Mohon tunggu...
Caitlynn Wiryadi
Caitlynn Wiryadi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

#hanyaanakmuda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kriminalitas Remaja, Kok Bisa?

22 November 2021   08:29 Diperbarui: 23 September 2022   08:18 1284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dimungkiri bahwa permasalahan sosial banyak terjadi seiring dengan majunya dunia. Masalah sosial tidak akan lepas dari kata masyarakat, karena merupakan keadaan yang tidak diterima dan menganggu masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto, masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Sehingga tidak mungkin hal ini diulas tanpa memiliki dampak besar terhadap masyarakat.

Mengetahui era globalisasi sudah ada di depan mata, masalah sosial semakin meningkat. Salah satunya karena perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, seperti iklim, penemuan baru, atau jumlah penduduk.

Remaja sendiri merupakan kelompok paling mudah terkena arus globalisasi karena pola pikir yang dimiliki. Mereka dapat berpikir dengan abstrak dan menilai berdasarkan sudut pandang tersendiri, baik karena perkembangan otak, lingkungan, pergaulan, dan media global. Hal ini membuat mereka melakukan permasalahan sosial, salah satunya adalah kriminalitas.

Kriminalitas berasal dari kata "crimen" yang berarti kejahatan atau tindakan kriminal. Tindakan ini dapat dilakukan oleh individu, kelompok, atau komunitas yang tentu menganggu stabilitas sosial. Hampir setiap hari kita dapat melihat berita artikel maupun TV mengenai tindakan kriminal oleh remaja. Fenomena tersebut sungguh meresahkan masyarakat, termasuk saya.

Berdasarkan data dari kepolisian bulan Januari 2021, yang dirilis oleh medcom.id, persentase kenaikan angka kejahatan di Indonesia adalah 5,08%. Ini menunjukkan bahwa sungguh banyak kejahatan yang telah dilakukan oleh masyarakat, meliputi remaja. Untuk itu, apa saja istilah bagi kejahatan yang dilakukan oleh remaja?

Kejahatan yang dilakukan oleh remaja dinamakan Juvenile Delinquency atau kenakalan remaja. Istilah ini berasal dari bahasa Latin, juvenilis yang berarti masa muda dan delinquere yang berarti kejahatan. Sehingga istilah diartikan sebagai perilaku remaja yang berlawanan dengan hukum berlaku serta merugikan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.

Kenakalan remaja dibagi menjadi berbagai bentuk. Menurut Sarwono (2013), ada empat bentuk kenakalan remaja.

Bentuk kenakalan pertama adalah yang berdampak pada korban fisik, seperti perkelahian, tawuran, balapan liar, perampokan, perkosaan, hingga parahnya, pembunuhan.

Sementara bentuk kenakalan kedua adalah yang berdampak pada korban materi, seperti pencurian, pencopetan, dan perusakan.

Sedangkan bentuk kenakalan ketiga adalah yang berdampak pada pihak orang lain, seperti berjudi, pesta miras, penyalahgunaan obat, dan seks bebas.

Terakhir, bentuk kenakalan keempat adalah yang berdampak pada status diri, seperti bolos sekolah dan kabur dari rumah.

Jika dipikir kembali, masih banyak bentuk atau jenis tindakan kriminal remaja yang sudah ditemukan maupun diteliti. Pornografi, penyebaran berita hoax, dan lainnya. Tentunya, setiap permasalahan sosial memiliki faktor penyebabnya tersendiri. Lantas, apa sih yang membuat mereka bertindak demikian?

Faktor pertama berasal dari diri sendiri.

Krisis identitas yang dapat muncul pada diri remaja memengaruhinya melakukan tindakan jahat karena ada perubahan besar yang memberi tekanan hidup. Hal ini dapat membuatnya stres dan melanggar hukum. Kejahatan yang melahirkan faktor ini dapat dilihat dari tindakan labelling.

Sementara itu, remaja yang tidak memiliki kemampuan mengontrol diri juga dapat membuatnya bertindak jahat. Mereka sulit mengelola keinginannya sesuai situasi maupun kondisi. Pencurian menjadi salah satu contoh tindakan akibat faktor ini.

Remaja yang mengidap gangguan mental dapat membuatnya sulit mengendalikan pikiran, emosi, dan perilaku. Sehingga dirinya melakukan tindakan berbahaya berdampak bagi orang lain maupun diri sendiri. Misalnya, pembunuhan.

Adapun juga remaja yang memiliki kondisi medis (buta, tuli, atau cacat pada bagian tubuh) dapat membuatnya bertindak jahat secara sengaja (dipengaruhi kondisi eksternal) maupun tidak sengaja. Misalnya perkelahian.

Faktor kedua berasal dari keluarga. 

Banyak orang tua atau anggota keluarga lainnya yang mendidik remaja dengan kata-kata maupun tindakan buruk. Hal ini merusak statusnya sebagai orang tua karena tidak mengambil langkah yang tepat untuk mendidik anak menjadi baik di masa depan. Sehingga ini dapat memengaruhi pola pikir anak untuk berkelakuan sama buruknya, seperti mem-bully orang lain dengan verbal atau fisik.

Selain itu, orang tua atau anggota keluarga lainnya yang tidak dapat meluangkan waktu untuk anak dapat membuatnya bertindak nakal. Sama juga seperti orang tua yang berlebihan mengekang kebebasan anak dan mengambil haknya. Pada ujungnya, mereka resah dan akan mencari jalan keluar sendiri. Salah satunya adalah dengan bertindak di luar norma maupun aturan berlaku seperti merokok, mengonsumsi minuman keras, hingga menggunakan obat terlarang.

Faktor ketiga berasal dari ekonomi.

Remaja yang tinggal di dalam keluarga dengan ekonomi yang kurang memadai dapat membuatnya bertindak jahat demi memenuhi kebutuhannya. Misalnya, melakukan pencurian dan pencopetan.

Di luar dari lingkup keluarga, remaja juga dapat melakukan tindakan jahat karena tinggal di daerah dengan kondisi ekonomi yang kurang. Pendidikan yang seharusnya dapat diakses seluruh masyarakat tidak dapat dilakukan karena keterbatasan ekonomi. 

Mereka yang tidak dapat pendidikan berkualitas berpengaruh terhadap pola pikir dan tindakan yang dilakukan. Contoh kejahatan yang disebabkan oleh faktor ini adalah tawuran dan perampokan.

Faktor terakhir berasal dari sosial.

Ini merupakan faktor umum yang sering terjadi akibat luasnya pergaulan masyarakat masa kini. Maraknya tindakan kriminal remaja akibat bebasnya pergaulan tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi orang lain. Hal ini disebabkan banyaknya media sosial yang membebaskan pengguna bertindak semaunya.

Tidak hanya pergaulan buruk, remaja yang kecanduan menggunakan perangkat elektronik dapat membuatnya bertindak keluar dari norma. Mereka mudah mencontoh perilaku yang menurutnya benar. Kejahatan yang disebabkan oleh faktor ini adalah perundungan dan penindasan.

Dari semua faktor di atas, pemerintah sudah mencoba melakukan upaya-upaya agar permasalahan kriminalitas di lingkup remaja dapat diatasi. Memberikan pendidikan moral bagi anak maupun siswa di lembaga sekolah merupakan salah satunya. 

Siswa yang menerima pendidikan moral tentu tidak mudah larut melakukan kenakalan karena mengetahui bagaimana menjadi individu yang berperilaku baik.

Selain itu, pemerintah juga membuka kesempatan kegiatan yang dapat dilakukan siswa, seperti ekstrakulikuler, klub sekolah, ataupun organisasi sekolah. Hal tersebut bertujuan agar kenakalan remaja di luar sekolah tidak dapat terjadi. Pemerintah juga tidak lupa melakukan sosialisasi untuk memperingati masyarakat akan bahayanya kenakalan remaja. Ketiga hal ini merupakan cara preventif yang pemerintah lakukan: mencegah dan mengantisipasi.

Ada juga upaya pemerintah untuk mengatasi dengan cara rehabilitasi: mengembalikan atau memulihkan. Pemerintah berupaya untuk melakukan razia dalam lingkungan sekolah, agar tidak ada siswa yang membawa barang di luar tata aturan. Serta mengadakan kampanye mengenai Juvenile Delinquency yang melibatkan seluruh remaja di berbagai daerah Indonesia.

Akan tetapi, bagaimana jika kenakalan remaja tidak dapat diatasi melalui cara-cara tersebut? Pemerintah pun merespon baik dengan mengambil langkah represif sebagaimana hukum objektif di Indonesia.

Represif berarti memberi hukuman terhadap orang yang melanggar peraturan. Dalam bidang sekolah, guru-guru umumnya akan menegur secara lisan atau tulisan. Guru juga menghukum dengan tujuan mendidik. Misalnya, menyuruh siswa lari keliling lapangan atau berdiri di belakang kelas sampai sesi berakhir.

Dalam bidang penegak hukum, anak atau remaja yang melakukan kejahatan karena kenakalan remaja akan dikenakan hukuman pidana pokok dan tambahan. Hal ini didasari oleh pasal 17 dari UU No. 11 Tahun 2012 perihal Sistem Peradilan Pidana Anak. 

Menurut UU No. 3 Tahun 1997 Pasal 23 Ayat (2), pidana pokok terdiri dari pidana penjara (maksimum 10 tahun), pidana kurungan, atau pidana denda. Sedangkan pidana tambahan adalah perampasan barang atau pembayaran ganti rugi.

Dalam mengatasi serta mengurangi kriminalitas di lingkup remaja, tidak hanya pemerintah saja yang berkontribusi. Tetapi dibutuhkan juga kontribusi masyarakat untuk sama-sama peduli akan permasalahan sosial ini. 

Saya sebagai seorang siswa tentu tidak akan tutup mulut melihat maraknya kejahatan oleh remaja. Oleh karena itu, saya ingin mengajak seluruh siswa Indonesia untuk memedulikan teman-teman kita yang mau atau sudah melakukan kenakalan remaja.

Sebagai pelajar, kita dapat menyikapinya secara bijak dengan melakukan pendekatan terhadap remaja yang sedang mengalami masalah dan butuh bantuan. Simpati dan empati merupakan hal terpenting untuk menunjukkan bahwa kita hadir bagi mereka.

Menanyakan kabar mereka secara langsung ataupun melalui media sosial dapat membantunya terbuka terhadap kita. Untuk mengerti apa yang digumulkan, siswa dapat menjadi pendengar yang baik tanpa menghakimi apa masalahnya.

Mereka juga butuh dukungan dari orang lain untuk mengatasi apa yang dialami. Sehingga dengan menyemangati dan memberi dukungan, dapat membangkitkan rasa percaya diri mereka. Tidak lupa untuk menawarkan bantuan atau solusi, tetapi tidak dengan paksaan.

Terakhir, jika mereka mulai menjerumus untuk melanggar norma dan hukum berlaku, kita dapat berani menegur dengan baik. Supaya tidak melakukan hal yang melanggar peraturan.

Banyak hal yang harus kita benahi dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satunya adalah dengan mengulas permasalahan sosial yang kini terjadi di dalam masyarakat. 

Beragam upaya telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan seperti kriminalitas, tetapi tanpa kerja sama antarmasyarakat pun tidak bisa memperbaiki dunia. Yuk, jadilah pribadi yang mau peduli, mendengar, dan toleran bagi sesama untuk menjaga kesatuan dan persatuan Indonesia.

Sumber Referensi: medcom.id, malang.ac.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun