wasit pun ikut mewarnai laga ini.
Laga Persebaya Surabaya melawan Persik Kediri di pekan ke-14 Liga, yang berlangsung di Stadion Maguwoharjo Sleman, Yogyakarta pada Selasa 13 Desember kemarin, berakhir imbang 1-1. Keputusan kontroversialYang paling mencolok adalah pada menit 90+2. Saat itu winger Persebaya Ahmad Nufiandani terlihat dilanggar kiper Persik Dikri Yusron di area kotak penalti. Namun wasit enggan meniup peluit tanda pelanggaran. Menariknya, posisi wasit Ginanjar Rahman tidak jauh dari insiden kontak fisik antara Ahmad Nufiandani dan Dikri Yusron.
Pelatih Persebaya Aji Santoso, usai pertandingan menilai apa yang dilakukan wasit telah merampok kemenangan tim berjuluk Bajul Ijo itu. Ia pun sampai menunjukkan video rekaman ulang pertandingan di menit akhir laga untuk membuktikan asumsinya tidak mengada-ada soal hukuman penalti yang semestinya dijatuhkan pada Persik Kediri.
Persebaya pun merasa seolah dikerjai wasit secara 'back to back'. Sebelumnya, dalam pertandingan melawan Persib Bandung di pekan ke-13 Liga 1, pihak Persebaya menyebut ada sejumlah keputusan wasit yang dinilai merugikan tim.
Persebaya sudah mengirimkan surat protes terhadap Wasit Armyn Dwi Suryathin yang memimpin laga Persebaya vs Persib pada Sabtu, 10 Desember 2022.
Usai pertandingan yang dihelat di Stadion Jatidiri Semarang itu, Persebaya pun berkirim surat protes bernomor 130/PT.PI-XI/2022, yang ditandatangani Manajer Persebaya Yahya Alkatiri. Surat protes itu dilayangkan, karena kubu Bajul Ijo menilai ada keputusan wasit yang merugikan Persebaya.
Di antaranya, terjadi pada menit ke-25.Persebaya menganggap saat itu terjadi pelanggaran yang dilakukan pemain Persib Achmad Jufriyanto terhadap pemain Persebaya Silvio Junior di kotak penalti. Kemudian, Persebaya juga memprotes pelanggaran pemain belakang Persib Nick Kuipers kepada Silvio Junior, dan ketika Sho Yamamoto dilanggar di depan gawang oleh Ahmad Jufriyanto.
Dalam blog pribadinya, happywednesday.id, bos non-aktif Persebaya Azrul Ananda pun menyinggung soal kondisi perwasitan saat ini. Menariknya, kritikan itu tidak diungkapkan dalam tulisan panjang. Namun hanya dalam bentuk foto protes pemain Persebaya, dan tiga baris pointer singkat.
Sementara itu, nun jauh di Qatar, pagelaran pesta bola dunia juga tak lepas dari protes pemain terhadap pengadil lapangan. Ketidakpuasan terhadap wasit tetap terjadi meski perangkat teknologi yang digunakan sudah cukup lengkap.
Contohnya dalam laga Argentina melawan Belanda di babak perempat final. Protes diarahkan pada pengadil asal Spanyol Matheu Lahoz, yang 18 kali merogoh sakunya untuk mengeluarkan kartu kuning, dan 1 kali menunjukkan kartu merah, dalam pertandingan yang diwarnai keributan antar pemain dan ofisial ini.
Bukan cuma dari kubu Argentina, pemain Belanda Frenkie de Jong, juga merasa Lahoz bertugas berat sebelah. Ia merasa ada sejumlah keputusan yang diberikan yang menguntungkan pasukan Lionel Scaloni tersebut.
Buntut dari keputusan dalam pertandingan yang meloloskan Argentina ke semifinal itu, Lahoz pun harus mengucapkan selamat tinggal pada Piala Dunia Qatar 2022.
Pada pertandingan perempat final lainnya, gelandang Portugal Bruno Fernandes heran dengan keputusan FIFA menempatkan wasit asal Argentina, Facundo Tello saat dikalahkan Maroko pada laga perempat final Piala Dunia 2022.
Pemain Portugal pun menilai seharusnya mereka mendapat hadian penalti di laga melawan Maroko. Nyatanya, Tello juga akan bebas tugas di semifinal seperti Matheu Lahoz.
Kembali lagi ke Indonesia, usai hiatus dan evaluasi kompetisi sepakbola pasca Tragedi Kanjuruhan Oktober lalu, nyatanya keputusan kontroversial wasit masih juga terjadi.
Tak hanya di laga Persebaya vs Persik, pertandingan Borneo FC melawan PSS Sleman pada 12 Desember 2022 di Stadion Jatidiri, wasit Gedion F Dapaherang menganulir gol penyerang Borneo FC Matheus Pato, setelah hakim garis mengangkat bendera tanda pemain asal Brasil itu berada di posisi offside.
Namun tayangan pengamatan dari akun instagram @pengamatsepakbola menunjukkan Pato dalam posisi on side saat bola diumpan kepadanya.
Jika berbicara soal perwasitan, nampaknya masih belum disentuh dalam transformasi sepak bola Indonesia yang didengung-dengungkan usai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Presiden FIFA Gianni Infantino, pada Oktober lalu.
Padahal, reformasi perwasitan menjadi salah satu poin krusial, untuk menjamin pertandingan bisa berjalan sesuai dengan koridor yang berlaku, serta meminimalisasi potensi kontroversi dalam pelaksanaan pertandingan kompetisi sepak bola.
Dalam hal ini saya setuju dengan Azrul Ananda. PSSI sangat dinanti langkah dan terobosannya dalam reformasi perwasitan. Jangan sampai kacaunya kinerja wasit menjadi bom waktu, yang bisa meledak dan menghancurkan (kembali) persepakbolaan kita. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H