Mohon tunggu...
Caitlynn Wiryadi
Caitlynn Wiryadi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

#hanyaanakmuda

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Teruntuk Papaku

23 September 2022   08:07 Diperbarui: 23 September 2022   08:24 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Papa, apakah aku pernah memberitahumu bahwa kamu adalah pahlawan superku?"

Kalimat tersebut terlintas di pikiranku beberapa hari setelah papaku dirawat di rumah sakit. Penyakit Stemi yang sungguh menyakitkan menginjak-injak tubuh bagian depan papaku. "Rasanya seperti ditindih 1.000 ton kapal!". Sungguh tidak disangka papaku masih bisa tersenyum dalam kondisi tersebut.

Papaku selalu berusaha hidup sehat, teratur dalam pola makan, menghindari rokok, dan berolahraga. Namun, penyakit ini tiba-tiba menyerangnya di saat ia sedang hectic dalam pekerjaannya. Mungkin memang karena keriuhannya, penyakit ini menerobos tubuh papaku.

Papaku lahir di Jakarta, tahun 1970. Dengan etnis Cina, papaku tidak pernah mengerti bahasa Mandarin ataupun Hokkien sekalipun. Ia lebih banyak berbaur dengan orang-orang yang berbeda latar belakang darinya dan selalu berusaha mewujudkan kondisi integrasi di sekitarnya.

Secara sifat, Papaku merupakan orang yang tekun dan disiplin. Ia tidak pernah menyia-nyiakan waktu satupun untuk hal-hal tidak berdampak baik baginya. Di sekolah, ia selalu siap dan semangat untuk belajar per mata pelajarannya demi masa depannya.

Memulai masa dewasa, Papaku gigih bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarganya di masa depan. Ia selalu berusaha menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, sekalipun pekerjaan yang dilakukannya sulit dan berat.

Semenjak punya anak, Papa selalu berusaha meluangkan waktu untuk anak-anaknya, aku dan adik, dan menyekolahkan kami di sekolah yang baik agar kelak bisa sukses di masa depan. Selain itu, ia juga mau membantu kami dalam belajar akademik secara sungguh-sungguh di setiap waktu kosong yang ada meskipun hanya 10-30 menit. Ia juga mengajarkan saya untuk selalu berbagi kepada sesama dan membantu orang lain yang sedang kesusahan walaupun orang tersebut suka meminta-minta. Saya pun sangat bersyukur memiliki sosok seperti Papa yang tidak hanya rajin, namun di dalam dirinya juga sungguh peduli dengan orang lain.

Mengapa aku tidak pernah mengatakan ke Papa bahwa ia adalah pahlawan superku? 

Sebenarnya pernah, namun sudah lama sekali. Di kala aku masih kecil, seorang kenalan Mama pernah bertanya kepadaku, "kamu lebih sayang sama Mama atau Papa?" Aku yang kaget ditanya begitu berusaha memikirkan jawabannya, dan menjawab Papa yang saat itu sempat mendengarkan pembicaraan ini.

Kala itu, memang aku sungguh dekat dengan Papa. Setiap ia pulang kerja, aku langsung datang ke Papa dan memintanya untuk ikut beli bensin. Kami pergi ke SPBU terdekat yang terdapat toko makanan, dan membeli berbagai macam makanan di sana yang sebetulnya tidak dibutuhkan.

Aku juga pernah cerita ke Papa bahwa aku menyukai Iqbaal dari grup cilik Coboy Junior (CJR) sembari mendengarkan lagu-lagu mereka. Ia pun menjawab, "Kamu kalau udah besar mau pacarannya sama Iqbaal, ya." Aku yang malu terhadap hal tersebut hanya bisa cengengesan.

Semakin berjalannya waktu, kerjaan Papaku semakin banyak. Waktu luang yang biasa digunakan untuk kami berjalan bersama semakin berkurang. Ditambah dengan banyaknya tugas dan tanggung jawab semenjak menjadi siswi SMA, mengambil waktu luang yang ada. Kini, aku dan Papaku sudah tidak dekat seperti dahulu.

Sebenarnya kalau disempat-sempatkan, aku bisa kembali dekat dengan Papaku seperti dahulu. Dimana kami saling bercerita, bercanda gurau, makan bersama, jalan-jalan bersama, dan hal-hal lainnya. Namun, aku memilih untuk menetapkan "sekolah" sebagai prioritas utama dibandingkan dengan "keluarga".

Aku tahu hal ini tidak lah benar karena seharusnya dimana pun itu keluarga lah yang paling utama. Bahkan, untuk makan malam bersama dan menyapa Papaku saat ia pulang kerja sudah lama kulakukan. Namun, semenjak penyakit Stemi menyerang tubuhnya, hatiku tergerak untuk menjadi dekat lagi dengannya. Perlahan-lahan aku pun mulai melepas beban pikiran tentang sekolah, bimbel, dan tugas lainnya,  dan mulai membuka hubungan dengan keluarga terutama Papa lagi.

Aku berusaha semaksimal mungkin untuk menyemangati Papa dan mengingatkannya untuk selalu tenang di saat ia merasa sakit. Aku pun juga berusaha untuk meluangkan sepeser waktu pun untuk menjenguk Papa di saat waktu yang kupunya hanyalah 10 menit.

Mungkin inilah rencana Tuhan yang membuat Papa terserang penyakit tersebut agar ia bisa istirahat sejenak dari riuhnya pekerjaan, dan agar aku bisa melakukan apa peranku sebagai 'keluarga' yang selalu ada, yang selalu menjadikan anggota keluarga sebagai prioritas, serta yang selalu menjadi penyemangat dikala salah satu anggota keluarga sedang tidak baik-baik saja.

Papa, aku bersyukur pada Tuhan bukan karena engkau sakit. Namun, karena Tuhan telah memberiku kesempatan untuk mengucapkan bahwa kamu adalah pahlawan superku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun