Mohon tunggu...
Cak Bro Cak Bro
Cak Bro Cak Bro Mohon Tunggu... Administrasi - Bagian dari Butiran debu Di Bumi pertiwi

Menumpahkan barisan Kata yang muncul di Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Memahami Teori Followership untuk Mendeteksi Perilaku Pegawai

2 Oktober 2021   08:01 Diperbarui: 2 Oktober 2021   08:09 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

A. Introduksi 

Saya teringat suatu artikel menarik tentang seorang CEO terkenal, Handry Chaniago (CEO General Electric) yang berbicara mengenai leadership dalam sebuah forum. Dalam forum itu beliau menjelaskan bahwa orang lebih banyak berdiskusi atau membedah tentang kepemimpinan, namun melupakan tentang pengikutnya.

Padahal, kesuksesan sebuah organisasi tidak hanya karena kepiawaian pemimpin, tetapi juga harus memiliki pengikut yang baik. Di sebuah ruangan di kantor Bank Dunia, Washington DC (24/8/2014) beliau berbicara di depan para Alumni UI Cabang Amerika Serikat. Menurut Handry, dalam kondisi dunia yang berubah dengan sangat cepat, maka organisasi pun harus menyesuaikan diri dan tanggap terhadap perubahan tersebut.

Organisasi tanpa pengikut yang baik akan rentan untuk hancur, sebaik apapun kapasitas seorang pemimpin. Jika dia dikelilingi oleh pengikut yang buruk, maka pengikut itu bisa mendatangkan kehancuran buat sang pemimpin.

Pengikut yang baik, akan menghasilkan ide dan nilai. Mereka juga harus kritis dan punya pendirian, sanggup dengan tegas mengatakan 'tidak' jika memang diperlukan. Mereka tidak semata bekerja seperti robot dan melakukan apapun perintah pimpinan demi menghasilkan profit buat perusahaan.

Menurutnya, jalur pengaruh antara pemimpin dan pengikut tidak hanya satu arah, namun harus resiprokal. Pemimpin dapat mempengaruhi pengikut, namun pengikut juga bisa mempengaruhi pemimpin.

Banyak studi menunjukkan bahwa pengikut yang diberi ekspektasi besar oleh pemimpinnya akan cenderung menghasilkan performa yang baik. Hal sebaliknya juga terjadi. Pemimpin yang diberikan ekspektasi besar oleh pengikutnya juga akan cenderung menampilkan performa yang baik. Oleh karena itu, perubahan dalam suatu organisasi tidak hanya ditentukan oleh pemimpin, tetapi pengikut merupakan faktor penting pula.

 B. Pentingnya Organisasi Membahas Followership 

Referensi mengenai teori followership (pengikut) memang agak jarang. Beruntungnya, ada jurnal penelitian yang membahas mengenai followership yang dilakukan oleh Budiarto dengan judul penelitian "Validasi Instrumen Followership model Kelley versi Indonesia".

Konsep followership memang kurang mendapat perhatian. Selama ini banyak penelitian yang justru fokus membahas mengenai kepemimpinan dengan ragam teori. Padahal, leadership dan followership merupakan unsur yang saling berkaitan bagai dua sisi mata uang yang saling berkoneksi dan berinteraksi keduanya (Yung & Tsai, 2013).

Organisasi merupakan kumpulan berbagai orang yang di dalamnya bekerja sesuai dengan peran dan tugas untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan organisasi. Dalam suatu organisasi, ada orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan yang lain, berarti ada yang berperan sebagai pemimpin (leader) dan ada juga yang berperan sebagai pengikut atau bawahan (follower)

Ada pula yang memiliki peran keduanya secara bersamaan karena dalam struktur organisasi terdiri dari beberapa layer (Budiarto, 2005). Seorang pemimpin yang baik selain memiliki perilaku yang dapat diteladani, juga harus memiliki keahlian (skill) sesuai dengan bidangnya.

Menurut Irawati (2011) pada umumnya pemimpin akan diikuti oleh pengikutnya berdasarkan perilaku karena rasa percaya dan hormat yang lebih besar dibandingkan keahliannya. Namun, dalam organisasi modern dengan kondisi seperti saat ini, untuk kesuksesan seorang pemimpin dalam suatu kelompok diperlukan pengikut-pengikut yang aktif (Hoption, 2014).

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Warren Bennis dalam buku "The End of Leadership" bahwa kepemimpinan yang efektif tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan inisiatif dan kerjasama dari pengikutnya.

Selama ini para peneliti lebih fokus membedah mengenai kepemimpinan karena kecenderungan mereka melihat tokoh figur merupakan faktor utama atau kunci sukses dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efektif. Padahal, seperti yang diuraikan di atas, pengikut juga memiliki faktor penting yang saling berhubungan atau berkaitan.

Pada dasarnya organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang memiliki kepentingan dan motivasi sendiri-sendiri. Namun demikian, mereka bersedia untuk diarahkan agar berkomitmen sesuai dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Sementara itu, pempimpin merupakan seseorang yang diberi kepercayaan atau amanah (legitimasi) dan memiliki kemampuan bagaimana mengelola orang-orang untuk melakukan tugas baik secara langsung atau tidak langsung (pendelegasian) dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Semakin besar skala organisasi, maka pemimpin harus memiliki keluasan pengendalian (span of control) agar pelaksanaan tugas sesuai dengan yang ditetapkan sebelumnya. Pemimpin dapat memberikan kepercayaan atau amanah yang dikenal dengan pelimpahan wewenang (delegasi) agar lebih fektif.

Adapun indikator keberhasilan seorang pemimpin bergantung pada kemampuan mengorganisir (kapabilitas dan skill) dan bagaimana cara pendekatan yang dilakukan agar bawahan mau menaati perintah.

Dengan demikian, faktor pemimpin dapat dipengaruhi oleh gaya dan tipe kepemimpinan. Ada pemimpin yang bersikap otoriter atau pendekatan konsep komando, ada pula yang bersikap demokrat terhadap bawahannya, bahkan ada pula yang bersikap pembiaran (laizes fair).

Pengaruh sikap pemimpin juga berdampak bagi organisasi. Ada pemimpin yang berani mengambil keputusan/risiko (risk seeker) dan ada pula yang hanya berdasarkan perintah atau menunggu (risk averter).

Keberhasilan penerapan teori tersebut bergantung dengan karakter atau ciri khas organisasi, besaran, atau skala maupun faktor-faktor lain yang memengaruhinya. Selanjutnya, yang terlupa dari para peneliti menganggap bahwa pegawai atau bawahan dianggap sebagai obyek atau benda mati yang disamakan sebagai unsur prasarana organisasi. Di antaranya seperti mesin dan peralatan.

Padahal, pegawai atau bawahan merupakan orang-orang yang memiliki motivasi dan kepentingan sendiri-sendiri dalam berinteraksi atau berkomunikasi baik dengan sesama rekan kerja maupun atasan serta rekan antar bidang lainnya. Selain itu, pegawai juga memikili karakter dan sifat yang berbeda-beda yang harus dipahami agar dapat disesuaikan dan diarahkan sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik.

C. Jenis Perilaku Pegawai Berdasarkan Teori Followership 

Konsep mengenai pegawai atau pengikut ditemui dalam teori followership yang diperkenalkan oleh Kelley. Terdapat dua dimensi atas gaya kepengikutan (followership) yakni a) Dimensi berdasarkan critical thinking terdiri dari: critical thinking dan dependent, uncritical thinking (berpikir kritis dan mandiri, dan berpikir tidak kritis dan tergantung); dan b) Dimensi berdasarkan active engagement terdiri dari sikap aktif dan pasif (Montesino, 2003).

Kelley menilai bahwa tidak semua pegawai menerima begitu saja atas tugas yang diembannya. Pegawai yang bersikap kritis dan mandiri akan mencoba menelaah dan mengkaji untuk mencari langkah yang lebih efektif dan bersikap mandiri setelah diberi arahan dan pemahaman tujuannya.

Sebaliknya, ada pegawai yang tidak berpikir kritis dan tergantung, mereka hanya menjalankan tugas sesuai yang diperintahkan atasan. Dengan demikian pemimpin harus memahami sifat pegawai tersebut dan dapat mengukur energi yang harus dilakukan menghadapi pegawai tersebut agar dapat menyesuaikan tugasnya.

Selanjutnya, ada pegawai yang aktif saat menerima tugas. Sebelum pelaksanaan tugas, dalam membahas perencanaan mereka memberi masukan atau berdiskusi agar lebih memahami dalam pelaksnaan. Mereka umumya termasuk golongan pegawai yang kreatif dan tipe pekerja keras.

Sebaliknya, untuk pegawai yang pasif merupakan tipe pegawai yang cenderung malas dan butuh energi untuk didorong motivasi dan arahan secara terus menerus. Umumnya mereka sering menghindari tanggung jawab.

Berdasarkan kedua dimensi tersebut, Kelley memetakan gaya follower (pengikut) menjadi 4 bagian yakni efektif, konformis, pasif dan alienated (Kelley, 1988) dengan rincian sebagai berikut:

1. Tipe Efektif

merupakan pengikut yang kritis, mandiri, dan aktif dalam perilakunya. Mereka menunjukkan perilaku yang konsisten kepada semua orang, terlepas dari kekuatan mereka dalam organisasi, dan menangani konflik dan risiko dengan baik. Mereka menghadapi perubahan, mengedepankan pandangan mereka sendiri, dan tetap fokus pada apa yang dibutuhkan organisasi. Mereka mengerti bagaimana orang lain melihat mereka bahkan sering melakukan tindakan kepemimpinan. Mereka sering menggunakan referensi, pakar, jaringan, dan kekuatan informasi mereka untuk melayani organisasi. Kelly menyebut grup ini "The Stars".

2. Tipe Konformis

adalah tipe pengikut yang sangat sibuk, tetapi tidak harus melibatkan otak mereka untuk memikirkan apa yang sedang mereka lakukan. Mereka berpartisipasi dengan sangat sukarela tetapi tidak mempertanyakan tugasnya. Mereka akan menghindari konflik dengan segala cara dan mengambil jalan yang paling sunyi, bahkan mereka sering membela atasan atau sangat begitu loyal. Kelley memberi nama tipe pengikut ini "The Yes-People".

3. Tipe Pasif

tipe ini dengan membayangkan seorang anak berusia dua tahun yang tidak ingin melakukan sesuatu. Mereka tidak cukup melibatkan otak mereka, juga tidak melakukan tindakan nyata. Robert Kelley menyebut grup ini "The Sheep". Meskipun tidak menunjukkan inisiatif atau tanggung jawab apa pun, tipe pengikut ini bisa merupakan hasil dari manajer mikro atau budaya negatif, terlalu mengendalikan, dan berorientasi pada kesalahan.

4. Alienated

tipe pengikut ini sebenarnya berpikir sangat baik, tetapi karena alasan tertentu sering kali menyergap dari sela-sela saat rapat. Mereka terjebak ditempat mereka berada, selalu berpikir negatif dan merasa kehilangan kekuatan. Mereka seolah telah melihat 'terlalu banyak', merasa apatis karena organisasi tidak pernah memberi kesempatan untuk promosi, atau merasa terllau nyaman karena telah terlalu lama disatu posisi jabatan.

5. Pragmatic Survivor

tipe pengikut ini merupakan pengikut yang sangat ideal. Mereka dapat beralih diantara gaya pengikut yang berbeda, selalu menyesuaikan diri dalam segala situasi, dan selau berfokus untuk meningkatkan kemajuan organisasi tanpa memandang siapa pemimpinnya. Mereka selalu memberikan peringatan dini ketika budaya organisasi mulai berubah menjadi lebih buruk.

D. Perlunya Mendeteksi Perilaku Pegawai Berperilaku Negatif 

Setelah menguraikan tentang teori followership, ada baiknya mengkaji sikap pegawai yang berperilaku negatif. Pegawai yang berperilaku negatif tidak selalu berkaitan dengan tipe pegawai yang malas, tetapi pegawai yang memiliki mental atau sikap yang terkadang merusak suasana atau lingkungan kerja.

Sikap pegawai tersebut tersebut seolah menyebar racun sehingga disebut toxic employee. Beberapa sikap pegawai dimaksud di antaranya negaholic, selalu mencari sensasi, memberi komentar masalah tanpa solusi, egosentris, temperamen, penyebar gosip, dan tidak tahu berterima kasih.

Sikap negaholic, yakni sikap pegawai yang selalu memiliki prasangka negatif dan pesimis. Ketika atasan menjelaskan suatu rencana proyek atau ide baru, mereka selalu mencari sisi pandang yang melemahkan motivasi para pegawai dengan ragam alasan atau justifikasi.

Sebab, mereka sudah merasa berada di zona yang nyaman. Kalaupun atasan sudah membuat keputusan untuk dilaksanakan, maka mereka akan memengaruhi pegawai lainnya bahwa ide tersebut hanya akan memperoleh kegagalan.

Sikap toxic selanjutnya adalah selalu mencari sensasi. Ada pegawai yang selalu bersikap dengan melempar berbagai ide atau kritikan saat melakukan proyek dan hanya menguras energi bagi tim, sehingga tim tidak fokus terhadap proyek. Kemajuan proyek sering terhambat karena para anggota tim terpaksa harus meladeni sikap-sikapnya.

Adapun sikap egosentris biasa ditunjukkan oleh pegawai yang sebenarnya cerdas, melemparkan isu tertentu dengan tujuan untuk memperbaiki hasil kerja dan melindungi hak pegawai. Akan tetapi sebenarnya dia bersikap seperti itu karena ada kepentingan di dalamnya.

Misalnya, dia akan berupaya melakukan kasak-kusuk dan negosiasi seolah memperjuangkan hak rekan-rekannya agar gaji meningkat dengan alasan perusahaan sudah lama tidak mengevaluasinya. Padahal, dengan peningkatan gaji karena dia ingin meminta kenaikan plafon kredit untuk bisnis di luar organisasi.

Ada pula sikap temperamen atau emosional yang ditunjukkan pegawai ketika berinteraksi dengan atasan atau rekan kerja. Pegawai tipe ini sangat sulit menerima masukan atau tidak bisa bekerjasama dengan baik dalam suatu tim. Adapun penyebar gosip ialah pegawai yang seringkali melempar isu-isu yang tidak bertanggung jawab, sehingga selalu membuat resah suasana kantor.

Ketika ada mutasi atau rolling pegawai, dia akan kasak-kusuk bahwa ada ketidakadilan organisasi mengapa seseorang dipindah. Selanjutnya, dia akan menyebar info tanpa diklarifikasi kebenarannya sehingga timbul kecurigaan di antara rekan-rekan dan membuat lingkungan kantor menjadi tidak kondusif.

E. Penutup 

Organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang saling berinteraksi dan berkomunikasi dengan motivasi dan kepentingan masing-masing. Harus ada kesepakatan dan komitmen yang sama untuk bersama mencapai tujuan organisasi.

Faktanya, selama ini pegawai atau pengikut lebih sering dianggap sebagai bagian dari obyek atau benda mati, dan pemimpin dianggap sebagai faktor kunci untuk mencapai keberhasilan tujuan organisasi. Tidak mengherankan banyak pula organisasi yang menempatkan pimpinan sebagai pengelola organisasi dengan persyaratan dan kualitas sempurna, namun ternyata tidak menghasilkan performance yang diharapkan.

Hal tersebut disebabkan pimpinan tidak memahami bahwa SDM atau pegawai di dalamnya memiliki berbagai karakter dan motivasi, sehingga terkadang pimpinan sering menghamburkan energi dan waktu lantaran tidak mampu menyelesaikan permasalahan SDM -- terutama masalah non teknis - secara efektif.

Dengan memahami konsep followership tersebut minimal pimpinan dapat mengerti dan membuat langkah-langkah strategis bagaimana melakukan koordinasi, kolaborasi dan elaborasi atas proyek kegiatan yang harus dilaksanakan pegawai melalui pengelolaan secara efektif.

Selain itu, pemimpin perlu memahami karakter dan sikap pegawai yang berperilaku negatif, sehingga dapat secara dini menyelesaikan masalah yang terjadi agar tidak menjadi masalah yang lebih besar lagi. Dalam hal ini, pimpinan tidak seharusnya langsung memberi tindakan, namun secara bijak dapat menganalisis dan mengevaluasi lebih dahulu latar belakang sikap tersebut.

Di sinilah peran pemimpin untuk melakukan pendekatan persuasif kepada pegawai toxic. Banyak faktor yang menjadi kemungkinan sikap tersebut, bisa jadi permasalahan pribadi atau adanya perbedaan kultur dan lain sebagainya.

Melalui pendekatan atau dialog secara pribadi akan diperoleh solusi. Pendekatan persuasif dan hubungan secara manusiawi juga mungkin bisa memberi dampak positif bagi pegawai, lalu memberi semangat untuk melaksanakan tugas secara efektif.

Referensi:

  1. Siti Asriyani Rosani dan Medianta Tarigan, Validasi Instrumen Followership Model Kelley versi Indonesia, Departemen Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Jurnal Psikologi Insight Vol. 3, No. 2, Oktober 2019.
  2. detikNews.co, Followership, Cara Pandang Terbalik Terhadap Leadership, newsDetik.com, 26 Agustus 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun