Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis - AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Vox Populi Vox Dangdut

Selanjutnya

Tutup

Film

49 Tahun, Menanti Film Biopik Warkop DKI

24 September 2022   23:04 Diperbarui: 24 September 2022   23:10 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di film Warkop era 80an ini pula banyak kita dengarkan lagu-lagu asli maupun parodi yang disajikan untuk mendukung cerita dalam film. Seperti lagu Aduhai dalam film Gengsi Dooong, maupun lagu parodi What a Feeling (dipopulerkan Irene Cara) di film Tahu Diri Dong.

Banyak pula adegan di film Warkop era 80an yang bisa dikatakan meniru dari adegan dari sinema luar, seperti dari film The Three Stooges, Benny Hil, maupun Eis am Steil.

Saya tak ingin berpolemik soal kemiripan yang diciptakan Warkop dalam filmnya, dengan apa yang dilakukan Trio Warkopi beberapa waktu lalu, ketika memanfaatkan wajah mereka yang mirip dengan personil Warkop DKI untuk mendapatkan cuan. Karena hal itu bisa jadi pembahasan tersendiri, alias akan jadi melebar kalau dibahas di sini.

Bergeser ke film-film Warkop DKI era 90an. Pada era itu, industri perfilman nasional memasuki era penurunan. Seiring dengan masifnya serbuan film-film box office yang banyak diputar di bioskop. Bahkan pada masa itu bioskop cineplex banyak yang sampai memutar 1 film yang sama di 2 studio karena membeludaknya penonton.

Fenomena ini juga sempat diakui oleh Indro Warkop dalam sebuah wawancara. Bahwa agar mereka tetap eksis di perfilman nasional pada era 90an, mau tak mau Warkop DKI pun harus ikutan arus film-film yang memajang kemolekan tubuh wanita, disertai adegan dan dialog yang mengarah pada hal-hal seksual.

Dan di sebuah film, ada dialog Kasino dan Dono berikut ini;

"Ayo Don kita ke pantai. Kalau nggak ada adegan pantai, ntar penonton marah,"

"Oh iya, kan itu jualan utamanya,"

Dan akhirnya Warkop DKI pun mengakhiri rangkaian film-filmnya di layar lebar pada tahun 1994, dengan film terakhirnya Pencet Sana Pencet Sini.

Seusai era layar lebar, Warkop DKI pun ikut dalam arus perfilman pada masa itu dengan memasuki dunia sinema elektronik alias sinetron di televisi. Mereka pun menggunakan format komedi situasi---yang saat itu juga tengah booming, seperti Gara-gara, Tuyul dan Mbak Yul, Jin dan Jun, dan lain-lain---dengan latar cerita di rumah dan kantor.

Isi ceritanya pun cenderung nyaris sama di setiap episode. Biasanya diceritakan trio DKI tergoda oleh perempuan lalu ketahuan oleh istri, atau melakukan kesalahan sehingga dimarahi oleh atasan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun