Pagi yang penuh berkah dengan selimut kesejukan,
Tetapi sayang semua itu tak menyentuhku,
Fikiranku sudah penuh sesak urusan dunia,
Seluruh tubuh ini terasa kaku membatu.
Wajahku beku tak sanggup membalas senyum pagi,
Padahal aku termasuk beruntung ruhku bisa kembali,
Dan hanya untuk menikmati karuniaNya aku tak bisa,
Sebuah rutinitas yang membuat Allah kesal.
Lalu lalang orangpun menghiasi depan rumah,
Semua sama wajahnya penuh keseriusan dunia,
Tidak ada tegur sapa apalagi senyuman,
Apa nikmatnya kehidupan semacam ini.
Di saat aku hanyut dalam pahitnya suasana,
Sebuah salam manis terdengar dari luar,
Assalamu'alaikum...,Assalamu'alaikum...,
Semoga keselamatan meliputi kita saudaraku.
Akupun membalas wa'alaikum salam berhias senyuman,
Dia...dia...dia seorang bapak pemulung,
Segala puji bagiMu Ya Rabb atas ciptaanMu,
Hhmm...Kalimat itu sanggup menyingkap tirai kalbuku.
Begitu damai mengalahkan kesejukan pagi,
Apalagi senyuman lembut sang penyapa begitu tulus,
Tidak ada kepalsuan meyelimuti wajahnya,
Sesaat tembok keangkuhan runtuh.
Aku tak sanggup bayangkan jika...,
Jika seluruh umat muslim berbuat ini,
Mungkin Allah akan selalu tersenyum bangga,
Matahari akan selalu hangat menyapa,
Bunga bunga bermekaran dengan wanginya,
Langitpun akan selalu berhiaskan pelangi,
Seluruh alam akan menyambut salam kita.
Wwooww...,indah...indah...daannn indah,
Assalamua'laikum wa rahmatullah wabarakatuhu,
Semoga keselamatan meliputi kita saudaraku,
semoga kesejahteraan Allah turunkan untuk kita,
Dan semoga kasih sayang kita selalu terjaga.
C.A.
05-02-2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H