilih naik mobil mereka sendiri.
Nah, mumpung sekarang presidennya masih sama dengan yang pada tahun 2019 mendorong sistem transportasi Jabodetabek agar mampu menekan kemacetan, tentunya pak presiden masih bisa menolak wacana menteri perhubungannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI