Dua figur presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dan Jokowi. Tidak luput dari caci maki itu. Dalam sebuah demo ada yang membawa kerbau bertuliskan SBY. Untuk presiden Jokowi, rasanya tidak perlu saya menceritakannya. Buka saya medsos, terutama twitter caci maki kepadanya masih segar. Dari yang paling kasar sampai yang paling tidak pantas diucapkan.
Demokrasi pastilah memberikan ruang pada perbedaan pendapat. Tapi caci maki rasanya adalah ketidakmampuan seseorang berbicara dengan bahasa yang baik ketika berbeda pendapat.Â
Ada umpatan "kadrun", "cebong:, "kampret" . "anjing peking", "babi" dan rasanya segala cacian sudah dilontarkan. Bisakah kita berpikir bahwa presiden kita adalah manusia biasanya, dengan berbagai kelebihan dia juga adalah manusia.Â
Rasanya kita tidak mempunyai tradisi menghormati masa lalu. Apa yang menjadi kekurangan dari presiden di masa lalu segera diperbaiki tanpa harus mencaci.
Sejarah caci maki akan terus berlanjut kepada presiden kita. Karena memang tidak ada presiden yang sempurna. Atau itu yang mungkin digariskan oleh Tuhan, karena caci maki itu akan menghapus dosa seseorang.Â
Semakin sering presiden dicaci maki, bisa saja dosanya akan berkurang. Sehingga nanti presiden kita saat menghadap Allah dalam keadaan bersih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H