Mohon tunggu...
Cak Bro Cak Bro
Cak Bro Cak Bro Mohon Tunggu... Administrasi - Bagian dari Butiran debu Di Bumi pertiwi

Menumpahkan barisan Kata yang muncul di Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perspektif Kebijakan Publik terkait Fenomena Perpanjangan Masa Jabatan Kades

29 Januari 2023   07:00 Diperbarui: 29 Januari 2023   07:03 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perspektif Kebijakan Publik: Perlukah Perpanjang Masa Jabatan Kepala Desa?

Oleh Subroto

Member Birokrat Menulis

 

  • Pengantar

Minggu lalu, saya mendapat info bahwa jika ingin ke kantor di Senayan harus cari jalan lain karena pagi-pagi tempat parkir kantor dipenuhi bus-bus. Bus tersebut adalah rombongan para kepala desa yang akan berdemo ke Gedung DPR-RI terkait dengan tuntutan untuk memperpanjang masa jabatan Kepala Desa (Kades) semula 6 tahun menjadi 9 tahun. Namun berkat negosiasi yang baik, kepala Satpam kantor berhasil memindahkan bus tersebut dan diarahkan ke area stadion Gelora Bung Karno.

Berdasarkan lansiran berita di media bahwa para Kelapa Desa melalui Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) meminta kepada pemerintah agar masa jabatan kepala desa (kades) tidak hanya diubah dari enam tahun menjadi sembilan tahun, bahkan  Apdesi meminta agar kepala desa bisa menjabat hingga 27 tahun atau tiga periode. Alasan tersebut diungkapkan Sunan selaku wakil Apdesi, "Kami merekomendasikan agar bukan lagi sembilan tahun tiga periode, tapi tiga periode. Karena alasan kita, yang sudah menjabat dari masa sekarang itu otomatis dia tidak bisa mencalonkan lagi jadi kepala desa ada yang satu, dua, tiga periode. Kalau misalnya tidak disetujui 3 periode, kan masalah bagi yang 2 periode," kata Sunan, dalam jumpa pers di Sunbreeze Hotel, Jakarta Pusat, Senin (23/1/2023).

Sebenarnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mendukung penuh tuntutan para Kepala Desa (Kades) terkait penambahan masa jabatan Kades menjadi 9 tahun. Usulan tambahan masa jabatan Kades sebenarnya sudah ia sampaikan sejak Mei 2022 lalu saat bertemu dengan para pakar di Universitas Gajah Mada (UGM)
 ungkap Gus Halim di Jakarta, Rabu (18/1/2023)

Pro kontra terhadap tuntutan tersebut terjadi perdebatan di masyarakat, walau pun wakil rakyat (bahkan Presiden RI) menyetujui atas tuntutan tersebut dengan alasan, salah satunya untuk menjaga kondusivitas saat ini karena sudah mulai menjelang dan menuju Pemilihan Presiden Tahun 2024. Namun di kalangan masyarakat ada sebagian yang belum begitu memahami apa pengertian desa dan kepala desa, perbedaan kelurahan dan Lurah, mengapa mereka begitu antusias untuk memperpanjang jabatan Kades, dan sebagainya.

  • Pengertian Desa dan Pemerintahan Desa

 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan dipertegas kembali dalam peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud dalam UUD Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian tersebut juga tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Demikian halnya, unsur Pemerintahan Desa menurut UU No. 32 Tahun 2004 dan PP. 72 Tahun 2005, dapat dijelaskan sebagai berikut :

  • a. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia.
  • b. Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa, Pelaksana Teknis Lapangan, dan Unsur Kewilayaan.
  • c. Badan Permusyawarahan Desa (BPD) adalah lembaga yang meraupkan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan desa, berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

Sebagai tambahan, di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2015 juga ditegaskan bahwa kepala desa merupakan pejabat Pemerintah Desa yang berwenang, bertugas, dan berkewajiban menyelenggarakan rumah tangga desanya dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Kepala desa memiliki masa jabatan selama enam tahun dan bisa diperpanjang untuk tiga kali masa jabatan berikutnya secara berturut-turut atau tidak.

  • Perbedaan Kepala Desa dan Lurah

Pada dasarnya, kelurahan dibentuk berdasarkan Undang undang nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah bahwa Kelurahan adalah wilayah sebagai perangkat daerah Kabupaten dan Kota. Kelurahan dikepalai oleh seorang Lurah sebagai pemimpin dan pelaksanaan proses pembangunan daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang tercantum dalam Pasal 228 dan 229 yakni di tuntut agar bisa membuat masyarakat sejahtera dan berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan daerah baik dalam pemberdayaan masyarakat untuk bertujuan agar proses pembangunan berjalan sesuai tujuan pembangunan dan kemajuan suatu daerah.

Istilah Lurah seringkali diartikan dengan jabatan Kepala Desa, di Jawa pada umumnya, secara historis pemimpin dari sebuah desa dikenal dengan istilah Lurah. Namun dalam konteks pemerintahan Indonesia, sebuah kelurahan dipimpin oleh Lurah, sedangkan Desa dipimpin oleh Kepala Desa. Tentu saja keduanya berbeda, karena Lurah adalah pegawai negeri sipil yang bertanggung jawab kepada Camat, sedangkan Kepala Desa bisa dijabat oleh siapa saja yang memenuhi syarat, dan dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan kepala Desa (Pilkades).

Berkaitan dengan anggaran operasional juga sangat berbeda. Kelurahan merupakan bagian dari perangkat daerah Kabupaten atau Kota, maka program kegiatan dan anggaran berdasarkan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten atau Kota tersebut. Sedangkan Pemerintah Desa, sejak awal negara di pimpin oleh Presiden Jokowi dan sesuai dengan komitmen dalam kampanye, maka anggaran yang dikelola Pemerintah Desa dengan besaran sekitar Rp 1 milyar setiap desa.

Alokasi anggaran tersebut berasal dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) selaku pengampu atau pembina sesuai dengan Permendes No. 6 Tahun 2015, salah satu tugas adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa. Selain itu,  dimungkinkan adanya program tambahan lainya yang berasal dari Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan tugasnya yang tercantum Permendagri Nomor 43 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri salah satunya adalah berupa perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan di bidang fasilitasi penataan desa, penyelenggaraan administrasi pemerintahan desa, pengelolaan keuangan dan aset desa.

  • Masa Jabatan Kepala Desa

Berkaitan dengan masa jabatan kepala desa tercantum dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 39 (1) disebutkan bahwa Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Sedangkan pada pasal 39 (2) menyebutkan bahwa Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Pemberhentian sebagai Kepala Desa dapat dilakukan juga  tercantum dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 39 (1) yakni karena meninggal dunia, permintaan sendiri; atau diberhentikan, atau pasal 39 (2) yakni berakhir masa jabatannya; tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan, tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Kepala Desa; atau melanggar larangan sebagai Kepala Desa.

Selain itu, Kepala Desa dapat diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun (Pasal 41), setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara (Pasal 42), dan dapat diberhentikan setelah dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Pasal 43).

  • Pentingkah Merevisi Masa Jabatan Kepala Desa?

Menurut pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah menyatakan bahwa wacana perpanjangan masa jabatan Kepala Desa tidak sesuai dengan konstitusi yang mengatur bahwa masa jabatan seseorang mesti dibatasi, seharusnya jabatan kepala desa itu mengikuti konstitusi bahwa masa jabatan 5 tahun, itu dulu sudah diperpanjang jadi 6 tahun. Sebagai tambahan, perpajangan masa jabatan tersebut berdampak negatif karena dapat membuat Kades menjadi "raja kecil" yang memerintah tanpa pengawasan ketat, selain itu dapat meminggirkan aspirasi warga yang tidak mendukungnya sehingga pembangunan desa tidak dapat berjalan dengan baik.

Hal senada diungkapkan pula oleh pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari bahwa perubahan masa jabatan Kades akan memperlama menjabat dan berdampak dapat menimbulkan sifat koruptif karena Kades berwenang mengelola dana desa dengan jumlah anggaran tidak sedikit dan kekuasaan yang terlalu lama akan menimbulkan dampak buruk dalam pengelolaan negara secara administratif.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, seperti yang telah diungkapkan di awal artikel, sebagai wakil pemerintah merupakan pihak yang mendukung penambahan masa jabatan Kades. Dengan alasan, pemerintah mempertimbangkan kondusifitas hubungan antar warga di desa selama pasca Pilkades hingga menjelang Pilkades berikutnya. Oleh karena itu, sebaiknya masa jabatan Kades ditambah menjadi 9 tahun untuk meredam tensi antar warga akibat perbedaan pilihan dalam Pilkades sebelumnya.

Seperti diketahui bahwa dampak Pilkades itu melebihi dampak pilgub (Pemilihan Gubernur) bahkan Pilpres (Pemilihan Presiden). Berbagai upaya persuasi perlu di lakukan dan digerakkan di desa sebagai ikhtiar meredakan dampak Pilkades yang cukup kental, dan untuk itu perlu ditambah masa jabatannya.

Yang menarik, tidak semua para Kades menyetujui adanya perpanjangan masa jabatan. Seperti yang dikatakan Rafik Rahmat Taufik selaku Kades Bayah Timur, Kabupaten Lebak dan juga menjabat sebagai Sekretaris  Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Lebak, bahwa dampak perpanjangan akan meningkatkan sasaran hujatan masyarakat kepada Kades di media sosial karena dianggap serakah dan gila kekuasaan. Selain itu, beban sebagai Kades yang diemban selama ini menjadi sulit akibat kebijakan pemerintah pusat yang dinilai masyarakat (misalnya penetapan bantuan sosial merupakan kewenangan pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial) tetapi Kades yang mendapat penilaian negatif.

Selaku pengamat fakir atas permasalahan yang terjadi saya teringat saat menonton you tube dengan judul " Public Analyist Police: Konsep dan Studi Kebijakan Publik" yang diselenggarakan oleh LAN-RI bekerja sama dengan Tanoto Foundation. Prof. Dr. Eko Prasojo, Meg., rer.,publ sebagai narasumber selaku pakar kebijakan publik menyebutkan bahwa dalam kondisi terkini dengan berbagai perubahan di era VUCA (Volatile, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity) memang diperlukan perubahan radikal dengan mengusung mind-set dan culture-set baru bagi penyelenggara pemerintah secara multilevel governance agar bisa bersikap fleksibel dan agile dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Beliau juga mengatakan bahwa kebijakan publik tidak hanya berfokus tentang hal berkaitan bagaimana menerapkan pengelolaan atau penyelenggaraan yang baik (administration), tetapi harus dikombinasikan atau mengadopsi kepentingan politik untuk menghasilkan pelayanan publik kepada masyarakat selaku stakeholder utama. Dampak yang dihasilkan adalah bagaimana tingkat kepuasan masyarakat dan nantinya akan berpengaruhi ketika masyarakat akan memilih kembali (melalui pemilihan entah Pilpres, Pilkada atau Pilkades) pada periode berikutnya.

Fenomena atau gejala yang terjadi saat ini merupakan refleksi pergulatan baik dari sisi pemerintah melalui pelaku penyelenggara atau aparat pemerintah dan wakil rakyat untuk mencari dukungan atau simpati kepada masyarakat dengan berbagai aksi dan sayangnya, kondisi saat ini selalu dikaitkan dengan masa transisi menuju pemilihan umum mendatang. Dengan demikian, apa pun yang dilakukan atau siapa pun yang melakukan jika disertai denga isu-isu negatif yang memanaskan suasana berdampak menimbulkan kecurigaan bagi masyarakat.

Prof. Dr. Eko Prasojo juga menyebutkan berdasarkan teori Public Governance tentang model penyelenggaraan pemerintah terdiri dari: a) Government 1.0 (model orientasi birokratik) b) Government 2.0 (orientasi pasar atau New Public Management-NPM), c) Government 3.0 (Public Value Model -- complex role of network and governance), dan d) Government 4.0 ( 4th generation administrtative model). Dari gejala atau fenomena yang terjadi dapat disimpulkan secara naif bahwa negara kita masih meributkan masalah kepentingan birokrat dibandingkan membahas mengenai konten pelayanannya dan berbeda dengan negara singapur yang sudah beranjak pada level Government 4.0.

Penutup

Kembali lagi kepada permasalahan di atas apakah perlu memperpanjang masa jabatan kepala desa sebagai ujung tombak wakil pemerintah dalam memberikan pelayanan masyarakat. Jika pun benar bahwa perpanjangan masa jabatan merupakan peluang yang dibolehkan sesuai dengan UU Nomor 6 tahun 2014 dan memang urgen maka perlu diberikan alasan yang rasional (reasonable) kepada masyarakat, jika terjadi kekisruhan berarti adanya hambatan saluran komunikasi dengan masyarakat dalam melakukan sosialisasinya.

Namun patut diperhatikan pula, bahwa kinerja kepala desa selama ini selalu menjadi sorotan publik dengan adanya berbagai kasus penyimpangan yang terjadi dan belum baiknya hasil pelayanan publik terutama di wilayah luar jawa dalam akuntabilitas dan transparansi sebagai salah satu prinsip mendorong kepercayaan kepada masyarakat.

Berdasarkan fenomena yang terjadi menjadi catatan bagi penyelenggara pemerintah untuk memahami teori kebijakan publik dalam menjalankan perannya terhadap 3 faktor yakni pengetahuan (knowledge), kewenangan (authority) dan kepentingan politik (political). Dengan demikian dalam melangkah akan terlihat kematangan organisasi pemerintah apakah bandul lebih mengedepankan kepentingan politik atau peningkatan pengelolaan penyelenggaraan pemerintah (administratif) demi pelayanan public kepada masyarakat.

Walaupun dimungkinkan perpanjangan masa jabatan Kades tersebut menurut ketentuan perundangan, dalam hal ini pentingnya sosialisasi kepada masyarakat melalui jalur komunikasi yang efektif, sehingga tidak terjadi perdebatan yang berkepanjangan di kalangan masyarakat. 

Selain itu, adanya berbagai berita mengenai penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa Kepala Desa merupakan indikator bahwa kualitas penyelenggaraan apparat desa belum baik dan menjadi tanggung jawab kementerian pengampu untuk melakukan monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis  untuk meningkatkan kualitas SDM dan penyelenggaraan pemerintahan termasuk pengelolaananggaran secara akuntabel. Dan sebagai penutup, bagi seorang pemimpin pentingnya kecerdasan emosional dalam penyampaian  informasi kepada masyarakat agar tidak terjadi kekisruhan saat ini, apalagi dalam suasana politik yang cukup sensitif menjelang pemilihan pemimpin di masa mendatang.

 
Referensi:

Ardito Ramadhan. "Perpanjangan Masa Jabatan Kades, Bahaya bagi Demokrasi tapi Dapat Lampu Hijau Pemerintah", Kompas.com. https://nasional.kompas.com/ read/2023/01/21/08161401/perpanjangan-masa-jabatan-kades-bahaya-bagi-demokrasi-tapi-dapat-lampu-hijau.

Acep Nazmudin. "Kades di Lebak Tolak Masa Jabatan 9 Tahun: Kami Makin Dihujat, Dianggap Serakah", Kompas.com. https://regional.kompas.com/read/2023/01/20/135005378/kades-di-lebak-tolak-masa-jabatan-9-tahun-kami-makin-dihujat-dianggap.

Detik.com. "Setuju Jabatan Kades Jadi 9 Tahun, Mendes: Terus Kami Perjuangkan", https://news.detik.com/berita/d-6521633/setuju-jabatan-kades-jadi-9-tahun-mendes-terus-kami-perjuangkan

S. Dian Andryanto. Sering Dianggap Sama, Berikut Perbedaan Kepala Desa dan Lurah, www.nasional.tempo.co,  21 Juni 2022. https://nasional.tempo.co/read/1603990/sering-dianggap-sama-berikut-perbedaan-kepala-desa-dan-lurah

Wildan Noviansah. Apdesi Minta Masa Jabatan Kepala Desa Bisa Sampai 27 Tahun, Detik.com,
https://news.detik.com/berita/d-6530057/apdesi-minta-masa-jabatan-kepala-desa-bisa-sampai-27-tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun