Dengan berpeluh ku kejar bis kota,
Hingga tersampai di terminal jeda.
Waktu berjalan masih pagi buta,
Ku ingin duduk di bis berikutnya.
Kursi belakang tempat favorit ku,
mengantar ke tempat sekolahku.
Namun bukan itu penyebabnya,
Yang rela untuk bangun pagi buta.
Entah sesiapa yang terlebih dahulu,
Seolah kita selalu berpapasan selalu.
Saat bertemu ia selalu tertunduk malu,
Ku pun selalu persilahkan naik lebih dulu.
Kejadian pagi selalu bertemu dengannya,
Tak ada kata perkenalan diantara kita.
Memang antara kita berbeda sekolah,
Hanya bis kota searah yang antar kita.
Entah kenapa ku tak berani menyapa,
Hanya degup jantung saat melihatnya.
Dalam perjalanan selalu lihat rambutnya,
Dan berpura alihkan saat ia menolehnya.
Nampak terlihat ia begitu sangat dewasa,
Keberanianku  seolah tak mampu menyapa.
Keberanian terparkir anggap dia kakak kelas,
Kesempatan tak kumanfaatkan dengan bebas.
Entah kenapa ku tak berani mendekatinya,
Padahal kursi kosong selalu ada dengannya.
Antara kantuk dan mimpi dalam perjalanan,
Seolah kami bercanda dia tersenyum menawan.
Tatkala bis berhenti di halte dekat sekolahku,
Seolah dia akan menoleh untuk melihat padaku.
Di pinggir jalan sesekali ku toleh arah bis kota,
Merutuk sekian kali karena tak mampu menyapa.
Puluhan tahun baru kusambangi tempatku dulu,
Tak lupa untuk berhenti sejenak di terminal itu.
Seolah berharap bis dahulu dan bertemu dengannya,
Kini keberanianku ada tuk berkenalan dan menyapa.
Setiap pagi ku coba untuk parkir mobil dekat halte itu,
Menatap lalu lalang orang naik biskota kenanganku.
Hapus sudah harapan ketika sang surya mulai terpancar,
Namun kenangan waktu itu tak terhapus dan memendar.
Bekasi 24/10/22, @Cakbro
#KenanganJumpaTanpaTanya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H