- Pengantar
Bulan lalu, penulis sempat berkunjung ke kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Ada semacam tautan kenangan manis karena sebelumnya penulis pernah tinggal disana karena penempatan tugas. Untuk menggegarkan kembali ingatan, penulis sempat berjalan menuju arah jalan utama kantor gubernuran sepanjang sungai Mahakam.
Tatkala melintas wilayah kota, ternampak mulai ada kesibukan aktivitas masyarakat untuk menggeliatkan ekonomi disana. Hal ini berbeda dengan suasana tahun sebelumnya yang terlihat murung dan sepi lantaran adanya kondisi pandemi Covid-19.Â
Ada hal yang menarik, ketika penulis melewati stadion madya Sempaja terletak ditengah kota dan Stadion Utama Palaran yang berjarak 15 menit dari kota. Stadion termegah tersebut pada saat itu sebagai ikon masyarakat, kini terlihat mangkrak dan terbengkalai..
Pihak Pemprov Kaltim sebenarnya mulai berbenah diri Kembali dengan merapikan agar stadion tersebut agar bisa difungsi-manfaatkan kepada masyarakat.Â
Namun demikian, adanya keterbatasan anggaran pemeliharaan Stadion dan gedung olahraga sekitarnya masih jauh dari harapan untuk dapat dikatakan layak digunakan. Â
Kondisi tersebut merupakan permasalahan klasik bagi semua Pemerintah Daerah dan Pusat yang mampu membangun Stadion dan Gedung Olahraga (Gelora) dengan megah, karena adanya suatu event tertentu, namun tak mampu untuk memelihara pada periode berikutnya dengan alasan keterbatasan anggaran yang dimilikinya.
- Mampu Membangun Stadion Megah, Kini Terkendala Pemeliharaannya
Arditya A. Azis, di laman www.kaltimkece.id, (31/10/2019) menyebutkan bahwa bangunan megah Stadion Utama Palaran tersebut dulunya menelan biaya Rp 800 miliar dan dibangun dengan taraf internasional, sebagai salah satu stadion yang digunakan untuk penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2008 di Provinsi Kalimantan Timur.
Saat ini, kondisi stadion Utama Palaran cukup mengharukan karena telah dikelilingi tanaman belukar, tembok bangunan yang retak, dan tiang pancang stadion tampak kusam dimakan korosi serta telah ditumbuhi rumput liar.Â
Demikian pula dengan jalan masuk ke stadion dari jalan utama, yang memakan waktu 10 menit, dipenuhi jalan berlubang dan sebagian terlihat tanahnya amblas karena sering dilewati truk-truk bermuatan penuh.
Menurut penjelasan Pengurus Stadion, sebenarnya pemerintah telah melakukan audit building atau pemeriksaan bangunan pada tahun 2016 untuk mengetahui tingkat kerusakan stadion, ternyata untuk rekondisi agar megah kembali membutuhkan dana sekitar Rp 160 miliar.Â
Hasil audit itu pun tak bisa ditindak lanjuti, dengan alasan klasik karena anggaran tak mencukupi sehingga hanya mampu sediakan biaya pemeliharaan minimal, itu pun hanya Gedung GOR Serbaguna.
Sebenarnya dalam APBD PemProv Kaltim dalam setahun telah menyediakan dana pemeliharaan berkisar Rp1,3 miliar. Namun, alokasi dana tersebut tidak mencukupi untuk pemeliharaan Stadion Palaran dengan luas 88 Hektar bersama 10 gelanggang arena (venue), itu pun harus dibagi untuk pemeliharaan Stadion Madya Sempaja yang berlokasi di tengah kota Samarinda. Ditambah lagi, adanya pandemi Covid-19 menyebabkan sebagian anggaran diperuntukkan dalam penaggulangan di bidang Kesehatan.
Di satu sisi dalam berita lainnya pada laman www.TribunPalu.com (4/9/2019), Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan kini resmi mengambil alih pengelolaan Stadion Mattoanging (Andi Mattalatta), setelah mendapat kepastian hukum melalui pendekatan persuasive kepada pihak ketiga PT Yayasan Olahraga Sulawesi Selatan (YOSS) selaku pengelola stadion selama 37 tahun, yang baru diketahui ternyata merupakan aset milik Pemprov Sulsel tersebut.
Aset BMD Pemprov Sulteng dengan nilai triliunan berhasil dikembalikan karena melakukan koordinasi dan sinergitas pihaknya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mendorong.Â
Jaksa Pengacara Negara dalam melakukan recovery aset negara. Dan selanjutnya Pemprov merencanakan untuk melakukan perbaikan stadion tersebut agar bisa bertaraf internasional.
- Kebijakan Baru Pemerintah Dalam Mengatasi Permasalahan Pengelolaan AsetÂ
Nampaknya ada angin segar, karena pemerintah tanggap adanya permasalahan dalam penata-kelola asset dan pemeliharaannya, dengan menerbitkan kebijakan baru melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2020 sebagai perubahan atas PP 27/2014 mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah. Dalam aturan tersebut, pihak swasta memiliki kesempatan untuk ikut dalam mengelola Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D).
Direktur BMN, DJKN, Kementerian Keuangan, Encep Sudarwan menjelaskan, bahwa terdapat skema baru dalam PP Nomor 28 Tahun 2020 yakni Limited Concession Schemes (LCS). Dalam skema tersebut memungkinkan adanya kerja sama antara kementerian dan lembaga (K/L) dengan pihak swasta dalam mengelola Barang Milik Negara (liputan6.com , 10 Juli 2021).
Dalam PP 28/2020 tersebut salah satunya mengatur mengenai Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan BMN/D berupa penambahan pengaturan mengenai "Pengelola Barang" sebagai subjek yang dapat melaksanakan Penggunaan Sementara BMN/D. Hal ini menjadi dasar Kemenkeu menyempurnakan peraturan tersebut dalam rangka mendukung program percepatan pembangunan infrastruktur, sehingga peran BMN perlu dioptimalkan melalui penambahan bentuk baru Pemanfaatan BMN yaitu Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur.
- Penutup
Centang perenang masalah perawatan Stadion dan Gedung Olahraga (Gelora) di Indonesia seolah begitu rumit. Keterbatasan anggaran pemeliharaan Gedung tersebut yang dibangun megah, menjadikan kondisi miris karena tidak layak digunakan. Sedangkan di lain tempat, justru pemerintah daerah melakukan penertiban asset dengan mengambil-alih kembali Stadion atau gedung olahraga yang semula dikelola pihak ketiga.
 Penertiban dengan penelusuran aset BMN/D memang wajib dilakukan sesuai akuntabilitas agar diketahui keberadaan status dan tercatat secara legal dalam asset BMN/D pada instansi tersebut.Â
Namun pengambil-alihan bukanlah hal yang bijak, karena pada nantinya akan menjadi beban pada instansi tersebut dalam mengalokasi anggaran pemeliharaannya.
Kalaupun permasalahan karena hasil pendapatan yang tidak diperoleh selama ini bisa diselesaikan secara hukum baik perdata atau pidana bergantung dengan perjanjian kerjasama yang dilakukan. Dan hal berikut tetap dikelola oelh pihak dengan menawarkan atau memilih kepada yang sanggup mengelola secara profesional.
Pemerintah kini menyadari akan keterbatasan pengelolaan BMN/D di negeri ini, termasuk Stadion dan gedung Olahraga. Oleh karenanya, Pemerintah sedang menggaungkan Kembali untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN/D tersebut dengan memberikan opsi untuk dapat diberdayakan melalui kerjasama dengan pihak ketiga.Â
Sebenarnya, sudah ada kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan aset dengan membentuk Badan Layanan Umum/Daerah (BLU/D), namun adanya persyaratan khusus dan tidak semua daerah mampu mengelola secara professional sehingga hanya sektor atau bidang tertentu yang berhasil mengelolanya.
Kesalah-kaprahan dan dianggap kebanggaan selama ini bahwa peruntukkan masyarakat harus dimiliki oleh pemerintah agar memperhatikan kemampuan dalam pengelolaan dan pemeliharaannya secara realistis. Justru yang menjadi fokus perhatian adalah bagaimana mengoptimal-berdayakan agar gedung tersebut selalu megah dan bermanfaat bagi masyarakat sebagai stakeholder utama.
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak mengatas namakan dimana penulis bekerjaÂ
Referensi:
1. Arditya Abdul Azis, "Wajah Suram Stadion Palaran, Ongkos Perbaikan Rp 160 Miliar, Alokasi Setahun hanya Rp. 1,3 Miliar", www.kaltimkece.id, Â 31 Oktober 2019.
2. Bobby Wiratama, "Seusai 37 Tahun Dikelola Swasta, Kepemilikan Stadion Andi Matalatta Kembali Dipegang Pemprov Sulteng", www.palu.tribunnews.com, 4 September 2019.
3. Liputan6.com, "Lewat PP 28/2020, Swasta Bisa Ikut Kelola Barang Milik Negara", www. id.berita.yahoo.com, 10 Juli 2020.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI