Mohon tunggu...
Cak Glentong
Cak Glentong Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah budaya dan agama

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Buzzer, Sampah Peradaban yang Dibutuhkan

7 Juli 2020   14:06 Diperbarui: 7 Juli 2020   14:35 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selalu ada sampah di setiap  fase peradaban. Dan  buzzer adalah sampah peradaban di saat ini. Zaman memang terus berkembang, tetapi sejarah seringkali menjadi kenyataan yang berulang dengan beda pemain dan waktu saja. Subtansinya sama.

Figur yang muncul sebagai "pengrusak" tatanan nilai di masarakat. Di antara derap perkembangan zaman. Zaman juga menyediakan sampah-sampah,  yang terkadang menjadi bagian dari gerak zaman itu sendiri. Ia merupakan bagian dari proses produksi.

Pada zaman ketika manusia masih dipenuh dengan pikiran-pikiran mistis. Akan sering terdengar, seorang yang tiba-tiba menyampaikan sebuah cerita jika seseorang kakek yang tinggal di ujung jalan adalah dukun santet yang suka menyantet siapa saja.

Berita seperti gayung bersambut, menyebar dari satu rumah ke rumah yang lain, dan keesokan harinya orang-orang mendatangi kakek tersebut, menariknya dari rumah. Orang ada yang memukul dan melemparinya dengan batu. Kakek itu mati dan tidak pernah tahu siapa yang pertama kali menyebarkan.

Di awal tahun 1997 adalah sebuah gerakan besar yang disebut Gus Dur sebagai operasi naga hijau.  Ada banyak kejadian seseorang dibunuh ramai-ramai gara-gara ditudung sebagai tukang santet. Siapa yang menyebarkannya?

Seseorang yang menyampaikan berita yang dusta atau dia menyamapaikan sesuatu yang tidak dia fahami akibatnya. Begitu menyebar, fitnah berkobar dan muncul gerakan barbar. Main hukum sendiri secara vulgar dan kasar.

Apakah ini rekayasa sosial atau kejadian "kebetulan" saja?? Sampai sekarang belum ada kajian yang bisa menjelaskan dengan benar kasus tersebut. Mungkin juga kasus-kasus seperti itu tidak pernah bisa dijelaskan.

Para penyebar kebohongan atau mengucapkan sesuatu yang belum tentu benar, menjadi bagian yang datang sebagai "pengrusak" kehidupan masarakat. Tiba-tiba seseorang disebut dukun santet, hanya karena seorang balita yang sakit panas mengigau menyebut nama-nama dukun tersebut saat sakit.

Ada masa, dimana pemburuan terhadap seseorang yang dianggap dukun santet kejadian yang wajar di masarakat. Tidak usah kembali ke abad pertengahan yang jauh itu, tetapi juga kembali pada sebuah gerakan yang disebut Gus Dur sebagai operasi naga hijau.

Di era sekarang. Muncul buzzer yang selalu dikaitan dengan kekuatan uang yang menggerakan mereka untuk menyerang orang lain. Memainkan peran menghancurkan atau mengangkat derajat seseorang.

Perkataan Dr Tifauzia Tyassuma " Buzzer membunuh demi nasi dan receh" (Republika.co.id) . Ungkapan ini menggambarkan betapa dahsyat kerja para buzzer menghancurkan hidup seseorang. Membunuh karakternya. Mengungkap masa lalunya. Keluarganya atau bahkan anak-anak yang tidak berhubungan dengan apa yang dilakukan orang tuanya.

Ada dua konflik buzzer di medsos saat ini, yang pro pemerintah dan yang kontra pemerintah. Keduanya adalah bisa menjadi pengrusak tata nilai yang ada. Keduanya seperti tumpukan sampah yang menganggu jalannya air di sebuah sungai.

Tetapi karena dianggap menguntungkan kelompoknya dan menutup aliran air di kelompok yang menjadi rivalnya, kelompok yang merasa diuntungkan akan senang dengan adanya sampah tersebut, bahkan memproduksinya secara terus menerus agar sampah itu tetap ada di sana.

Tetapi kita seharusnya berharap bahwa para buzzer dari arah manapun harus dibersihkan. Mungkin awalnya buzzer muncul karena niat baik, ketika seseorang yang sedang berkampanye membutuhkan orang-orang yang menyampaikan ide-ide besarnya ke masarakat, dan di era sekarang cara yang terbaik adalah menggunakan jasa orang-orang yang menguasai media massa.

Muncul semacam simbiosis mutualisme, pihak yang satu butuh dukungan dan yang satu lagi butuh uang. Mereka bekerja mempromisikan ide besar itu, walau kemudian dianggap dusta. Mengangkat orang yang membayarnya dan menyerang orang-orang yang dianggap sebagai perintang orang yang membayarnya.

Permintaan agar Presiden Jokowi menertibkan buzzernya seperti pisau bermata dua. Pertama, yang meminta berarti menduga atau bahkan mungkin mempercayai jika presiden RI mempunyai hubungan dengan para buzzer yang suka mencipta dan menyebar hoaks. Sehingga presiden bisa melakukan tindakan menertibkan buzzer.

Kedua, adanya sekelompok buzzer yang bekerja secara sistematis untuk menyerang kelompok lain yang seolah-olah selalu lolos dari jerat hukum, sehingga yang bersangkutan meminta langsung kepada presiden. Karena orang nomor 1 di RI yang bisa menertibkannya.  Dan para buzzer itu dibayar untuk apa yang dilakukannya.

Tidak berlebihan jika buzzer seperti sampah peradaban, tentu bagi peradaban yang munjunjung tinggi rosionalitas dan kejujuran, tetapi kadang para politikus itu membutuhkannya untuk memuluskan jalan politiknya dan menghambat laju pesaingnya.

Kadang ambisi menjadikan seseorang menempuh segala cara untuk mencapai tujuan. Tangan-tangan buzzer bisa saja digunakan untuk dipinjam sebentar untuk memukul rival politik, seperti ungkapan "nabok nyilih tangan" (memukul orang lain menggunakan tangan orang lain juga). 

Menyebar aib orang lain menjadi sesuatu yang lazim dilakukan, bahkan terkadang bukan hanya aib tetapi juga fitnah. Demokrasi yang diharapkan sebagai perang ide dan gagasan, menjadi medan laga para buzzer.

Dan para politikus yang menggunakan jasa para buzzer, akan pura-pura tidak mengenal mereka. Karena malu jika menggunakan jasa buzzer untuk memenangkan pertarungan politiknya.

Buzzer rasanya sampah bagi peradaban di zaman sekarang ini. Ketika mereka menggunakan fitnah dan caci maki, membuka aib orang lain, demi untuk mencari uang. Tetapi kadang kita membutuhkannya untuk ambisi politik kita, kita tidak perlu peduli jika para buzzer yan mendukung jalan politik kita itu menghancurkan hidup orang lain.

Jika anda mempunyai ayah seperti itu, bagaimana perasaan anda?? Jika anda mempunyai anak seperti itu, bagaimana perasaan anda??  Saya tidak akan menjawab, karena kita semua mempunyai hati dan nurani untuk bisa menjawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun