Mohon tunggu...
Caitlynn Wiryadi
Caitlynn Wiryadi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

#hanyaanakmuda

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Tetanggaan, Tapi Tak Sama?

6 Januari 2023   22:15 Diperbarui: 6 Januari 2023   22:19 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah tiga tahun terakhir saya pergi ke sana, pada akhirnya saya "kesampaian" juga untuk liburan akhir tahun kemarin di "The Lion City" ----- kota yang padat, dengan daerah yang sangat maju, serta salah satu negara terbesih di dunia.

Menurut saya, mereka mengesankan. Memiliki arsitektur terbaik dan sangat futuristik. Memiliki keaneragaman budaya juga yang berjalan dengan damai.

Seperti yang pernah saya dengar, bepergian memungkinkan kita menemukan siapa diri kita karena kita berkesempatan untuk berbaur dan mengikuti hal-hal yang telah menjadi budaya dari suatu negara untuk meniru dan membawa pulang yang terbaik dari sana.

Mereka disiplin. Setiap menginjak ubin eskalator di manapun, mereka selalu berdiri di sebelah kiri untuk orang-orang yang terburu-buru bisa berjalan lebih cepat di sebelah kanannya.

Saya tidak kesulitan mencapai hotel, karena Singapura memiliki banyak taksi, jalan tol modern, serta kereta bawah tanah dari ujung ke ujung negara. Lalu lintas otomatis juga diatur dengan hati-hati oleh pengemudi yang disiplin.

Tidak ada daerah kumuh, tunawisma, atau pengemis di jalan raya. Setiap penjual di supermarket mini atau toko kelonteng sangat gesit dalam bergerak. Saat datang pembeli, mereka melayani dengan kecepatan yang super, takut si pembeli tiba-tiba nggak jadi beli atau pergi.

Namun, ada kejadian yang membuat saya tertawa. Saat itu saya dan keluarga pergi ke Bugis Street untuk iseng-iseng membeli durian. Kami hanya melihat saja display durian di toko kelonteng itu. Belum buka mulut, penjual sudah menyodorkan dua pax durian dan menghitung total harganya serta menyodorkan tangannya.

Saya hanya bisa menggeleng kepala. Padahal saya dan keluarga belum bilang ingin beli, eh sudah diminta bayar saja.

Orang-orang di sana juga tidak banyak senyum, tidak memandang ras atau suku. Para pelayan restoran juga. Saya baca-baca sebagian besar orang di sana merupakan orang yang introvert yang terlihat serius dan dibesarkan untuk tidak berbicara dengan orang asing.

Berbeda dengan Indonesia, Malaysia, atau negara Eropa lainnya, senyum kepada orang asing adalah hal yang biasa. Sebagian besar, orang-orangnya komunal dan lebih santai. Jarang menganggap sesuatu terlalu serius. Bahkan, kami sering penasaran dengan orang asing dan suka memandang mereka.

Walaupun saya lihat budaya orang Singapura banyak berbeda dengan budaya di sini, banyak hal yang saya pelajari dari pengalaman liburan di sana dan menikmati waktu liburan di sana.

Tips dari saya jika ingin menikmati waktu libur di sana, banyak-banyak menggunakan MRT atau kereta bawah tanah dibandingkan taksi. Dengan itu, kita bisa lebih banyak jalan dan melihat-lihat bangunan tinggi serta budaya-budaya mereka lebih banyak lagi.

Semoga Singapura dan Indonesia terus menjalani hubungan yang baik! Terima kasih sudah membaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun