Ayo Menilai Puasa  Diri Sendiri
Marilah kita menilai puasa diri kita, karena puasa ibadah yang sangat pribadi sekali, Allah langsung yang akan menilai. Â Saudaraku, marilah kita mengetuk hati kita dengan sebuah pertanyaan "Bagaimana puasa kita??", " Apa saja yang kita akan kerjakan di bulan ramadha ini??" atau "Apa yang menjadi target utama kita pada setiap kali masuk bulan ramadhan???" Berbagai pertanyaan yang mungkin selama ini mendekam di hati, sebaiknya kita bangkitkan agar memapu mendorong kita untuk lebih sungguh-sungguh beramal di bulan yang penuh barokah ini.
Apa yang menjadi kebiasaan kita bila ramadhan tiba?? Â Mulai menabung untuk menyiapkan hidangan berbuka yang paling lezat ?? Membeli beberapa helai baju untuk dikenakan pada hari raya idul fithri?? Rasanya kita perlu iri kepada saudara kita telah menyiapkan hati sejak 3 bulan sebelumnya untuk meningkatkan kualitas ibadahnya, menekatkan semangat untuk mengikuti ramadhan ala Nabi Muhammad shallahu 'alahi wa sallam. Sedang kita?? Terjebak kepada sikap menjadikan ramadhan sekedar panggung kecil, tempat kita tenggelam dalam suasana ramadhan yang meriah, memakai baju muslim baru, menjadikan masjid seperti ruang pameran baju-baju muslim. Tapi hati kita seringkali kosong dari kesungguhan mengikuti nabi dan para sahabat yang mulia.
Pada akhir ramadhan saat nabi dan para sahabat meningkatkan  ibadahnya, kita justru meningkatkan kegiatan belanja di supermarket atau swalayan.
Lantas bagaimana puasa kita di sisi Allah?? Saudaraku, nabi telah bersabda dengan kalimat yang tegas kepada kita. Â Nabi memberikan syarat agar puasa kita diterima oleh Allah harus dikerjakan berdasarkan iman dan ihtisaban (intropeksi diri). Seperti beberapa sabda nabi di bawah ini :
Barangsiapa yang mengerjakan qiyamul lail di bulan ramadhan dengan iman dan ihtisaban (kesadaran intropeksi diri) maka akan diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu( HR Bukhori,Muslim dan Abu Dawud)
Saudaraku, ihtisaban mempunyai makna yang mendalam, yakni proses intropeksi diri yang konsisten. Proses ihtisaban yang kita lakukan adalah muhasabah terhadap diri sendiri. Ingatlah pesan, hisab diri kalian sebelum di hisab Allah pada hari akhir kelak. Bagaimana proses ihtisaban pada diri kita?? Mulailah dari pertanyaan pada diri kita sendiri " Bagaimana puasa kita??" lantas kita bercermin kepada puasa orang-orang mulia, kepada Nabi Muhammad shallahu 'alahi wa sallam, para sahabat atau kepada ulama yang mulia.
Ibnul Qoyim Al-Jauzy menulis sebuah kitab yang terkenal berjudul "Madarijus salikin". Â Beliau menjelaskan bahwa ibadah seorang hamba akan bisa meningkat jika diikuti dengan semangat muhasabah atau dengan kata lain didasari keinginan untuk berintropeksi diri (ihtisaban) dan muhasabah mempunyai 4 pilar utama:
Al-Yaqdhah, artinya adanya kecamuk di hati tentang amal ibadahnya. Jika sebelumnya tidak begitu menyadari bagaimana kualitas ibadahnya, sekarang bangun seperti orang yang terbangun dari tidurnya, bangkit dan menyadari ada yang kurang bahkan mungkin ada yang salah dalam ibadahnya.
Al-Azm artinya mulai tumbuh semangat dalam dirinya untuk memperbaiki kualitas ibadahnya, bersungguh-sungguh memperbaiki apa yang telah dikerjakannya.
Al-Fikrah artinya mulai adanya pemikiran yang dituju, target yang ingin digapainya.
Al-Bashirah artinya mulai menemukan kebeningan hati sehingga ibadahnya semakin berkualitas, hatinya menjadi hati yang bersih, jauh dari berbagai penyakit. Dalam kebeningan hati itu, dia bisa menangkap pesan dari Allah yang dibawa para rasul.
Saudaraku, demikian ringkasan pemikiran Ibnul Qoyyim al-Jauzy tentang pilar muhasabah. Â Alangkah indahnya jika ramadhan ini kita awali dengan satu pertanyaan "Bagaimana kualitas puasa kita??" dengan jujur menghitung kekurangan ibadah puasa kita sebelumnya, mungkin cara berbicara selama ini yang cenderung banyak berbicara sampai terjatuh kepada ghibah dan fitnah. Ibadah kita belum apa-apa, masih ada kekurangannya. Fase ini seperti yang sudah dibahas di atas, disebut dengan Al-Yaqdhah. Mencemaskan ibadah yang telah kita lakukan, cemas karena ibadah yang kurang berkualitas. Setelah kita tamankan Al-Azmi, semangat untuk meningkatkan kualitas puasa, sehingga secara otomatis akan tumbuh fikrah dan bashiroh.