A. Pengantar
Masih dalam suasana bulan suci Ramadhan, ada baiknya kita mencoba untuk merenung dan merefleksi diri, dan kali ini saya mencoba untuk mengupas masalah tentang sikap dan perilaku. Puasa yang kita lakukan tidak sekedar menahan haus dan lapar dari pagi buta hingga jelang mentari terbenam di ufuk timur, namun ada baiknya kita menahan (mengendalikan ) diri untuk tidak bersikap yang menjengkelkan orang lain atau marah-marah dengan mengumbar emosi dan selalu berbuat baik kepada sesama. Memang ini kata-kata yang manis tapi sulit untuk diterapkan, karena semua orang pasti akan mengalami ketika emosi sulit sekali untuk mengendalikan diri.
Oleh karena itu, saya akan coba mengungkapkan suatu kisah dalam suasana berbeda, mengenai suatu pertemuan yang melibatkan suatu kesepakatan. Disatu sisi ada yang berhasil dan di kisah lain gagal, lantaran emosi yang tidak dapat di-maintain. Paradigma selama ini menyatakan bahwa segala sesuatu yang dikerjakan dengan emosi, pastinya akan berakibat buruk. Namun di bawah ini, justru dengan menggunakan emosi secara positif bisa menghasilkan sesuatu yang baik, mari kita simak kisah di bawah ini.
Presiden Carter berhasil menggunakan kekuatan emosi ketika mengadakan negoisasi perdamaian antara Mesir dan Israel. Presiden Carter mengundang Perdana Menteri Israel, Menachem Begin dan Presiden Mesir, Anwar Sadat untuk datang ke Camp David. Tujuan diadakan pertemuan tersebut adalah membantu kedua pemimpin yang berseteru untuk bernegoisasi agar memperoleh kesepakatan yang dapat membawa perdamaian. Namun selama tiga belas hari pertemuan diadakan, proses negoisasi mengalami kebuntuan karena tidak ada kesepakatan diantara keduanya, hal tersebut membuat Presiden Carter merasa masygul.
Namun demikian, Presiden Carter membuat langkah yang berdampak emosional secara signifikan. Ketika mereka diminta untuk berfoto bersama (antara Carter, Menachem Begin dan Anwar Sadat), Begin meminta foto tersebut dengan alasan akan dihadiahkan untuk cucu perempuannya tercinta. Lantas Presiden Carter memberikan hasil foto tersebut kepada Begin yang sebelumnya telah tertulis nama cucu perempuandibalik foto tersebut.
Menachem Begin menerima foto tersebut dengan suka cita karena nama cucu perempuannya tertulis di belakang foto tersebut. Kemudian mereka tak terasa terlibat pembicaraan tentang cucu-cucunya dan juga masalah perang. Saat itu pulalah, terjadi proses titik balik dari negosisasi yang buntu tersebut. Pada hari itu juga, antara Presiden Carter, Menachem Begin dan Anwar Sadat sepakat untuk menandatangani Camp David Accord (Persetujuan Camp David).
Kisah Lainnya :
Setelah berbulan-bulan digodok sebuah gagasan atau ide oleh sebuah tim yang telah bekerja keras untuk menghasilkan sebuah konsep Design mobil terbaru. Seorang R & D akhirnya merasa yakin bahwa design mobil tersebut akan disetujui oleh Dewan Direksi dan Komisaris nantinya. Ia merasa yakin karena ia bersama tim telah membahas secara komprehensif berdasarkan survey dan research pasar mengenai keinginan pelanggan maupun trend yang terjadi saat ini.
Dengan rasa percaya diri, ketika diadakan rapat bersama seluruh dewan direksi dan komisaris, ia pun menyerahkan konsep design mobil untuk disepakati dan disetujui oleh Direktur Utama. Namun, pada saat ia menjelaskan secara detail konsep tersebut, salah satu direksi produksi mempertanyakan salah satu komponen mesin sebaiknya diproduksi sendiri dan bukannya melalui outsourcing agar memperoleh cost lebih murah.
Direktur R & D menyatakan perubahan komponen akan mempengaruhi performance, " kami hanya membuat design dengan perhitungan matang...." dan lanjutnya "suka atau tidak suka kami tidak akan merubahnya..., masalah harga kompetitif itu wilayahmu dan bukan fokus kami". Entah kenapa, hanya karena kalimat tersebut, justru menjadi bumerang baginya. Berbulan-bulan konsep design mobil tetap sebagai impian, dan kini jabatannya diturunkan hanya sebagai supervisor dalam divisi pembuat asesoris mobil.
Ulasan kisah
Pada dua kisah yang berbeda di atas, menceritakan tentang kisah antara negoisasi yang berhasil dan gagal. Negoisasi merupakan pertemuan antara kedua belah pihak yang memiliki misi atau kepentingan, dimana akan menghasilkan suatu kesepakatan dari salah satu diantaranya kepentingan tersebut atau keduanya.
Dalam kisah negoisasi yang terjadi pada Camp David, Presiden Carter pandai memanfaatkan emosinya sehingga menghasilkan kesepakatan dengan baik. Namun pada kisah yang lain, sang direktur yang terlalu sombong dan percaya diri, tidak pandai memanfaatkan emosinya, selain terjadi kegagalan dalam kesepakatan bahkan justru berdampak buruk baginya.
Persinggungan antara kedua belah pihak, jelas akan menimbulkan emosi dari pihak masing-masing, dan emosi tersebut akan mempengaruhi perilaku atau tindakan yang menghasilkan suatu kesepakatan. Kesepakatan diwujudkan untuk memenuhi kepentingan salah satunya, atau kombinasi diantara keduanya, atau bisa pula menghasilkan ketidaksepakatan.
Namun ada pula, ketika kesepakatan sudah diambil, namun kita merasa kesulitan mewujudkan hasilnya, mengapa?. Karena kesepakatan terjadi berdasarkan 'tekanan' (terintimidasi), pihak Inferior merasa ditekan untuk menandatangani yang sebenarnya belum disepakati, atau sikap diam seribu bahasa mereka (tanda tidak setuju) dianggap sebagai pernyataan setuju. Alhasil, saat kesepakatan dijalankan akan menemui hambatan akibat ketidaksetujuan (ketidaksepakatan) mereka. Inilah yang dikenal dengan kesepakatan untuk ' tidak sepakat'.
B. Emosi Selalu Berdampak Negatif Karena Membangkitkan AmarahÂ
Sering kita mendengar disekitar kita, atau kita sendiri yang mengalami, entah perdebatan atau percekcokan, yang jelas salah satu atau diantara keduanya menampilkan wajah yang sangat tegang pertanda mengalami emosi dan diungkapkan dengan suatu kemarahan : " Laporan macam apa ini?, sudah berapa lama kamu menjadi pegawai hah!,....", atau " suka atau tidak suka, kamu harus mentaati aturan ini!...". Terkadang kita juga tidak mengungkapkan emosi yang kita rasakan dalam suatu sikap, namun tetap saja merusak keceriaan suasana hari itu.
Psikolog Fehr dan Russel mengatakan bahwa setiap orang tahu apa itu emosi, namun tidak seorang pun mengetahui definisi secara jelas atas apa yang mereka rasakan. Kita merasakan adanya emosi, ketika seseorang menyinggung hal yang bersifat pribadi, maka emosi kita akan merespon, diikuti dengan pikiran dan perubahan psikis, juga hasrat untuk melakukan sesuatu. Misalnya, ada seorang bawahan yang menyuruh kita tanpa sadar saat didalam rapat " Siapa dia?,... berani-beraninya menyuruh saya!...". Biasanya perubahan psikis terjadi dengan tekanan darah meningkat sehingga ada keinginan untuk marah.
Salah satu dampak negatif dari emosi adalah sebagai berikut:
- Emosi negatif dapat mengalihkan perhatian dari masalah pokok
Emosi negatif bisa menjadi penghalang atas kesepakatan yang telah kita bangun sebelumnya. Ketika seseorang merasa sakit hati, maka emosi tersebut dapat mengubah menjadi suatu permusuhan. Ketika salah satu peserta rapat merasa terganggu atau tersinggung, maka mereka akan mengungkapkan emosi dengan tekanan darah yang meningkat dan membuat mereka mengambil sikap tertentu, entah dengan marah-marah atau hanya berdiam diri saja seraya menggerutu. Yang jelas, mereka akan mengalihkan perhatian dari kesepakatan sebelumnya dengan melindungi diri atas kepentingannya atau justru menyerang kita.
- Emosi negatif bisa menghancurkan hubungan
Emosi yang kuat dapat mengalihkan pikiran mereka dan membuat kita harus menanggung risiko atas kehancuran suatu hubungan. Dengan rasa marah, mereka akan mencela dengan komentar panjang (bahkan lari dari persoalan sebenarnya) atas kesepakatan yang telah buat, atau meraka akan membahasnya dengan bungkam seribu bahasa ketika kita membutuhkan suatu dukungan atas kesepakatan tersebut.
- Emosi bisa mengeksploitasi kita
Sebenarnya, ketika mereka mengingkari atau membantah atas pernyataan kita sebelum mereka tertarik dengan penjelasan yang akan kita uraikan, reaksi tersebut menunjukkan adanya perhatian dan kelemahan kita. Orang yang mampu memperhatikan reaksi emosional dengan cermat dapat menilai dan akan mengeksploitasi kelemahan kita, atau sebaliknya. Namun, eksploitasi atas informasi dari sebuah sikap mereka hanya untuk mempertimbangkan sebuah kesepakatan yang kita inginkan.
Ketika kita menjelaskan sesuatu, mereka yang merasa emosi, akan memperhatikan atau mencermati (atau menunggu kita akan berbuat) sebuah kesalahan kecil dan bukan suatu kebenaran dari keseluruhan. Saat itulah, mereka akan menyerang kita habis-habisan atau mengeksploitasi agar tercapai tujuan untuk mencela dengan komentar-komentar pedas sehingga tidak tercapai kesepakatan.
C. Emosi Dapat Juga Berdampak Positif
Sebenarnya tidak semua emosi yang ditimbulkan berdampak negatif. Emosi juga berdampak positif karena menghasilkan perasaan yang menyenangkan -- entah bangga, perasaan senang, lega -- yang menghasilkan sesuatu yang baik. Kisah Presiden Jimmy Carter yang berhasil melakukan negosiasi atas perjanjia Camp David karena dapat memanfaatkan emosi sehingga menghasilkan kesepakatan yang baik.
Salah satu dampak positif dari emosi adalah sebagai berikut:
1) Emosi positif dapat mempermudah terpenuhinya kepentingan substantif
Adanya emosi positif yang tercipta terhadap orang lain, akan menghilangkan rasa kecurigaan, rasa takut atau khawatir dan mengubah hubungan yang selama ini penuh permusuhan menjadi suatu keakraban dan persahabatan. Dengan emosi positif, kita termotivasi untuk bekerja lebih baik. Kita menjadi lebih terbuka untuk mendengar dan berbagi kepentingan kepada orang lain sehingga dapat menghasilkan suatu kesepakatan.
2) Emosi Positif dapat mempererat hubungan
Emosi positif akan memberikan perasaan senang kepada orang lain. Kita bisa bicara dengan menyenangkan tanpa dihantui rasa takut mendapat celaan atas serangan dari orang lain. Dengan menjalin persahabatan bisa sebagai jaring pengaman bagi kita dalam bernegoisasi. Walau dalam situasi negoisasi menegangkan, namun kita bisa duduk bersama untuk mengatasi persoalan.
3) Emosi positif menghilangkan risiko untuk diekspolitasi
Adanya emosi positif yang tercipta terhadap orang lain, juga akan menimbulkan rasa percaya diri pada kita untuk menjelaskan sesuatu. Bahkan ketika kita mengalami suatu kesalahan dan kita yakin akan mendapat tentangan, justru kondisi menjadi terbalik, mereka memahami dan menerimanya, kesepakatan keseluruhan terpenuhi dan point kesalahan dapat diperbaiki nantinya.
D. Â Penutup
Memang merupakan pekerjaan yang sulit untuk me-maintain (mengatur ) emosi yang terjadi baik pada diri kita maupun orang lain. Ada orang yang mampu mengatasi emosi secara langsung sehingga dapat mengendalikan diri, bahkan mampu meningkatkan kemampuan kita untuk mengontrol keadaan dalam suatu situasi. Apalagi ketika kita sebagai negoisator, memang teramat sulit mengatasi emosi seketika. Bahkan seorang psikolog atau psikiater juga mengalami kesulitan mengontrol emosi mereka sendiri saat melaksanakan tugasnya.
Dapat dibayangkan bagaimana kita mengontrol emosi, seperti kita melakukan lebih dari satu kegiatan dalam waktu bersamaan. Seperti halnya, kita naik sepeda seraya bermain sulap dan bertelepon dengan seseorang. Bayangkan ketika kita sedang mengatasi emosi, disaat itu pula melakukan negoisasi, kita sedang mencari-cari tanda-tanda emosi yang terjadi pada diri kita dan sekaligus mengamati emosi yang terjadi pada pihak lawan. Apakah kita sedang berkeringat sebagai tanda mengalami emosi negatif?, apakah mereka sedang menyilangkan tangan di dada sebagai tanda tidak setuju?, dsb. Kuncinya adalah bagaimana mengarahkan perhatian atau fokus kita pada apa yang membangkitkan emosi tersebut. Jika kita bisa mengendalikan diri secara efektif, maka kita bisa merangsang munculnya emosi-emosi positif yang terjadi pada diri kita maupun orang lain.
Dibawah ini ada semacam tips dan trik ketika kita melakukan negosiasi atau dalam pertemuan rapat agar menghasilkan suatu kesepakatan yang maksimal:
- Persiapan sebelum Pertemuan
Lakukan persiapan dengan baik sebelum kita mengadakan pertemuan atau Rapat terutama bahan materi yang akan dibahas, maupun hal-hal penitng lainnya. Penguasaan materi adalah hal yang penting dengan memandang berbagai segi dan siapkan bahan-bahan pendukung, terutama materi-materi yang kita anggap krusial atau penting dengan alasan-alasan yang tepat.
Sebaiknya kita menganalisis keinginan-keinginan utama tersebut dengan membuat daftar atas emosi positif atau negatif yang mungkin muncul dan akan terjadi pada diri kita atau orang lain. Buatlah simulasi kira-kira apa yang akan terjadi pada orang lain jika kita salah mengatakan sesuatu?, apakah orang lain merasa otonominya dibatasi jika kita mengubah proposal/draft tanpa persetujuan dan sepengetahuan mereka?, langkah atau tindakan apa yang kita perlukan jika mengalami situasi seperti itu?,dsb.
- Memimpin pertemuan atau rapat
Dalam memimpin rapat kita harus mempersiapkan mental atau kendali emosi kita dengan baik sebelum pertemuan dimulai. Biasakan diri untuk datang lebih dahulu sebelum acara dimulai, agar kita dapat mengenal sikap peserta sehingga dapat menguasai keadaan.
Hal yang terpetning adalah kita harus mengenal dengan baik dengan siapa kita berhadapan terutama kebiasaan atau sikap mereka. Buatlah suasana yang hangat dan menarik sebelum kita membicarakan pada tingkat atau hal-hal utama yang akan dibicarakan atau didiskusikan.
Sesuai pepatah cina (pedang Zen) "orang yang menang perang adalah yang mengetahui kelemahan lawan dan lapangan". Kita harus sadari bahwa peserta rapat atau pihak lawan (kelompok) juga telah mempersiapkan 'sesuatu' sebelum berlangsungnya pertemuan atau rapat. Oleh karenanya, sangatlah penting untuk tahu informasi sebelumnya tentang respon atau sikap mereka atas keberterimaan hal-hal yang akan dibahas. Sehingga kita akan tahu langkah atau tindakan apa yang harus dilakukan.
Seandainya ketentuan atau hal yang dirapatkan tersebut tidak disetujui, atau pendapat mereka tidak akan dihargai, kita bisa mencari alternatif atau tindakan tertentu untuk menarik perhatian. Janganlah mengintimidasi atau mengesploitasi lawan secara berlebihan, hargai pendapat mereka walau kita tahu bahwa argumentasi mereka lemah. Ingatlah bahwa pertemuan yang dihasilkan bukanlah menghasilkan siapa yang benar atau salah, atau siapa yang kuat dan lemah, namun mencari suatu kesepakatan atau solusi terbaik agar dapat dilaksanakan dengan baik nantinya.
- Meninjau ulang negoisasi atau kesepakatan
Kita perlu menyusun kembali atas hasil kesepakatan yang 'tidak sepakat' dengan menggunakan keinginan utama dan memahami mengapa terjadi reaksi emosional yang berlebihan. Jika salah satu peserta rapat membuat diskusi terputus, kita bisa meluangkan waktu untuk mengulangi keinginan utama yang menyebabkan mereka marah.
Kita bisa menggunakan informasi untuk mengarahkan situasi dengan harapan agar kejadian tidak terulang kembali. Baca kembali daftar-daftar situasi yang telah kita rancang sebelumnya dan jalankan strategi dan alternatif-alternatif yang telah kita persiapkan sebelumnya. Minimal akan mengurangi dampak emosional negatif yang terjadi.
Sumber Referensi:
Keajaiban Emosi Manusia (Quantum Emotion for Smart Life), Roger F & Daniel S, Penerbit Think Jogjakarta, 2008.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H