Seperti lazimnya gang di Indonesia, gang yang bernama Jalan (atau Gang) Wates Dalam ini pun merupakan permukiman padat penduduk. Disebut jalan, tapi lebih mirip sebuah gang, karena ukuran lebarnya tidak memungkinkan untuk dilalui mobil.
Situs Punden Berundak Gunung Batu, selain berada di tengah permukiman, juga dikelilingi berdampingan dengan sebuah kompleks pemakaman. Dan nyaris tak ada penanda batas kawasan situs tersebut, selain tembok dan pagar yang menjadikan situs yang terdiri dari batuan andesit itu seolah menyatu dengan pemakaman.
Batuan di situs Punden Berundak Gunung Batu juga sudah tak lagi tersusun dengan teratur. Dan sekilas hanya telihat seperti bongkahan batu andesit biasa berukuran besar. Mungkin perubahan demi perubahan zaman yang terjadi selama ribuan tahun membuatnya menjadi seperti itu.
Ketika saya tiba di sana, tak satu pun penduduk yang nampak berada di sekitar situs. Mungkin semua sedang beraktivitas di dalam rumah masing-masing, di tengah cuaca terik Kota Bogor yang begitu menyengat siang itu, saat arloji di lengan saya menunjukkan pukul 12:25 WIB.
Meski belum pernah menemukan literatur yang menjelaskan secara rinci, namun cocoklogi saya mengatakan situs ini pula yang menjadi asal-usul nama Gunung Batu di Kota Bogor.
Yang jelas, keberadaan situs Punden Berundak Gunung Batu pun menjadi bukti bahwa kehidupan di wilayah Bogor sudah ada sejak zaman Megalitikum. Seperti halnya situs-situs zaman prasejarah lainnya yang bertebaran di lereng dan kaki Gunung Salak, yang memperkuat hal tersebut.
Semoga pihak-pihak terkait bisa menata situs Punden Berundak Gunung Batu, agar lebih mampu menarik siapapun yang berminat datang ke sini untuk mempelajari peninggalan pra sejarah di tengah kota ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H