"Mau foto-foto boleh, pak?"
"Boleh, silakan..." jawab sang penjaga kebersihan yang sedang bersantai di depan pagar makam. Raut wajahnya ramah dan bersahabat. Namanya Pak Anwar. Paruh baya.
 Yang dijaganya adalah kompleks makam. Lazim disebut makam Jerman Arca Domas. Lokasinya di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Lokasinya kurang lebih 4 kilometer dari Pertigaan Gadog.
Jika anda berkendara lewat Tol Jagorawi dari Jakarta, selepas pertigaan Gadog, anda bisa menuju makam ini dengan masuk ke pertigaan kecil persis setelah sebuah minimarket di sebelah kanan jalan. Lalu setelah sampai di pertigaan Pasar Pasir Muncang belok ke kanan dan mengikuti jalan yang lumayan sempit alias hanya cukup diliwati satu mobil bergantian.
Posisi makam yang berada di kaki Gunung Pangrango, membuat hawa sejuk angin khas pegunungan berembus, cukup untuk mengimbangi cuaca terik Bogor saat itu.
"Pihak Kedubes Jerman secara rutin datang ke sini. Dan tiap bulan November mereka datang untuk mengadakan upacara penghormatan," tutur Pak Anwar.
Dilansir dari beberapa jurnal, diceritakan bahwa pada zaman dulu kakak beradik asal Jerman yang bernama Emil dan Theodor Hellferich telah membeli tanah di Hindia Belanda. Di tanah itu, mereka membangun perkebunan teh dengan luas sekitar diatas 800 hektare.
Selama menciptakan perkebunan teh, mereka dibantu oleh orang-orang lainnya yang berprofesi sebagai dokter, seniman, insinyur, dan lain sebagainya. Adapun di lahan yang sekarang menjadi makam ini, kedua warga Jerman ini pada tahun 1926 membangun monumen untuk mengenang kerabat mereka yang gugur pada perang Dunia I.
Kemudian, pada 1928 Hellferich bersaudara dikabarkan kembali ke Jerman. Mereka berdua memberikan mandat kepada Albert Vehring selaku orang Belanda yang tinggal di Indonesia untuk mengurus perkebunan teh yang sudah dibuat. Lalu, pada 1943 ketika perang dunia II sedang berjalan. Pasukan tentara Jerman yang menjadi sekutu Jepang berhasil masuk ke Indonesia.
Tentara Jerman yang berhasil masuk adalah Angkatan Laut Jerman dari armada kapal selam yang berjenis U-195 dan U-196. Setelah itu, mereka mengambil alih kebun teh di Sukaresmi dengan alasan bahwa kebun teh tersebut adalah milik orang Jerman.
Singkat cerita, kemudian setelah Jerman dan Jepang kalah dari perang dunia II. Perkebunan teh yang dirampas oleh Jerman tadi dijadikan makam untuk para sepuluh tentara Jerman yang tewas. Namun hanya 8 makam yang bisa dikenali nisannya, adapun makam ke-9 dan ke-10, dinyatakan tak dikenal (unbekannt). Kemungkinan besar itu terjadi akibat saat proses pergantian nisan. Nama mereka yang tertera di nisan kayu yang lapuk sudah tak jelas terbaca lagi.
Adapun perkebunan teh yang menjadi lahannya, dinasionalisasi tahun 1958 dan dikelola PTPN VIII (Persero).
Nama-nama warga Jerman yang dikebumikan di sini:
 1. Letnan Friederich Steinfeld, meninggal karena disentri dalam tawanan pasukan sekutu
2. Letnan Satu Laut Willi Schlummer, dan
3. Letnan Insinyur Wilhelm Jens, keduanya gugur di tangan pejuang kemerdekaan Indonesia pada 1945 karena disangka tentara Belanda
4. Letnan Laut W Martens, terbunuh dalam perjalanan kereta api Jakarta-Bogor
5. Kopral Satu Willi Petschow, meninggal karena sakit di perkebunan teh mereka
6. Letnan Kapten Herman Tangermann meninggal karena kecelakaan
7. Dr Heinz Haake
8. Eduard Onnen
9 & 10. Dua makam 'Unbekannt' atau tanpa nama.
Namun ketika saya ke sana di pertengahan tahun lalu, nisan dan prasasti sedang ditutup plastik, karena baru dicat ulang dan melindungi dari cuaca kaki Gunung Pangrango yang belakangan sering hujan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H