"Richard, semangat ya!"Â
Demikian salah satu teriakan yang terdengar ketika Bharada Eliezer akan memasuki ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. teriakan itu berasal dari sekelompok perempuan muda yang hadir di sekitar Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin 28 November 2022.
Kemarin, Sidang Kasus Pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, alias Brigadir J kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam lanjutan sidang ini, dihadirkan tiga terdakwa, yakni Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky Rizal, serta Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada Eliezer atau Bharada E.
Nama yang terakhir ini menarik untuk dibahas, karena---seingat saya---untuk ketiga kalinya dari enam kali sidang pembunuhan Brigadir J yang telah dijalani Eliezer, ia mendapat dukungan langsung dari sekelompok perempuan muda, yang menyatakan mereka sebagai fans Bharada Eliezer.
Kelompok ini salah satunya bernama Richliefams ID. Dan layaknya menyambut selebritis idola yang melintas di hadapan mereka atau sekelompok suporter sepak bola yang menyaksikan tim idolanya memasuki palagan pertandingan, teriakan pun terdengar jelas dan lantang dari kelompok ini.
Dalam sebuah warta, salah satu perempuan pendukung Bharada E mengatakan bahwa keberadaan Richliefams ID adalah untuk melantangkan suara keadilan kepada sosok yang merupakan mantan bawahan Ferdy Sambo itu.
Selain komunitas Richliefams ID, ada pula kelompok yang bernama Eliezer's Angels. Kelompok inilah yang hadir dan memberi teriakan semangat bagi Eliezer saat ia tiba di Gedung Pengadilan negeri Jakarta Selatan, kemarin.
Adapun keadilan yang diminta oleh para perempuan itu, adalah dampak hukum atas tindakan Bharada E yang menghabisi koleganya sendiri, mendiang Brigadir J, bukan atas kemauannya sendiri melainkan dibawah tekanan Fredy Sambo yang saat itu menjadi atasannya.
Dalam hal ini, fans Bharada E berharap idolanya itu akan dijatuhi vonis bebas. Namun secara normatif mereka pun mengatakan akan menerima apapun keputusan pengadilan terhadap sosok idola baru itu.
Kasus pembunuhan Brigadir J, nyatanya telah berbuah menjadi drama-drama yang menyentuh sisi-sisi belas kasihan dan empati kita sebagai manusia, termasuk terhadap Bharada E. Di sini, Eliezer menjadi sosok dengan 'kasta terendah' dalam relasi kuasa yang dibentuk oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Ya, diantara kelima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, secara kepangkatan Eliezer menjadi paling rendah pangkatnya, di antara Ferdy Sambo---yang saat kejadian masih berpangkat Irjen Polisi--serta Ricky Rizal yang berpangkat Bripka.
Dan jika dibanding dengan Putri Candrawathi dan Kuat Ma'ruf, relasi umur atas kuasa menjadikan Eliezer di posisi terendah.
Ketika proses hukum terhadap tewasnya Brigadir J bergulir, dan terungkap bahwa tidak terjadi tembak menembak antara Eliezer dan Yoshua, namun peristiwa sebenarnya adalah pembunuhan berencana, maka empati pada Eliezer pun mengalir. Empati itu terutama karena relasi kuasa itu tadi, yang menjadikan Eliezer tak kuasa menolak perintah Ferdy Sambo.
Apalagi setelah Eliezer berbalik menjadi justice collabolator, sehingga ia mengungkap bahwa apa yang dilakukannya ikut serta menembak mati Yoshua, dilakukan semata-mata karena ia adalah personil pangkat rendah, yang tak memiliki kemampuan menolak perintah seorang jenderal.
Meski demikian, jika didasarkan pada acara pidana, tentu pengakuan ini harus bisa dibuktikan dengan kuat dalam proses peradilan. Termasuk misalnya dengan  mendengarkan keterangan ahli yakni psikolog, guna menentukan apakah Eliezer konsisten dengan perkataanya, dan dalam kondisi tidak bisa melawan perintah atasannya
Di luar proses pengadilan, semenjak Eliezer menawarkan diri sebagai justice collabolator kasus pembuhunan berencana Brigadir J, dan dalam posisinya yang dilihat sebagai pihak terendah dari relasi kuasa, nyatanya telah menjadikan ia saat ini banjir dukungan atas tindakannya, baik di dunia maya maupun dunia nyata.
Salah satunya yang terlihat di dunia nyata, ya kelompok Richliefams ID dan Eliezer's Angels itu. Sementara di dunia maya, jika kita melihat video soal sidang yang menghadirkan Eliezer, maka kita akan dapat menemukan banyak komentar di video tersebut yang berisi semangat kepada tamtama polisi berusia 24 tahun itu.
Empati kepada pelaku tindak pidana, nyatanya bukanlah sebuah sesuatu yang tidak lazim. Umumnya, perasaan ini timbul setelah seseorang menerima informasi, apa yang menjadi latar belakang pelaku melakukan tindak pidana tersebut.
Paul Bloom, psikolog di Universitas Yale, seperti pernah dinukil BBC mendefinisikan empati secara spesifik sebagai tindakan menyelami pikiran orang lain untuk turut merasakan perasaan mereka.
"Dalam hal ini, akal sehat memberi tahu kita bahwa merasakan rasa sakit orang lain akan mendorong kita untuk peduli dan membantu orang itu,"Â tulis Bloom dalam jurnal ilmiah Trends in Cognitive Sciences.
Dalam kasus lain, empati terhadap pelaku tindak pidana juga muncul dalam kasus penembakan matan perdana menteri Jepang, Shinzo Abe. Peristiwa di hari yang sama dengan penembakan terhadap Brigadir J, yakni pada 8 Juli 2022 ini, menghadirkan cerita lain soal Tetsuya Yamagami, sang pelaku penembakan.
Yamagami diduga menembak mati Abe, karena perdana menteri dengan masa jabatan terlama di Jepang ini merupakan pentolan sebuah sekte keagamaan ekstrem, yang menjadikan keluarganya miskin karena terus-menerus dimintai sumbangan oleh sekte tersebut. Dan sama seperti Eliezer, Yamagami pun terlatih dalam menggunakan senjata api, karena ia merupakan mantan anggota Angkatan Laut.
Teori Bloom yang saya sebutkan di atas pun berlaku pada Yamagami. Sejumlah warga Jepang yang mengetahui alasan Yamagami menembak Abe, menyatakan empati padanya. Umumnya, mereka yang berempati pada pria berusia 41 tahun itu, mengaku merasakan pula apa yang ada di pikiran Yamagami, karena terkait dengan penderitaan mereka sendiri selama tiga dekade kelesuan ekonomi dan gejolak sosial.
Mundur agak jauh dari kasus pembunuhan Shinzo Abe dan Brigadir J, empati dan dukungan pada terdakwa juga pernah kita temukan pada sidang kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Sleman
Dalam kasus ini, anggota Kopasssus TNI AD Serda Ucok Tigor Simbolon adalah terdakwa yang diduga sebagai pelaku penembakan keempat tahanan. Saat itu sejumlah masyarakat menyatakan memberi dukungan padanya, karena yang dihabisi nyawanya adalah sosok yang dikenal masyarakat sebagai preman.
Sehingga tindakan Ucok yang terlibat menghabisi Yohanes Juan Manbait, Gamaliel Yermiyanto Rohi Riwu, Adrianus Candra Galaja, dan Hendrik Benyamin Sahetapy Engel, dianggap sebagai bagian dari tindakan memberantas premanisme.
Kembali ke soal pembunuhan Joshua, sekuat apapun dukungan terhadap Bharada E oleh masyarakat yang berempati padanya, tapi toh dalam kasus kematian Brigadir Joshua ini, Richard Eliezer Pudihang Lumia, secara sah dan meyakinkan telah ikut dalam upaya menghilangkan nyawa Brigadir Joshua.
Meskipun dirinya melakukan perbuatannya tersebut atas perintah atasannya yaitu terdakwa Ferdy Sambo, namun terdakwa Richard Eliezer tetaplah masuk kategori sebagai pembunuh Brigadir Joshua.
Dalam hal ini, tentunya putusan vonis pada Bharada E harus didasarkan pada landasan hukum positif. Bukan karena suara dari luar pengadilan.
Meski para pendukung Bharada E menilai seharusnya si polisi ganteng ini divonis bebas sesuai Pasal 51 ayat 1 KUHP berbunyi, "Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.", namun sejatinya suara-suara ini memang semestinya hanya terdengar di luar ruang pengadilan, bukan di dalam ruang pengadilan apalagi sampai mempengaruhi pihak-pihak yang bersidang.
Ini penting, agar sidang pengadilan tetap terjaga kesakralan dan marwahnya sebagai pelaksana dan penentu keadilan yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H