Kereta Bandara Soekarno Hatta pun sebagian relnya masih menjadi satu dengan rel yang digunakan KRL Commuter Line. Sehingga jika terjadi masalah dengan perjalanan KRL, otomatis perjalanan KA Bandara juga terhambat.
Tapi perbandingan antara Kereta Bandara Soekarno-Hatta dengan Kereta Cepat Jakarta-Bandung mungkin tidak terlalu apple to apple, karena Kereta Cepat Jakarta-Bandung sepenuhnya menggunakan rel sendiri.
Nah, kenapa kemudian Argo Parahyangan-lah yang harus rela diwacanakan untuk dimatikan saat Kereta Cepat Jakarta-Bandung beroperasi? Jawabannya, ya karena Argo Parahyangan merupakan layanan dari BUMN. Dan BUMN tentu harus tegak lurus ikut pada keputusan pemerintah.
Kalau operator bus dan travel Jakarta-Bandung disuruh juga mengurangi jadwal atau titik operasional agar kereta cepat banyak yang naik, jelas akan mendapat resistensi besar-besaran dari Organda.
Namun jika nanti benar-benar KA Argo Parahyangan 'disuntik mati', apakah pengguna setianya akan lantas menggunakan kereta cepat? Saya rasa tidak. Karena moda transportasi 'roda karet' akan menjadi pilihan utama jika berasumsi pada kepraktisan dalam perjalanan. Kecuali bagi yang mabuk perjalanan jalan raya, atau yang sudah terlanjur fanatik pada perjalanan menggunakan kereta api.
Dan kalaupun Argo Parahyangan berhenti beroperasi, bagi para pecinta setia moda kereta api masih ada KA Serayu trayek Jakarta-Purwokerto, yang berhenti di Stasiun Bandung dan Kiaracondong. Juga ada KA Cikuray trayek Jakarta-Garut, yang juga berhenti di Stasiun Bandung dan Kiaracondong.
Nah, apakah kereta ini nantinya juga akan dilarang berhenti di Stasiun Bandung dan Kiaracondong jika kereta cepat sudah beroperasi?
Ya ndak tau. Koq nanya saya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H