Mohon tunggu...
muhammad arif
muhammad arif Mohon Tunggu... -

man jadda wajada

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Kecil Seorang Guru

15 Maret 2016   13:17 Diperbarui: 15 Maret 2016   13:27 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya hendak memasuki sekolah tiba-tiba langkah saya terhenti saat melihat salah satu murid saya yang sedang menangis. Ibunya pun lantas meminta tolong saya untuk membujuk anak itu agar masuk sekolah dan mengikuti kegiatan belajar mengajar. Kebetulan saya adalah guru pendamping kelas di kelas anak itu. membutuhkan waktu agak lama untuk membujuk anak tersebut, maklum saja dia baru seminggu menginjak kelas satu yang notabene masih membutuhkan dampingan dari orangtua dan anak itu masih merasa kurang percaya diri. Sekitar 20 menitan saya membujuk anak tersebut dan akhirnya ia mau masuk sekolah meskipun dalam keadaan berair mata.

Setibanya di depan kelas ia kembali menangis dengan alasan takut masuk kelas. Saya pun penasaran. Saya ajak duduk anak itu dan saya alihkan perhatian dengan mengajaknya bermain game yang ada di dalam hand phone saya. Sekitar 5 menit dia menikmati sekali permainan itu. setelah dirasa cukup stabil emosinya saya ajak dia berbicara. Saya ajukan pertanyaaan, “ kenapa kamu tidak mau masuk kelas?”. Anak itu pun menjawab hanya dengan satu kata, yaitu takut. Maklum saja, hal ini lazim terjadi pada anak yang baru masuk sekolah dasar.

 Ia masih membutuhkan waktu untuk beradaptasi dalam masa peralihan dari tingkat TK yang dipenuhi dengan "bermain" menuju sekolah dasar yang mulai dikenalkan belajar "serius".  Saya pun berusaha menyakinkan anak itu bahwa pembelajaran hari ini tidak akan membuatnya kesulitan, hari ini kita akan belajar sambil bermain. Saya mencoba  membujuknya agar dia merasa nyaman ketika berada di dalam kelas.

Dari potongan cerita di atas kita perlu merenung, memahami, dan menghayati bagaimana kita sebagai seorang pendidik harus memahami arti sebuah pendidikan. Pendidik di sini tidak hanya terbatas pada guru saja tetapi juga pada orangtua sebagai pendidik di keluarga. Sebisa mungkin menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman kepada anak. Ketika di sekolah, maka yang berkewajiban menciptakan suasana tersebut adalah guru. Tetapi, ketika anak berada di rumah peran serta orangtua dan keluargalah yang  bisa membuat suasana rumah menjadi hangat, penuh kasih sayang dan perhatian sehingga anak merasa dilindungi, diperhatikan dengan maksimal. Ibnu Khaldun memaparkan dalam mukadimahnya bahwa barang siapa yang tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan dididik oleh zaman. 

Maksud dari uraian di atas adalah orangtua (baik orangtua kandung atau guru sebagai orangtua di sekolah) memunyai andil yang besar terhadap terbentuknya karakter anak. Anak menganggap bahwa orangtuanyalah yang akan menjadi inspirasi baginya kelak. Sehingga orangtua dituntut untuk memberikan suri teladan yang baik kepada anaknya jika ingin anaknya kelak menjadi pribadi yang tangguh, memunyai daya juang yang tinggi, dan kesalehan yang imani.

Pendidikan tidak hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh empat dinding, tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. Pembelajaran bisa kita lakukan di mana saja. Tidak harus terikat dengan kelas. Seorang pendidik patutlah merencanakan pembelajaran inovatif, kreatif, efektif untuk memunculkan pemikiran-pemikiran yang luar biasa pada anak didiknya. Guru harus bisa melejitkan potensi yang dimiliki oleh anak. Sekiranya anak yang ditangani kurang berprestasi dalam hal akademik, maka guru harus jelih melihat potensi lain yang miliki anak sehingga dapat melejitkannya menjadi potensi yang luar biasa.

Kelas hanyalah sebuah fasilitas penunjang pembelajaran, tetapi bukan berarti proses belajar hanya terkungkung pada ruangan kelas saja. Guru bisa memanfaatkan ruang lain untuk proses belajar seperti halnya lapangan sekolah, halaman sekolah, koridor, atapun kamar mandi bisa kita jadikan tempat pembelajaran bagi guru yang memunyai kreatifitas. Semisal ketika guru menerangkan lingkungan sehat. Guru bisa membawa murid ke kamar mandi dan menunjukkan bagaimana lingkungan yang sehat. Sehingga anak bisa belajar secara kontekstual. 

Guru memberi stimulus kepada siswa bagaimana tindakan kita apabila melihat lingkungan sekitar kita tidak sehat?. Bagaimana cara penanganan yang harus dilakukan? Dari situlah akan muncul tanggapan dari anak didik kita sehingga melatih jiwa kritis dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Pembelajaran di kelas memang perlu akan tetapi jangan mematikan ide kreatifitas Anda sebagai pendidik untuk memberikan pengalaman belajar yang inovatif pada murid Anda.

Sebagai pemimpin di kelasnya, guru seyogyanya berani keluar dari sekat-sekat yang selama ini belum banyak dilakukan oleh guru-guru kita. Kebanyakan dari para guru memusatkan pembelajarannya di kelas sehingga anak kurang memunyai pengalaman belajar yang bermakna. Guru harus memunyai rencana-rencana yang inovatif untuk memunculkan sinergi yang kuat pada muridnya. Ketika guru terbatas oleh waktu dan kendala yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan pembelajaran di luar, maka guru bisa menyampaikan informasi yang ada di luar ke dalam kelas dengan cara yang penuh makna. 

Setelah itu, guru merancang kegiatan yang tak terbatas sehingga di rumah maupun lingkungan sekitar rumah murid mampu mentransformasikan ilmu ke dalam kehidupannya. Di sinilah nilai pendidikan yang sebenarnya yaitu mengubah perilaku manusia yang semula tidak tahu menjadi tahu. Pendidikan pun tidak hanya terbatas pada nilai-nilai akademik saja yang belum tentu bisa diandalkan ketika anak terjun ke dalam masyarakat. Maka, pentinglah usaha pembelajaran yang penuh pengalaman yang bermakna kepada anak agar mampu mengaktualisasikan dirinya.

Di sinilah perlunya guru agar segera berhijrah, dalam artian berhijrah dari pola belajar secara sentral (di kelas) menjadi pola belajar tak terbatas (tidak hanya di kelas saja). Gaya belajar yang monoton membuat anak cepat bosan dan kurang bergairah ketika melihat kita memasuki kelasnya. Anak akan merasa apatis sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Guru harus keluar dari kotak yang menghambat muridnya untuk mengeluarkan semua kemampuannya. Perencanaan pembelajaran harus dirancang dengan baik, memperhatikan kondisi siswa dan materi ajar. Apabila dalam prosesnya guru bisa melebihi apa yang sudah direncanakan kenapa tidak dilakukan saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun