A. Pengantar
Baru-baru ini, Menteri Keuangan -RI Â mengadakan konferensi pers mengenai "Penanganan Internal Sdr RAT" terkait kasus anak pejabat pajak tersebut yang melakukan penganiayaan berat terhadap anak korban dari salah pejabat organisasi masyarakat berpengaruh. Walaupun tindakan tersebut merupakan tindakan pribadi atau kenakalan remaja namun berdampak negatif cukup besar bagi institusi keuangan (bisnis.tempo.co., 24 Februari 2023).
Terhadap kejadian tersebut, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan bahwa ini mejadi refleksi bagi seluruh pegawai Kemenkeu yang berperilaku dengan gaya hidup mewah (hedonism) telah menggerus kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian Keuangan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Perilaku tersebut, kata Sri Mulyani, jelas mengkhianati dan mencederai seluruh jajaran Kementerian Keuangan yang telah bekerja secara jujur, bersih, dan profesional. Karena itu Kementerian Keuangan akan melakukan langkah-langkah korektif untuk menegakkan integritas sekaligus menindak pejabat yang ditengarai melakukan penyalahgunaan wewenang dan posisi, termasuk memperkaya diri sendiri.
Sementara itu dalam berita lainnya, Anak pejabat pajak tersebut, berinisal MDS (20 tahun), kini ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan berat korban, berinisial CDO (17 tahun), anak dari salah satu pengurus Ormas berpengaruh. Yang menjadi perhatian adalah ekspresi dari anak pejabat tersebut saat jumpa pers kepada publik oleh kepolisian dengan memakai baju tahanan berwarna oranye dan kedua lengannya diborgol, terlihat memasang muka datar. Netizen menyoroti ekspresinya yang 'tanpa rasa penyesalan'. MDS juga tidak terlihat menundukkan kepalanya (sebagai ekpresi penyesalan), sebagaimana pada umumnya pelaku kejahatan yang menunduk ketika sudah ditangkap polisi. Justru sebaliknya, dia terlihat menengadahkan wajahnya ketika kamera awak media menyorotnya (news.detik.com, 22/2/23).
Sebagai pemerhati masyarakat dan keluarga, saya tidak akan membahas masalah dampak gaya hedonis yang dikaitkan dengan penghasilan dan jabatan orangtuanya. Namun merasa miris dengan kondisi perilaku anak remaja, mungkin saja terjadi pada keluarga di sekitar kita, akibat ketidakpahaman dalam pola pengasuhan anak dan adanya pengaruh globalisasi yang telah menggeser budaya dan perilaku antara orang tua dan anak-anaknya.
B. Berbagai Tipe atau Pola Pengasuhan Anak Dalam KeluargaÂ
Pada 1960-an, psikolog Diana Baumrind telah melakukan penelitian pada lebih dari 100 anak usia prasekolah. Dengan menggunakan observasi naturalistik, wawancara orang tua, dan metode penelitian lainnya, ia mengidentifikasi beberapa dimensi penting dari pengasuhan anak termasuk strategi disiplin, kehangatan dan pengasuhan, gaya komunikasi, dan harapan kedewasaan dan kontrol. Berdasarkan dimensi ini, Baumrind menyarankan bahwa mayoritas orang tua memiliki tiga gaya pengasuhan yang berbeda. Penelitian selanjutnya oleh Maccoby dan Martin menyarankan untuk menambahkan gaya pengasuhan keempat. Masing-masing memiliki efek yang berbeda pada perilaku anak-anak.
Empat gaya atau pola pengasuhan yang telah diidentifikasi oleh Baumrind dan peneliti lain adalah: pengasuhan otoriter, pengasuhan otoritatif, pengasuhan permisif dan Gaya pengasuhan yang tidak terlibat.
   a. Pola Pengasuhan Otoriter
Dalam gaya pengasuhan ini, orang tua mengharapkan anaknya akan mengikuti aturan cukup ketat dan jika terjadi pelanggaran akan diberikan hukuman. Dalam hal ini, tidak ada komunikasi terbuka mengapa harus mengikuti aturan atau keinginan tersebut. Dalam pola pengasuhan tersebut sering dikenal dengan orang tua otoriter atau diktator karena anak-anaknya harus menuruti perintah tanpa penjelasan dan pertanyaan.
Ciri khas dari pola asuh otoriter adalah:
- orang tua memiliki harapan dan tuntutan tinggi terhadap anaknya dan tidak terlalu responsif terhadap anak-anak mereka.
- Mereka mengharapkan anak-anak mereka untuk berperilaku dengan standar luar biasa dan tidak boleh membuat kesalahan, mereka hanya memberikan sedikit arahan tentang apa yang harus mereka lakukan atau harapan di masa depan.
- Hukuman kesalahan atas pelanggaran perintah acap kali dilakukan, tanpa menjelaskan alasan atau memberikan kesempatan kepada si anak atas  kesalahan terjadi.
Dampak yang terjadi atas pola asuh tersebut akan menghasilkan anak yang penurut atau patuh dan mahir dalam bidangnya, namun mereka memiliki level rendah atas kebahagiaan, kompetensi sosial, dan harga diri. Dan mereka cenderung suka berbohong demi menghindari hukuman jika mengalami kesalahan.
   b. Pola Pengasuhan Otoritatif
Pola pengasuhan tersebut mirip dengan pengasuhan otoriter, namun agak demokratis. Dalam hal ini, orang tua bersikap keras terhadap anak-anaknya terhadap keinginan atau harapan dan aturan yang ditetapkan tetapi mereka memberikan kesempatan untuk menjelaskan jika mengalami pelanggaran atau kesalahan.
Ciri khas dari pola pengasuhan otoritatif:
- Orang tua bersikap keras agar memiliki berwibawa namun responsif terhadap anak-anak mereka dan bersedia mendengarkan pertanyaan.
- Orang tua ini mengharapkan banyak hal dari anak-anaknya, tetapi mereka memberikan kehangatan, umpan balik, dan dukungan yang memadai.
- Ketika anak-anak gagal memenuhi harapan, orang tua ini lebih mengasuh dan memaafkan daripada menghukum.
Menurut Baumrind, orang tua dengan pola asuh tersebut bijak menetapkan standar dan memantau perilaku anak-anak mereka. Metode disipliner mereka tegas dan mendukung namun tidak membatasi atau menghukum. Sikap wibawa dihadapan anak-anaknya bertujuan sebagai tauladan untuk mendidik dan membesarkan anak-anak agar dapat bertanggung jawab secara sosial, kooperatif, dan mengatur diri sendiri. Adanya harapan dan dukungan membantu anak-anak dari orang tua yang berwibawa mengembangkan keterampilan seperti kemandirian, pengendalian diri, dan pengaturan diri. Dampak yang terjadi atas pola asuh tersebut selain patuh dan disiplin namun cenderung memiliki kebahagiaan, cakap dan sukses.
  c. Pola Pengasuhan Permisif
Pola pengasuhan tersebut kebalikan dari otoriter karena orang tua justru memanjakan dan sangat sedikit tuntutan keinginan kepada anak-anaknya. Orang tua tersebut jarang mendisiplinkan anak-anak mereka karena mereka memiliki harapan kedewasaan dan pengendalian diri yang relatif rendah.
Ciri khas dari pola pengasuhan permisif:
- Orang tua yang permisif lebih memprioritaskan dan menginginkan sebagai teman bagi anak mereka daripada menjadi orang tua.
- Mereka berperilaku hangat dan penuh perhatian kepada anaknya walau cenderung menetapkan beberapa aturan tetapi jarang menegakkan aturan, dan memiliki sedikit harapan.
- Mereka mengizinkan anak-anak mereka untuk membuat keputusan sendiri.
Menurut Baumrind, orang tua yang permisif responsif tidak terlalu menuntut terhadap anak-anaknya, karena mereka tidak mengharapkan perilaku dewasa dari anak-anak mereka, anak-anak mungkin berjuang untuk menetapkan batasan untuk diri mereka sendiri. Dari segi positifnya dapat membantu anak-anak menjadi lebih mandiri dan sisi negatifnya, ini dapat berkontribusi pada pengaturan diri yang buruk. Orang tua yang permisif umumnya mengasuh dan komunikatif dengan anak-anak mereka, seringkali mengambil peran sebagai teman daripada menjadi orang tua. Dampak pola pengasuhan tersebut akan mengakibatkan anak-anak yang berperingkat rendah dalam kebahagiaan dan pengaturan diri (self control), termasuk mungkin mengalami masalah dengan otoritas dan cenderung berprestasi buruk di sekolah.
  d. Pola Pengasuhan Tidak Terlibat atau Lalai (Uninvolved)
Selain tiga gaya utama yang diperkenalkan oleh Baumrind, psikolog Eleanor Maccoby dan John Martin mengusulkan gaya keempat: pengasuhan yang tidak terlibat atau lalai. Gaya pengasuhan yang tidak terlibat ditandai dengan sedikit tuntutan, daya tanggap yang rendah, dan komunikasi yang sangat sedikit. 3
Ciri khas dari pola pengasuhan yang tidak terlibat (Uninvolved):
- orang tua tersebut hanya memenuhi kebutuhan dasar anak, dan mereka seolah melepaskan diri dari kehidupan anak mereka.
- Mereka hanya memastikan jika anak-anak mereka layak diberi makan dan fasilitas kehidupan tetapi tidak memberikan harapan atau keinginan sama sekali dalam hal membimbing, menetapkan aturan atau dukungan.
- Orang tua ini mungkin tampaknya terlihat acuh tak acuh, tidak responsif, bahkan meremehkan.
- Dalam beberapa kasus, orang tua ini akan menolak jika diangap mengabaikan kebutuhan anak-anak mereka. Umumnya mereka memiliki perilaku kasar secara fisik atau emosional.
Sebuah studi penelitian tahun 2019 menemukan bahwa anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang lalai cenderung harus berjuang di sekolah, mengalami depresi dan memiliki hubungan sosial yang lebih buruk, mereka mengalami kesulitan mengendalikan emosi mereka, dan lebih banyak mengalami kecemasan. Dampak dari gaya pengasuhan yang tidak terlibat menempati peringkat terendah di semua domain kehidupan, anak-anak mereka cenderung kurang mengendalikan diri, memiliki harga diri yang rendah, dan kurang kompeten dibandingkan teman sebayanya.
C. Dampak Pola Pengasuhan Orang Tua Terhadap Kehidupan Anak
Pola pengasuhan merupakan konsep atau konstruksi yang digunakan untuk menggambarkan berbagai strategi yang cenderung digunakan orang tua ketika membesarkan anak-anak. Pola pengasuhan tersebut seharusnya mempertimbangkan perilaku dan sikap atau karakter orang tua dan lingkungan emosional di mana mereka membesarkan anak-anak mereka.
Psikolog perkembangan telah lama tertarik pada bagaimana orang tua mempengaruhi perkembangan anak. Namun, menemukan hubungan sebab-akibat yang sebenarnya antara tindakan spesifik orang tua dan perilaku anak-anak di kemudian hari sangat sulit.
Beberapa anak yang dibesarkan di lingkungan yang sangat berbeda kemudian dapat tumbuh memiliki kepribadian yang sangat mirip. Sebaliknya, anak-anak yang berbagi rumah dan dibesarkan di lingkungan yang sama dapat tumbuh memiliki kepribadian yang sangat berbeda.
Terlepas dari tantangan ini, para peneliti telah mengemukakan bahwa ada hubungan antara gaya pengasuhan dan efek gaya ini pada anak-anak. Dan beberapa menyarankan efek ini terbawa ke dalam perilaku orang dewasa.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengasuhan dapat memiliki berbagai dampak pada kehidupan anak-anak mereka, antara lain:
- Bidang Pendidikan: pola pengasuhan memiliki peran dalam kehidupan untuk mencapai prestasi dan motivasi pendidikan. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang permisif dan pengabaian, maka cenderung mengalami prestasi Pendidikan yang rendah dibandingkan pola pengasuhan lainnya.
- Kesehatan mental: pola pengasuhan juga memengaruhi kesejahteraan mental anak. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang otoriter, permisif, atau tidak terlibat /pengabaian cenderung mengalami lebih banyak kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya. 3
- Kepercayaan diri: Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua dengan gaya otoritatif cenderung memiliki harga atau kepercayaan diri yang kuat daripada anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua dengan gaya lain,
- Hubungan sosial: Gaya pengasuhan dapat memengaruhi cara anak-anak berhubungan dengan orang lain. Misalnya, anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang permisif lebih mungkin diintimidasi, sementara anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua otoriter lebih cenderung menggertak orang lain.
- Hubungan orang dewasa: Para peneliti juga menemukan bahwa anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang ketat dan otoriter mungkin lebih mungkin mengalami pelecehan emosional dalam kehidupan saat dewasa nantinya.
D. Strategi Pengelolaan Mengasuh Anak
Jika Anda memperhatikan bahwa Anda cenderung lebih otoriter, permisif, atau tidak terlibat, ada langkah-langkah yang dapat Anda ambil untuk mengadopsi gaya pengasuhan yang lebih berwibawa. Strategi yang dapat membantu meliputi:
- Mendengarkan: Menghabiskan waktu mendengarkan apa yang dikatakan anak Anda. Biarkan mereka berbagi pendapat, ide, dan kekhawatiran mereka dengan Anda.
- Menetapkan aturan: Buat seperangkat aturan yang jelas untuk rumah tangga Anda dan komunikasikan harapan Anda kepada anak Anda. Selain memberi tahu anak Anda apa aturannya, pastikan untuk menjelaskan mengapa aturan ini ada.
- Mempertimbangkan masukan anak Anda: Orang tua yang berwibawa menetapkan aturan tetapi juga bersedia mendengarkan perasaan anak mereka dan mempertimbangkannya ketika membuat keputusan.
- Melakukan Dengan Konsisten: Terapkan aturan secara konsisten, tetapi pastikan untuk memberikan konsekuensi yang adil, proporsional, dan mendidik.
Mengembangkan gaya pengasuhan yang lebih berwibawa membutuhkan waktu. Namun, dengan latihan dan upaya yang konsisten, Anda akan menemukan bahwa pendekatan Anda terhadap pengasuhan secara bertahap bergeser ke pendekatan yang lebih mendukung dan terlibat yang dapat mengarah pada hasil perkembangan yang lebih baik.
E. Penutup
Fenomena Mario seperti dalam pengantar artikel merupakan dampak seperti gunung es yang perlu menjadi perhatian kita bahwa banyak Mario-Mario lain di sekitar kita yang perlu disadari bagi orang tua, terutama keluarga muda, bagaimana mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Teringat pepatah lama bahwa orang tua boleh makan jagung atau bubur tetapi anaknya harus makan nasi sering dipahami dengan salah kaprah.
Pelimpahan kasih sayang kepada anak dengan memberikan pemenuhan kebutuhan secara materi tidaklah cukup karena perlunya menyisihkan waktu bagi para orang tua, terutama kaum urban di kota-kota besar yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk bekerja mencari uang, untuk memberikan perhatian penuh dan berkomunikasi serta mendidik secara baik.
Demikian halnya dengan pepatah bahwa buah tak jauh dari pohonnya akan menjadi refleksi bagi kita namun sikap dan kepribadian bukanlah sebagai warisan kepada anak-anaknya, selain harta nantinya. Dengan menyadari kesalahan dalam pola pengasuhan anak sebenarnya dapat kita perbaiki secara dini, namun perlu komitmen diri dalam berperilaku dihadapannya sebagai orang tua karena seorang anak akan menauladani perilaku dan sikap kita.
Berdasarkan simpulan seperti yang diuraikan dalam artikel bahwa pentingnya memahami bahwa pengelolaan keluarga dalam kepemimpinan berbeda dengan pengelolaan organisasi yakni penerapan pengelolaan secara demokratis dalam organisasi akan berdampak positif bagi kinerja yang diperoleh Sedangkan dalam mengelola keluarga justru pola pengasuhan secara otoritatif akan berdampak positif bagi perkembangan jiwa anak. Namun demikian, para orang tua juga perlu mempertimbangkan dimensi lain seperti budaya, lingkungan dimana kita tinggal, dan terpenting aspek agama dalam mendidik anak untuk menanamkan jiwa religius terhadap jiwanya.
Dan sebagai penutup artikel bahwa kita perlu menyadari bahwa kebahagian keluarga tidaklah berdasarkan limpahan materi secara fisik, dan keterbatasan waktu bukanlah sebagai penghalang untuk memberi perhatian kepada seorang anak sepanjang kita bisa sedikit menyisihkan waktu untuk berkumpul bersama dan mau mendengarkan keluh-kesah sebagai sikap terbuka dan mendorong mereka untuk berusaha mandiri menyelesaikan permasalahan kehidupan mereka yang dihadapi dengan memberikan solusi atau nasehat tanpa menggurui.
Referensi:
Bright Horizon (2021), What Is My Parenting Style? Four Types of Parenting, www.brighthorizons.com, September 16, 2021.
 https://www.brighthorizons.com/resources/Article/parenting-style-four-types-of-parenting
Ceri Kendra (2022), Why Parenting Styles Matter When Raising Children, www.verywellmind.com, December 01, 2022. https://www.verywellmind.com/parenting-styles-2795072
detiknews, Ekspresi Dandy Anak Pejabat Pajak Penganiaya David Jadi Sorotan, news.detik.com, 22 Pebruari 2022. https://news.detik.com/berita/d-6586151/ekspresi-dandy-anak-pejabat-pajak-penganiaya-david-jadi-sorotan. Â
tempo.co, Â Anak pejabat pajak menganiaya, Sri Mulyani Menggerus Kepercayaan Publik Terhadap Kementerian Keuangan, www.bisnis.tempo.co. 22 Pebruari 2022, https://bisnis.tempo.co/read/1695378/anak-pejabat-pajak-menganiaya-sri-mulyani-menggerus-kepercayaan-publik-terhadap-kementerian-keuangan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H