Entahlah. Aku memiliki semangat menggebu-gebu untuk membaca Novel akhir-akhir ini. Terutama di saat tubuhku terasa masih ingin dimanja di atas kasur.Â
Aku merasa belum benar-benar pulih dari "masuk angin" yang menyapaku tempo hari. Aku masih belum kuat berlama-lama menatap komputer untuk melanjutkan pekerjaan ngodingku atau sekedar membuat kerangka acuan kerja untuk tim yang seharusnya menjadi tanggungjawabku.Â
Aku merasa masih ingin memanjakan diri barang beberapa hari lagi untuk sekedar membaca atau menulis di sini. Yaps! Aktivitas ringan itu yang saat ini kupilih untuk saat ini.Â
Biar tidak gabut saja. Biar tidak kebanyakan melamun apalagi meratapi nasib. Ketika banyak hal yang seharusnya bisa kukerjakan namun gusti Allah memberikan perintah untuk mengistirahatkan badan apa boleh buat? Sekalian saja dinikmati dengan cara seperi ini... hehe
Sannaha; nama lain dari tokoh utama pada Novel yang kubaca kali ini mengingatkanku pada adikku. Bukan karena karakternya yang pemberani apalagi pandai bersilat. Tentu saja bukan.Â
Adikku adalah seorang gadis mungil yang jangankan menantang orang lain untuk berkelahi, dibentak sedikit saja sudah pasti nangis sesenggukan.Â
Dia hidupnya banyak di pondok. Sejak bangku SMP dia sudah mondok jauh dari orang-orang yang dikenalnya. Bahkan setelah lulus SMA dia melanjutkan mondok lagi sambil menghafal Qur'an. Udah hampir 5 tahun dia di pondok terhitung setelah lulus dari SMA.
Beberapa waktu yang lalu (tahun lalu atau beberapa tahun sebelumnya) kudapati nama akun Facebook adikku diubah menjadi Sannaha atau semacamnya.Â
Aku tentu saja tidak terlalu menganggap itu hal yang serius karena aku pikir nama itu tidak jauh dari nama aslinya.Â
Aku juga tak begitu menghiraukan ketika dia penjang lebar bercerita dengan begitu heboh Novel karya-karya Tasaro dengan istriku, Ayi. Dua orang yang sama-sama penggila Novel ketika bertemu pasti akan heboh seperti itu, pikirku.Â
Ketika suatu waktu adikku dengan bangganya mengisahkan kegembiraannya melalui sambungan telepon usai dimention atau dibalas pesannya oleh Tasaro kutanggapi dengan biasa saja. Aku pura-pura saja terkejut untuk menyenangkan hatinya.
Hari ini, aku menyadari. Betapa adikku sangat mengidolakan Sannaha. Tokoh di dalam novel ini. Sekaligus mengagumi penulisnya. Sebagai pembaca novel pemula, aku memang sering merasa pusing dengan alur cerita yang melompat-lompat.Â
Tak terkecuali novel yang kubaca sampai selesai hari ini. Aku membutuhkan waktu beberapa jam saja membaca novel Takhta Nirwana ini.Â
Namun! Aku mengamini apa yang disampaikan adikku dan Ayi selama ini. Tasaro memang ciamik dalam menggelar cerita dan mengaduk-aduk perasaan pembacanya.
Jujur saja waktu pertama kali aku membaca novel ini sempat skeptis. "Apa sih yang akan disuguhkan penulis dengan alir cerita kerajaan begini?". Aku orangnya cenderung lebih suka dengan hal-hal yang berbau dengan kebaruan atau modern.Â
Fiksi ilmiah lebih menarik bagiku. Akan tetapi ketika mengikuti alur ceritanya lebih dalam, aku memahami bahwa membaca novel itu tidaklah haru melulu mencari kepuasan otak melainkan pemuasan batin juga diperlukan. Aku bisa merasakan hal itu.
Tasaro nyatanya bisa memberikan pesan kehidupan dengan bahasa yang tidak terkesan menggurui melalui percakapan tokohnya atau penggambaran alur ceritanya. Banyak hal yang bisa dipetik dari situ.
Paling tidak! Aku sekarang jadi lebih tahu buku bacaan seperti apa yang disukai adikku atau istriku. Ternyata bukanlah novel yang terlalu mendramatisir perasaan cinta atau mendewa-dewakan hubungan percintaan yang sampai kehilangan akal karena sangking bucinnya. 😂
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H