Namun rasa penasaran soal asal usul nama kuliner yang menggunakan kata goreng tetapi direbus ini pun masih berkecamuk di pikiran Dini. Ia berinisiatif untuk bertanya pada sang penjual.
"Mas, kenapa sih namanya Toge Goreng? Padahal ini kan direbus bukan digoreng," tanya Dini pada sang penjual seraya membayar dengan uang pas Rp20.000 untuk dua porsi.
"Wah, jawabannya panjang banget, mbak. Harus datang lagi ke Cihideung buat dapat jawabannya," ujar si pedagang setengah berpromosi.
"Aah si mas bisa aja jawabannya. Biar kita datang lagi ke sini kan supaya makan di sini lagi. Bilang aja gitu,"
Belum sempat Dini menyelesaikan kata-katanya, Fajar menggamit lengannya dan mengajak naik ke mobil dengan agak terburu-buru.
"Lho kenapa sih sayang? Aku kan tadi masih nanya ke masnya kenapa kok namanya Toge Goreng bukan Toge Rebus,"
"Uu..udah nggak usah. Lain kali aja. Kan kita masih mau lihat rumah," jawab Fajar sambil menyalakan mesin mobil dan keluar dari rest area dengan sedikit tergesa.
"Kamu ini kenapa sih, Yang? Buru-buru amat pengen pergi dari warung tadi. Ada apa? Dini penasaran.
"Ah, nggak apa-apa kok sayang. Udah siang nih. Kan tadi aku bilang kita mau lihat rumah dulu. Kalau masih lapar ya kita makan Soto Bening saja di jalan Suryakencana. Atau kita makan Sate Maranggi di Jalan Tajur," kata Fajar sambil berusaha menguasai diri.
Dalam hati Fajar bergumam.
"Duh Diniku sayang. Maaf ya. Sebenarnya aku tadi langsung mengajak kamu menjauh dari tempat makan Toge Goreng, karena di kejauhan aku lihat ada Reni datang. Dia itu mantan pacarku yang dulu aku putusin karena aku selingkuh sama kamu, dan lebih memilih kamu jadi pacarku sampai saat ini. Tapi kan nggak mungkin rasanya  tadi atau sekarang aku langsung terus terang,"