Reshuffle adalah sebuah hal yang wajar di sistem pemerintahan kita pasca reformasi, entah sudah  berapa banyak reshusffle terjadi, menteri berganti demi peningkatan kinerja. Tidak semuanya berjalan dengan sukses namun ada juga yang "setali tiga uang".
Berita hari Presiden Jokowi agak kecewa dengan beberapa menteri. Salah satu opsinya adalah reshuffle. Masarakat juga merasa banyak kecewa dengan beberapa menteri yang dianggap belum berprestasi, banyak menteri yang menjadi sansak kritik. Memang itulah resiko jadi pejabat publik, harus bersiap dengan banyak kritik, hingga caci dan maki.
Ketika Presiden Jokowi memilih dan kemudian melantik menteri, ada ungkapan yang banyak dikutip oleh media massa " tidak ada visi menteri yang ada hanya visi presiden". Lalu menteri bekerja sesuai dengan arahan visi dari presiden, walau tentunya bersifat global. Kecerdasan menteri membaca dan kemudian mengimplementasikannya, menjadi visi dan misi presiden sukses.Â
Kelihatannya tidak semua menteri mampu menjalankannya dengan maksimal, lalu sang presiden mempunyai gagasa untuk reshuffle. Apakah itu hanya lecutan agar menteri semakin seriu atau juga ada yang tidak sesuai dengan harapan di antara para menteri??
Di era orde baru, Suharto hampir tidak pernah melakukan reshuffle, kalau ada reshuffle hanya menggeser dari satu jabatan ke jabatan. Ia mempunyai alasan sederhana " Menteri yang memilih itu saya, saya yang bertanggung jawab terhadap kerja mereka."Â
Logika itu sederhana, tetapi itu yang dipilih oleh Presiden Suharto pada saat berkuasa. Ada sisi dilematis dalam pemikiran itu, perubahan kebijakan dan peningkatan kinerja menjadi lambat, karena faktor menteri yang tidak kunjung diganti, yang kurang bagus kinerjanya.
Periode Presiden Jokowi yang pertama ada beberapa pos menteri dilakukan Resfhuffle, termasuk saat itu Anis Baswedan yang sekarang menjadi Gubernur DKI Jakarta. Terjadinya reshuffle adalah kejadian yang sangat wajar dalam sebuah pemeritahan, karena kinerja menteri yang buruk bisa menjadi boom waktu. Dan itu berbahaya bagi presiden yang jauh -- jauh hari sudah menetapkan "tidak ada visi menteri yang ada hanya visi presiden saja".
Namun kalau kita cermati, Reshuffle yang akan dilakukan Presiden Jokowi bisa menjadi seperti "Menepuk air di dulang terpercik wajah sendiri". Bukankah semua menteri pilihan presiden?? Bagaimana cara memilih menteri, sehingga sepertinya presiden membeli kucing dalam karung. Lalu dengan cepat mengganti menteri yang bersangkutkan.Â
Jangan-jangan kabinet itu bukan zaken kabinet yang bagi bagi kursi bagi pendukungnya, lalu ketika tidak berhasil, karena sebab tertentu menteri tersebut harus diganti. Di saat inilah publik akan mengingat kembali proses terpilih yang bersangkutan jadi menteri, zaken kabinet atau sekedar bagi bagi kue saja !?
Ketika anda menjabat sebagai manager di sebuah perushaan di mana anda bekerja, lalu anda memberi seorang staf di kantor. Lalu ternyata staf itu bermasalah. Kira-kira apa yang akan dilakukan oleh bos anda?? Anda akan ditegur atau staf yang anda pilih akan ditegur?Â
Mungkin anda sebagai manager tidak salah tetapi anda secara moral harus bertanggung jawab. Walaupun anda akan segera memecat yang berngsangkutan, tetapi anda akan merasa bersalah dan berkata " Maaf bos, saya sayalah, saya bertanggung jawab, karena memilih orang yang kurang tepat."