Yang menarik, tidak semua para Kades menyetujui adanya perpanjangan masa jabatan. Seperti yang dikatakan Rafik Rahmat Taufik selaku Kades Bayah Timur, Kabupaten Lebak dan juga menjabat sebagai Sekretaris  Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Lebak, bahwa dampak perpanjangan akan meningkatkan sasaran hujatan masyarakat kepada Kades di media sosial karena dianggap serakah dan gila kekuasaan. Selain itu, beban sebagai Kades yang diemban selama ini menjadi sulit akibat kebijakan pemerintah pusat yang dinilai masyarakat (misalnya penetapan bantuan sosial merupakan kewenangan pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial) tetapi Kades yang mendapat penilaian negatif.
- Kajian Publik Atas Fenomena Demo Perpanjangan Masa Kades
Selaku pengamat fakir atas permasalahan yang terjadi saya teringat saat menonton you tube dengan judul " Public Analyist Police: Konsep dan Studi Kebijakan Publik" yang diselenggarakan oleh LAN-RI bekerja sama dengan Tanoto Foundation. Prof. Dr. Eko Prasojo, Meg., rer.,publ sebagai narasumber selaku pakar kebijakan publik menyebutkan bahwa dalam kondisi terkini dengan berbagai perubahan di era VUCA (Volatile, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity) memang diperlukan perubahan radikal dengan mengusung mind-set dan culture-set baru bagi penyelenggara pemerintah secara multilevel governance agar bisa bersikap fleksibel dan agile dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Beliau juga mengatakan bahwa kebijakan publik tidak hanya berfokus tentang hal berkaitan bagaimana menerapkan pengelolaan atau penyelenggaraan yang baik (administration), tetapi harus dikombinasikan atau mengadopsi kepentingan politik untuk menghasilkan pelayanan publik kepada masyarakat selaku stakeholder utama. Dampak yang dihasilkan adalah bagaimana tingkat kepuasan masyarakat dan nantinya akan berpengaruhi ketika masyarakat akan memilih kembali (melalui pemilihan entah Pilpres, Pilkada atau Pilkades) pada periode berikutnya.
Fenomena atau gejala yang terjadi saat ini merupakan refleksi pergulatan baik dari sisi pemerintah melalui pelaku penyelenggara atau aparat pemerintah dan wakil rakyat untuk mencari dukungan atau simpati kepada masyarakat dengan berbagai aksi dan sayangnya, kondisi saat ini selalu dikaitkan dengan masa transisi menuju pemilihan umum mendatang. Dengan demikian, apa pun yang dilakukan atau siapa pun yang melakukan jika disertai denga isu-isu negatif yang memanaskan suasana berdampak menimbulkan kecurigaan bagi masyarakat.
Prof. Dr. Eko Prasojo juga menyebutkan berdasarkan teori Public Governance tentang model penyelenggaraan pemerintah terdiri dari: a) Government 1.0 (model orientasi birokratik) b) Government 2.0 (orientasi pasar atau New Public Management-NPM), c) Government 3.0 (Public Value Model -- complex role of network and governance), dan d) Government 4.0 ( 4th generation administrtative model). Dari gejala atau fenomena yang terjadi dapat disimpulkan secara naif bahwa negara kita masih meributkan masalah kepentingan birokrat dibandingkan membahas mengenai konten pelayanannya dan berbeda dengan negara singapur yang sudah beranjak pada level Government 4.0.
Penutup
Kembali lagi kepada permasalahan di atas apakah perlu memperpanjang masa jabatan kepala desa sebagai ujung tombak wakil pemerintah dalam memberikan pelayanan masyarakat. Jika pun benar bahwa perpanjangan masa jabatan merupakan peluang yang dibolehkan sesuai dengan UU Nomor 6 tahun 2014 dan memang urgen maka perlu diberikan alasan yang rasional (reasonable) kepada masyarakat, jika terjadi kekisruhan berarti adanya hambatan saluran komunikasi dengan masyarakat dalam melakukan sosialisasinya.
Namun patut diperhatikan pula, bahwa kinerja kepala desa selama ini selalu menjadi sorotan publik dengan adanya berbagai kasus penyimpangan yang terjadi dan belum baiknya hasil pelayanan publik terutama di wilayah luar jawa dalam akuntabilitas dan transparansi sebagai salah satu prinsip mendorong kepercayaan kepada masyarakat.
Berdasarkan fenomena yang terjadi menjadi catatan bagi penyelenggara pemerintah untuk memahami teori kebijakan publik dalam menjalankan perannya terhadap 3 faktor yakni pengetahuan (knowledge), kewenangan (authority) dan kepentingan politik (political). Dengan demikian dalam melangkah akan terlihat kematangan organisasi pemerintah apakah bandul lebih mengedepankan kepentingan politik atau peningkatan pengelolaan penyelenggaraan pemerintah (administratif) demi pelayanan public kepada masyarakat.
Walaupun dimungkinkan perpanjangan masa jabatan Kades tersebut menurut ketentuan perundangan, dalam hal ini pentingnya sosialisasi kepada masyarakat melalui jalur komunikasi yang efektif, sehingga tidak terjadi perdebatan yang berkepanjangan di kalangan masyarakat.Â
Selain itu, adanya berbagai berita mengenai penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa Kepala Desa merupakan indikator bahwa kualitas penyelenggaraan apparat desa belum baik dan menjadi tanggung jawab kementerian pengampu untuk melakukan monitoring dan evaluasi serta bimbingan teknis  untuk meningkatkan kualitas SDM dan penyelenggaraan pemerintahan termasuk pengelolaananggaran secara akuntabel. Dan sebagai penutup, bagi seorang pemimpin pentingnya kecerdasan emosional dalam penyampaian  informasi kepada masyarakat agar tidak terjadi kekisruhan saat ini, apalagi dalam suasana politik yang cukup sensitif menjelang pemilihan pemimpin di masa mendatang.
Â
Referensi: