Cara paling mudah adalah dengan menjalin kerja sama dengan orang yang mendukung saya (yang secara vulgar biasa disebut dengan buzzer) untuk menyerang, membuka air, karena perlu memfitnah. Jika ada permasalahan, saya cukup berkata " saya tidak ada hubungannya dengan para buzzer itu"
Serangan yang paling mematikan adalah "laporkan ke polisi". Jika ada orang yang menuduh saya pembohong?Â
Menurut Anda, apa yang sebaiknya saya lakukan? Apakah saya harus melaporkan polisi atau hanya sekedar klarfikasi, bahwa itu tidak benar.Â
Iklim politik kita cenderung memilih yang pertama "laporkan polisi". Kelompok A melaporkan ke kelompok B, kemudian B balas melaporkan A. Jadi, kelompok A dan B adalah penganut "total football" dalam kehidupan berpolitik.
Namun jika melihat dua tim penganut Total Football bertemu di atas lapangan hijau, kita akan terhibur, terkesan pertandingan sepak bola yang sangat seru, indah dan berharap ada gol-gol indah.Â
Namun dalam jagat politik kita, jika ada dua kelompok dalam peta politik saling mengikuti gaya tTotal Football bertemu, yang ada bukan menghibur.Â
Tetapi hiasan caci maki, saling menghina, membully sampai memfitnah. Istilah penjilat, penghianat, kadrun, cebong dan berbagai kata makian menjadi tontonan di politik kita. Hanya satu "Menjengkelkan".
Para tokoh politik yang sekarang masih di partai, dengan santai akan menjawab "bahwa itu bukan urusan pratai saya. Itu ursusan pribadi."Â
Padahal publik berharap agar partai politik mempunyai peran signifikan untuk mengkader partainya akan menjadi orang yang berkualitas. Sehingga menjadi kader yang berguna.Â
Jika kemudian ada orang dari partai tersebut melakukan kesalahan, partai seharusnya ada perasaan bersalah. Karena partai tersebut gagal memilih kader atau dalam pemilihan ada ""kecurangan".
Dalam politik menyerang itu lebih mudah, dari pada sekedar bertahan. Tetapi, apa yang bisa kita harapkan untuk negeri dari sekumpulan partai dan pendukung yang saling serang? Kecuali udara negeri yang penuh caci maki.