Piala AFF digelar, ingatan saya kerap kembali melayang ke saat Indonesia berpartisipasi di Piala AFF tahun 1998, ketika masih bernama Piala Tiger.
Entah mengapa, setiap kaliKegagalan di Piala Tiger 1998 seolah mengajarkan pada publik sepak bola Tanah Air, ada kalanya sepak bola memang tak perlu diakhiri kemenangan. Kemenangan bukan lagi harga mati yang menjadi spirit dalam sebuah tim yang bertanding.
Keikutsertaan Indonesia di Piala Tiger 1998 ini, juga bisa dikatakan menjadi yang terburuk dalam sejarah penyelenggaraan Piala AFF hingga saat ini. Bahkan menjadi salah satu faktor yang menjadikan ketua umum PSSI saat itu, Azwar Anas, meletakkan jabatannya beberapa hari setelah turnamen usai.
Semula, Indonesia mengawali kiprah di babak grup dengan memuaskan. Di pertandingan pertama, Filipina ditundukkan 3-0. Lanjut di laga kedua, giliran Myanmar yang dihajar 6-2 oleh Bima Sakti dan kolega.
Sementara saingan terkuat Indonesia di Grup A, Thailand, bermain imbang 1-1 dengan Myanmar, dan menang 3-1 atas Filipina. Hasilnya, Indonesia dan Thailand mewakili grup ini maju ke babak semifinal, dan penentuan juara serta runner up grup ditentukan di partai terakhir yang mempertemukan keduanya.
Di partai terakhir Grup A melawan timnas Thailand inilah, timnas 'Indonesia rasa Persebaya'---karena diperkuat 9 pemain Persebaya dan dilatih Rusdi Bahalwan---bermain 'sepak bola gajah'. Kedua tim seolah tidak berhasrat untuk saling menyerang, bahkan Indonesia yang dua pertandingan sudah mengoleksi sembilan gol malah seolah lupa bagaimana cara menbobol gawang lawan.
Bahkan di babak kedua, penjaga gawang Hendro Kartiko kerap maju ke depan, dan sempat menciptakan satu peluang dengan tendangan ke jalan lawan. Ya, mirip seperti Manuel Neuer di Piala Dunia 2018 lalu saat menghadapi Korea Selatan asuhan Shin Tae-yong.
Kala itu, baik Indonesia maupun Thailand sama-sama berusaha menghindari bertemu Vietnam di babak semifinal. Karena timnas Vietnam disebut-sebut kerap diuntungkan wasit, serta berambisi menjadi juara di kandang sendiri.
Hingga akhirnya, tragedi itu pun terjadi.
Menjelang babak ke-2 usai, wasit pertandingan Indonesia vs Thailand belum jua meniup peluit panjang, dan skor masih sama kuat 2-2. Mursyid Effendi pun akhirnya membuat skor menjadi 3-2 di menit ke-90.
Tapi bukan gol untuk kemenangan Indonesia yang dicetaknya, namun ia justru menceploskan bola ke gawang Hendro Kartiko. Penjaga gawang asal Banyuwangi itu malah terbengong saat bola masuk ke gawangnya, sementara Yusuf Ekodono malah seolah menunjukkan gestur telah menjebol gawang lawan.
Namun, strategi rekayasa yang diterapkan Indonesia dan Thailand sama-sama gagal di semifinal. Indonesia menyerah 1-2 dari Singapura, dan Thailand dihantam tiga gol oleh Vietnam. Di akhir turnamen, Singapura pun keluar sebagai kampiun.
Meski Azwar Anas saat itu sempat yakin aksi memalukan timnas Indonesia di Piala Tiger itu tidak akan berbuah sanksi, namun PSSI akhirnya dikenai sanksi denda US$40 ribu oleh FIFA, serta Mursyid Effendi dikenai sanksi larangan beraktivitas di sepak bola internasional seumur hidup.
Soal gol bunuh diri di Piala Tiger 1998 itu, dalam sebuah perbincangan di kanal Omah Balbalan, sosok yang akrab disapa Cak Mung ini mengatakan
"Kalau nggak ada perintah, saya ya nggak berani (cetak gol bunuh diri). Memang eksekutor saya, tapi (kesalahan) bukan mutlak saya semua 'kan? Wong saya ini cuma pasukan" demikian Mursyid.
Dalam wawancara lainnya dengan FourFourTwo, Cak Mung mengatakan seusai pertandingan, semua komponen timnas yang bertanding saat itu menyatakan siap bertanggung jawab atas permainan yang paling memalukan dalam sejarah keikutsertaan Indonesia di Piala AFF tersebut.
"Namun jarak sebulan, semua cuci tangan. Saya yang menanggung cacian dan hujatan seumur hidup," ucap Mursyid. Dia pun pernah mengatakan, tak pernah sekalipun menerima surat yang menyatakan nama dirinya sebagai terhukum. Entah kepada siapa PSSI dan FIFA menyerahkan surat itu.
Dalam wawancara yang lain, Mursyid menjelaskan saat briefing tim yang dilakukan pada pagi hari sebelum pertandingan melawan Thailand, manajer tim Andrie Amien dan pelatih Rusdi Bahalwan sempat memberi tahu kepada pemain agar mengalah dari Thailand.
"Sebenarnya saya tahu rencana itu tak benar. Tapi, sebagai pemain yang masuk Timnas Indonesia karena peran pelatih, saya tidak protes saat tim melakukan briefing," kata Mursyid.
"Awalnya, bukan saya yang harus melakukan (gol bunuh diri). Ada Kuncoro dan Aji Santoso. Tapi, saya yang akhirnya yang melakukannya setelah mendapat intruksi dari Aji. Kalau tidak percaya, silakan tanya kepada saksi yang masih hidup," tegas Mursyid.
Dasar otak saya doyan menyama-nyamakan sebuah peristiwa dengan peristiwa lain, saat Piala AFF 2022 tengah dihelat, saya teringat Mursyid pernah bicara soal instruksi pelatih dan manajer untuk mencetak gol bunuh diri, dan seketika saya jadikan ibarat perintah Ferdy Sambo kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, untuk menembak Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat.
Ya, Bharada Eliezer dan Mursyid sama-sama menempati posisi serdadu dengan tingkatan terbawah, yang secara relasi kuasa sama-sama dalam posisi sulit untuk bisa menolak perintah atasan mereka.
Dalam kasus penembakan Brigadir J, Ferdy Sambo awalnya siap berjanji pasang badan untuk Eliezer usai tamtama Polri itu menembak Yoshua, namun jalur hukum akhirnya menentukan jalan bagi Eliezer dan Sambo
Bedanya, kasus gol bunuh diri Mursyid tidak dibawa ke meja hijau, namun berakhir dengan sanksi yang diberikan pada Mursyid dan juga PSSI.
Dan kisah gol bunuh diri Mursyid itu pun menemukan plot twist-nya.
Dilansir dari buku Jas Merah; Sisi Lain Sejarah Sepak Bola Nasional, yang dinukil Bola.net, manajer timnas Indonesia waktu itu, Andrie Amin menegaskan tak pernah sama sekali memerintahkan anak asuhnya untuk mengalah. Ia pun mengaku kaget dengan tindakan Mursyid tersebut.
Setali tiga uang dengan Andrie Amin, pelatih timnas Indonesia, Rusdy Bahalwan, pun mengaku tak menduga anak asuhnya bakal bertindak seperti itu. Ia pun menegaskan tak pernah ada instruksi untuk mengalah pada laga kontra Thailand.
"Dalam karier saya sebagai pelatih timnas, ini merupakan kejadian pertama kali. Kami tak pernah meminta pemain untuk mengalah melawan Thailand. Jika situasi berkembang di lapangan, itu sungguh di luar kontrol. Saya sangat malu," tuturnya, seperti dilansir dalam buku tersebut.
Nah lho. Siapakah yang benar?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H