Ini ditunjukkan dengan film yang dibuka dengan adegan sekelompok orang yang digambarkan sebagai anggota PKI, melalui shoot lambang palu arit dan buku soal DN Aidit. Sekelompok orang itu kemudian mengambil senjata seperti golok dan celurit, untuk menyerang sejumlah orang yang tengah melakukan ibadah salat di masjid. Sebuah gambaran yang sempurna untuk memberi pesan bahwa PKI berbahaya bagi kaum beragama mayoritas di Indonesia.
Film pun diakhiri oleh pernyataan Mayjen Soeharto saat pengangkatan jenazah para pahlawan revolusi, yang menyatakan mengutuk keras tragedi berdarah di penghujung September 1965 itu. Ini pun cukup untuk menggambarkan siapa tokoh sentral yang paling berperan dalam penumpasan PKI dan simpatisan-simpatisannya.
Lantas apakah film ini adalah karya yang buruk? Ataukah kita pantas mengutuk karena film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI merupakan propaganda rezim? Jawabannya adalah tidak.
Film ini bukanlah film yang buruk. Karena seperti saya katakan di atas, boleh jadi inilah film dokudrama terbaik dalam sejarah perfilman nasional.
Pada tahun 1984, Festival Film Indonesia memberikan penghargaan kepada film G 30 S PKI, dalam kategori berikut:
- Piala Citra untuk Film Cerita Terbaik
- Piala Citra untuk Skenario Terbaik (Arifin C Noer)
- Piala Citra untuk Penyutradaraan Terbaik (Arifin C Noer)
- Piala Citra untuk Pemeran Utama Pria Terbaik (Amoroso Katamsi sebagai Mayjen Soeharto)
- Piala Citra untuk Artistik Terbaik (Farraz Effendy)
- Piala Citra untuk Musik Terbaik (Embie C Noer)
- Piala Citra untuk Tata Kamera Terbaik (Hasan Basri)
Penghargaan bergengsi yang diperoleh tersebut tentu menunjukkan bahwa sebuah film---termasuk film G 30 S PKI-adalah sebuah produk industri, yang merupakan hasil akhir dari keputusan berbagai pihak. Dan tentunya sudah melalui pertimbangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatannya.
Tentu kita pun harus mengapresiasi proses kreatif yang djalani pihak-pihak tersebut untuk menghasilkan sebuah karya yang dikenang hingga saat ini.
Lalu, produksi sebuah film tentu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Karena itu, ketika orde baru tumbang dan diiringi dengan menyeruaknya opini film G30 S PKI itu hanya sebuah rekayasa sejarah demi propaganda, kemudian kita ikut mengutuk hasil karya filmnya, tentu ini menjadi kurang bijak.
Dan sependek pengetahuan saya, tidak ada norma ataupun etika yang dilanggar oleh cerita yang disuguhkan di film ini. Semuanya mengacu pada referensi yang berlaku pada saat film G 30 S PKI diproduksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H