Mohon tunggu...
Cak Bro Cak Bro
Cak Bro Cak Bro Mohon Tunggu... Administrasi - Bagian dari Butiran debu Di Bumi pertiwi

Menumpahkan barisan Kata yang muncul di Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Tradisi Ang-pau Lebaran itu pemborosan (burn money)?

24 April 2023   02:02 Diperbarui: 24 April 2023   02:20 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

A. Pembuka

Hari ini masyarakat kita sedang berpesta pora menikmati hari kemulian bagi umat muslim termasuk di dunia yakni hari raya besar agama islam Idul fitri. Dan pada ghalibnya ada momen istimewa di hari tersebut yakni tradisi mudik bagi masyarakat Indonesia.

Kata mudik menurut kamus KBBI adalah: 1. Berlayar/pergi Ke udik, ke hulu sungai, pedalaman; 2. Pulang ke kampung halaman.
Sedangkan Wikipedia mendefinisikan mudik adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk pulang ke kampung halaman. Suatu tradisi unik yang terjadi di Indonesia menjelang hari raya keagamaan seperi Idul Fitri,  Idul Adha,  Natal atau Tahun baru.

Tradisi mudik umumnya terjadi di negara Asia, terutama Indonesia yang menjadi fenomenal karena berpenduduk terbesar k-4 dunia dan mayoritas penduduk beragama islam. Bisa dibayangkan betapa sibuk puluhan juta penduduk bermigrasi sesaat dari daerah kota ke daerah. Sibuk dengan aktivitas transportasi baik melalui darat, laut dan udara, termasuk peningkatan aktivitas sektor lainnya baik perdagangan dari sisi ekonomi, juga sosial kemasyarakatan, dan lainnya.

Namun ada yang lebih menarik lagi selain tradisi mudik yakni aktivitas saat mereka berkumpul atau silaturahim dengan kerabat, saudara atau handai taulan yakni tradisi pemberian uang yang dikenal dengan Ang-pau.

Ada sebagian masyarakat atau ekonom menyatakan bahwa tradisi ang-pau merupakan budaya yang memboroskan uang dan tak memiliki dampak positif bagi ekonomi. Terutama bagi keluarga yang kekurangan, seolah ada pemaksaan keadaan untuk menyisihkan sebagian uang untuk dibagian kepada saudara-saudaranya.

B. Benarkah Tradisi Ang-Pau Suatu Pemborosan?

Kali ini saya tak membahas tradisi mudik sebagai fenomena ajaib yang membuat negeri kita over-heat dari sisi ekonomi dengan tejadinya inflasi hingga menembus dua digit. Tetapi saya lebih tertarik untuk membahas tradisi ang-pau yang dianggap sebagai membakar uang (burn money) sia-sia, karena tidak berdampak positif bagi ekonomi masyarakat.

Baiklah, saya akan menjelaskan secara sederhana dari dua kejadian untuk membantah stigma tersebut.

Momen pertama, ada sebuah keluarga memiliki 5 orang anak. Sang ayah memiliki uang sebesar Rp.1 juta, jika ia membagikan kepada anaknya, maka masing-masing akan mendapt uang sebesar Rp200 ribu.

Pada momen kedua, ada 5 keluarga yang berkumpul bersama. Jika setiap kepala keluarga mengeluarkan uang sebesar Rp1 juta, maka sang ayah akan membagikan ke anak-anak keluarga lainnya dan masing-masing anak akan mendapatkan sebesar Rp50 ribu.

Lantas apa perbedaan dari kedua momen tersebut?, Toh akhirnya masing-masing anak akan mengumpulkan uang dengan hasil  sama besar yakni Rp200 ribu juga khan.

Namun dari segi transaksi uang, pada momen pertama setiap keluarga mengalami 5 transaksi pembagian uang. Jika 5 keluarga, maka total transaksi menjadi 25 kali(5x 5 keluarga).

Tetapi pada momen kedua, setiap kepala keluarga akan memberikan ke 4 keluarga pada anak-anaknya sebanyak 20 transaksi ( 4 keluarga x 5 anak), dan total transaksi yang terjadi adalah 100 transaksi (20 x 5 keluarga).
Transaksi tersebut dikenal dengan perputaran uang (velocity money).

Lantas apa dampak positif yang terjadi dengan peningkatan signifikan transaksi uang tersebut?. Salah satunya adalah perbedaan dari utilitas/pemanfaatan uang. Walau hasil akhir masing-masing anak adalah sama-sama mendapat Rp200 ribu, tapi adnya perbedaan proses akan merubah pemanfaatan aau utilitas uang.

Seorang anak yang mendapatkan uang secara langsung dari ayahnya, maka niat berbelanja (menggunakan) uang sekedar kepentingan pribadi saja, misal untuk membeli sepatu atau baju baru.

Namun berbeda dengan penerimaan uang dari orang lain secara bersama-sama. Dengan berkumpul bersama-sama saudaranya, niat belanja uang akan lebih variatif. Misalnya, nonton bersama, makan-makan di resto, nongkrong di kafe, atau belanja lainnya.

Bisa dibayangkan pergerakan aktivitas ekonomi yang terjadi pada momen kedua dibandingkan momen pertama. Hal berikutnya, karena tradisi ang-pau terjadi dalam perisitiwa mudik. Maka setiap anak akan berbelanja di daerah kampung halaman, maka pergerakan ekonomi di daerah dibandingkan kota besar.

Apalagi jika dihitung traksaksi uang berikutnya. Karena bioskop, resto atau warung kuliner, kafe di daerah bergairah, maka selain pemiliknya mendapat keuntungan dan setiap pegawai mendapat gaji, mereka akan memanfaatkan uang perolehan (gaji) sesuai kepentingannya di daerah masing-masing.

C. Simpulan


Jadi dapat disimpulkan secara sederhana (karena saya bukan ekonom yang perlu dibuktikan dengan riset penelitian) bahwa tradisi ang-pau tidak sekedar membuang uang (burn money) dengan percuma. Kekuatan ekonomi suatu negara bukan berdasarkan jumlah dana pemerintah yang dimiliki semata, namun seberapa besar pertukaran transaksi uang dan usaha yang terjadi (velocity money and business) dari masyarakat dan dikenal dengan power buying atau daya beli masyarakatnya.

Mungkin sangat benar jika disebutkan bahwa Indonesia adalah negara ajaib. Ketika dunia mengalami kondisi ekonomi yang buruk, justru Indonesia mengalami imbas ekonomi yang tidak parah karena masih memiliki pertumbuhan ekonomi positif 4-5% dibandingkan negara lainnya yang justru mengalami ekonomi negatif.

Dengan penjelasan sederhana dari perspektif sempit tentang tradisi ang-pau merupakan suatu budaya positif berdampak ekonomi. Tradisi angpau dan mudik merupakan leverage ekonomi negara untuk bisa memompa-gerakkan roda ekonomi di daerah untuk menyebar-sama ratakan ekonomi agar tidak bertumpu di kota-kota besar saja.

Adanya silaturahim untuk saling bermaafan juga merupakan budaya sebagai kekuatan sosial masyarakat yang menjadi benteng persatuan dan ketahanan bangsa dari ancaman pihak luar.

D. Penutup 


Sebagai penutup, fenomena atas tradisi mudik dan angpau patut diberdaya-lestarikan. Hari raya Idul fitri dapat dikatakan sebagai momen rekonsiliasi ekonomi negara yang tak dimiliki negara lainnya sebagai pondasi keunggulan ekonomi kita.

Dan bisa menjadi refleksi bagi pengambil kebijakan bahwa kejadian mudik bukanlah menjadi ajang kemacetan (peningkatan kecelakaan) di berbagai daerah yang memusingkan aparat kepolisian atau dinas jalan raya dan pemerintah daerah. Namun banyak dampak positif lainnya yakni mengairahkan berbagai aktivitas ekonomi  di daerah baik dari sektor perdagangan dan bisnis, pariwisata dan hotel, dsb.

Saya teringat pengalaman silam ketika negeti kita dilanda wabah virus Covid-19. Beberapa mall-mall atau gedung/ruko pertokoan nyaris sepi dan menampilkan suasana seram karena berisi hantu-hantu di siang bolong layaknya.

Namun kini apa yang terjadi dengan mall atau gedung pertokoan?. Para hantu mulai bersungut dengan mengangkat kopernya untuk kembali ke pohon-pohon besar atau hutan belantara tempat asalnya, karena sudah terisi dengan orang-orang yang sibuk kembali beraktivitas bisnis dan berbelanja kembali. Mulai terlihat seringai senyum bahagia para penjaga toko, satpam atau petugas parkir dari kondisi sebelumnya merengut kusut karena menganggur atau di-rumahkan.

Bekasi, 22 April 2023
#Selamat IdulFitri1444H
#MohonMaafLahir&Bathin

#Mudik&AngpauPenggerakEkonomi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun