Saat MUI, NU dan Muhammadiyah menolak RUU HIP, lantas pemerintah menolak meneruskan bahkan presiden mengatakan tidak tahu menahu tentang RUU itu.Â
Padahal yang mengusulkan dan mendukung adalah partai pendukung pemerintah. Setali tiga uang, Â fraksi yang mengusulkan dan mendukung juga menarik dukungannya, bahkan ikut mengecam beberapa pasal dari RUU tadi.Â
Tekanan politis dari masarakat, mengubah peta politik dengan cepat. Tetapi rasanya sedikit konyol, seperti pelawak yang mendukung ide temannya kemudian ada yang memarahinya, ia berpura-pura lupa pernah memberikan dukungan.
DPR menjadi sebuah lembaga yang tersandera oleh kekuatan massa yang bergerak atau bisa juga digerakkan setiap kali mengambil keputusan, bahkan saat masih berupa rancangan saja mendapatkan tekanan. Sementara anggota DPR kurang aktif dan massif menjelaskan ide yang melandasi gagasan tentang sebuah RUU.Â
Lebih menyedihkan jika yang menggerakkan itu tidak faham juga dengan pasal-pasal yang diprotes, mungkin belum membacanya atau sudah membacanya tetapi belum memahami secara utuh subtansi yang ada pasal-pasalnya tadi.Â
Sering terjadi, massa yang terlibat dalam aksi belum membaca apalagi mempelajari RUU tersebut. Padahal jumlah massa yang besar bisa menjadi fraksi penentu yang membuat fraksi resmi di DPR tertekan dan membatalkan RUU tersebut.
Angota DPR harus mampu merumuskan gagasannya dengan baik, jika sebuah pasal RUU dibahas mereka bisa adu konsep dengan tegas, kalau perlu dengan  berdebat dengan keras untuk menghasilkan setiap pasal yang berkualitas.Â
Jangan- jangan di DPR tidak ada tradisi seperti itu, yang ada hanya "sendiko dawuh" kepada jajaran fraksi saja atau pengurus partai. Tetapi saya yakin, anggota DPR tidak seburuk itu.
Dan ketika RUU itu diprotes oleh kekuatan massa tertentu, ia mempunyai kemampuan untuk melakukan adu argumentasi dengan jelas dan tegas.Â
"Kami telah memutuskan sesuatu dan kami tidak akan mencabutnya, jika mau mencabutkan lalukan lewat MK. Kami tidak mau menelan ludah sendiri." Tetapi mungkinkah? Kelihatannya kita akan semakin sering melihat DPR yang tersandera ketika memutuskan sesuatu. Ia tidak gagah menghadapi tekanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H