Mohon tunggu...
Cak Bro Cak Bro
Cak Bro Cak Bro Mohon Tunggu... Administrasi - Bagian dari Butiran debu Di Bumi pertiwi

Menumpahkan barisan Kata yang muncul di Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi bagi Para Milenial: Mengkhianati Sumpah Pemuda adalah Mengkhianati NKRI

30 Oktober 2021   23:19 Diperbarui: 31 Oktober 2021   00:10 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut sejarawan JJ Rizal dalam Ridwan Nanda Milyana (2016), bahwa tanggal 28 Oktober pada awalnya ditujukan sebagai Hari Lahir Indonesia Raya yakni pada 28 Oktober 1949, dimana lagu "Indonesia Raya" kali pertama dikumandangkan. Kemudian, pada 1950-an terjadi pergeseran makna dan dianggap sebagai momen Sumpah Pemuda dan mulai menjadi perayaan nasional.

Ide tersebut diusung oleh Presiden Sukarno sebagai pembentukan identitas (kebangsaan) Indonesia sesuai dengan tema sentral perjuangan yakni "Persatuan Nasional". Selain itu, karena pada saat itu banyak terjadi tantangan internal di negeri kita berupa pemberontakan di daerah-daerah, maka pada tahun 1956 Presiden Soekarno menggelorakan semanagt pemuda dengan jargon yang khas: "Mereka yang mengkhianati Republik, berarti juga mengkhianati Sumpah Pemuda 1928!"

Ahli Sejarah, Asvi Warman Adam (2012, hlm. 241-242), juga menyatakan bahwa Presiden Soekarno menggunakan tanggal tersebut sebagai peringatan sejarah untuk menggali dan mengenalkan kembali spirit kebangsaan demi mencapai visi "Persatuan Nasional". Oleh karena itu, pada tahun 1957 Hari Sumpah Pemuda diperingati secara meriah sebagai hari nasional. Memang kondisi dalam negeri pada saat itu tengah bergejolak dan Soekarno membutuhkan sesuatu "media dan semangat" untuk kembali menghimpun persatuan bangsa.

C. Momentum Sumpah Pemuda Di Era Millenial

Dari uraian penjelasan di atas, penulis mencoba menangkap makna yang sama atas dua peristiwa yang berbeda waktu yakni penyampaian pesan pemerintah kepada generasi muda untuk selalu melakukan refleksi dengan kembali membaca sejarah peringatan Hari Sumpah Pemuda sanagt dibutuhkan pada saat ini dan kita memerlukan suatu momentum sebagai media untuk mewujudkan visi maupun menjawab tantangan dan permasalahan bangsa.

Di tanggal tersebut, terjadi suatu peristiwa sejarah yang memiliki berdampak besar, dan tidak seharusnya hanya sekadar jargon belaka Namun diharapkan memanfaatkan peristiwa tersebut sebagai gelombang untuk membawa para pemuda di republik ini untuk masuk ke dalam arus semangat. Dengan demikian, nilai-nilai dan semangat yang bisa diwariskan dari peristiwa itu dapat terinternalisasikan kepada masyarakat khususnya para pemuda.

Dalam hal ini, peran generasi milenial turut berperan mewarnai negeri ini yang tidak hanya melakukan perbaikan ekonomi Indonesia akibat wabah pandemi Covid-19, tetapi juga narasi sosio-kultural dan politik. Sayangnya, tidak semua anak muda ini punya mental 'mengubah dunia' seperti yang diharapkan Presiden Jokowi. Walau sesungguhnya sudah banyak pemuda yang tergerak melalui jejaring sosial dan memperkuat kolaborasi serta menambal-sulam kesadaran melalui kegiatan kerelawanan sosial. Namun, masih banyak milenial yang belum melek teknologi dan rendahnya optimasi penggunaan media sosial secara baik, sehingga mudah dimanipulasi oleh sentimen-sentimen SARA, hoax, dan ujaran kebencian.

Penyebab utamanya adalah bangsa kita masih rendah literasi dalam minat baca, tetapi tinggi gairah dalam bersosial-media. Selain gampang menyebarkan dan terjebak dalam pusaran jual-beli hoax dan ujaran kebencian, situasi ini juga memungkinkan potensi besar untuk kita selalu berdebat pada hal yang tidak prinsip. Hal ini, membuat kita jalan di tempat, atau bahkan mundur. Ada energi berlebih para pemuda dengan gejolak darah-mudanya, yang perlu dikelola, ditampung, dan disalurkan kepada hal-hal yang produktif.

Di sisi lain, perkembangan teknologi terkini telah sampai pada tahap disruptif dan arus informasi menjadi supercepat. Demikian halnya dengan tatanan sosio-kultural, politik, dan bahkan bisnis (yang konvensional) dikontestasi. Kita perlu bertanya apakah artificial intelligence telah digunakan optimal secara massif. Mengimbangi percepatan dan perubahan ini saja sudah cukup bikin kewalahan. Jangan-jangan, benar yang disampaikan Presiden bahwa kita belum menguasai teknologi dan informasi melainkan justru dikuasainya.

D. Penutup

Dalam kondisi kekinian, sebaiknya momentum Sumpah Pemuda merupakan media ampuh untuk menghimpun Kembali kesadaran masyarakat bahwa mendahulukan persatuan dan kepentingan nasional sangatlah penting. Dan bagi generasi muda, apapun posisinya, di titik peristiwa ini harus bisa memaknai (kembali) apa yang diamanahkan oleh Proklamator Kemerdekaan, Bung Karno: "Mereka yang mengkhianati Republik, berarti juga mengkhianati Sumpah Pemuda 1928!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun