Entah mungkin juga karena Puan yang selama ini digadang-gadang sebagai kandidat presiden dari PDIP---dengan baliho Kepak Sayap Kebhinekaan-nya--tampak tak peduli dengan citranya sendiri.
Bahkan, apa yang diperagakan Puan justru kontraproduktif terhadap citranya sendiri dalam beberapa kesempatan. Baik bagi citranya dalam berinteraksi langsung dengan publik, maupun citranya dalam konteks yang lebih substansial seperti kepemimpinan.
Seperti saat dirinya sebagai pimpinan DPR mematikan mic anggotanya yang memberikan interupsi dalam sebuah rapat. Atau pada kasus lain saat dirinya tampak menampilkan raut wajah kurang menyenangkan saat berinteraksi dengan rakyat sambil membagikan kaos di Bekasi, Jawa Barat pada September lalu.
Menarik sebenarnya untuk disimak apa langkah PDIP selanjutnya dengan membiarkan Puan tetap berada di depan layar. Walapun sebenarnya PDIP tak perlu memaksakan Puan tampil di depan layar, apalagi dengan embel-embel sebagai duta partai merakyat.
Yang paling mungkin ingin dicapai dari gerakan Puan Maharani ke sana-sini saat ini adalah lebih ingin terus menggaungkan bahwa Puan ini adalah trah dari Soekarno, sebagai penerus yang 'sah' atas tongkat estafet pucuk pimpinan di PDIP.
Yang jelas, pembalikan arah pendulum keputusan elit PDIP kepada Ganjar Pranowo sebagai kandidat presiden, masih sangat-sangat terbuka. Setidaknya untuk saat ini.
PDIP sepertinya tak ingin terburu-buru dalam menentukan siapa kandidat presidennya.
Ini mengingatkan saya pada pernyataan Joko Widodo dalam Rakernas Kelompok Pro Jokowi (ProJo) bulan Mei 2022 lalu: "Urusan politik? Ojo kesusu sik. Jangan tergesa-gesa....Meskipun...meskipun mungkin yang kita dukung ada di sini,"Â
Dan pada saat itu, Ganjar Pranowo ada di antara peserta rakernas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H