"Dhuar," lagi-lagi suara latar berupa guntur dan kelap-kelipan kilat mewarnai serta mendramatiskan suasana.
"Kau banyak bohong," timpal ku. "Buat apa kamu repot-repot mengantarkanku masuk surga. Aku orang kotor. Ke pesantren sana! Banyak pemuda dan orang-orang tua yang berilmu dan mulia,"
"Di pesantren lebih banyak orang munafik dan orang sombong. Orang-orang sok alim. Orang-orang yang merasa paling benar dan terpuji,"
Kali ini dia mengatai orang-orang pesantren. Memang, orang-orang pesantren lebih berpeluang angkuh. Sedangkan seburuk-buruk akhlak adalah angkuh. Maklumlah, orang pesantren memiliki kelebihan ilmu. Dan hanya orang-orang yang berkelebihan yang berpeluang angkuh.
"Persetanlah. Aku tak mau ikut. Kamu kira dengan tampilan ajaibmu, membuat aku takut? Tidak sedikitpun. Membuat aku takjub? Tidak sekejap pun. Aku tak percaya peri. Tuhan tak pernah menciptakan makhluk aneh sepertimu,"
Perempuan yang bukan manusia perempuan itu kosong menatapku. Beberapa detik berselang. Lalu, kembali berbicara.
"Ikutlah. Kalau kau tidak mau, tetap akan kupaksa. Surga menunggumu. Cepat. Pasukanku telah naik semuanya. Membawa orang-orang pilihan serupa kamu. Dan tak ada satu pun dari orang-orang itu yang mengajak berdebat sepertimu,"
Mungkin telah terjadi komunikasi telepati ketika dia hening sejurus tadi. Komunikasi antara dia dan pasukannya. Lantas dia dapat kabar, semua peri telah berangkat ke langit, kecuali dia. Ah, aku tak mau tahu. Yang jelas, aku mulai muak dengan makhluk sok hebat ini.
"Kalau kau memang utusan Tuhan, kau pasti bisa membawaku kemana pun kau pergi. Bahkan tanpa meminta izin padaku. Serupa jibril yang bisa membawa para nabi kemanapun yang diperintahkan Tuhan. Ku tantang kau! Kalau kau hebat, seret aku! Ke manapun. Ke surga yang kau katakan itu juga tak mengapa! "
Dia lalu menggapai pergelangan tanganku. Dengan sigap ditariknya aku yang mulai meronta. Tak kusangka, dengan mudah dia membawaku menggelantung terbang. Sialan. Dia berhasil membawaku meninggalkan teras masjid. Kami menembus awan. Kopiahku terjatuh. Untung, aku memakai celana panjang, bukan memakai sarung. Jadi, aku tak perlu khawatir aurat bawahku terbuka kemana-mana.
"Hei, kita ke mana?" aku bertanya basa-basi. Sejak awal dia sudah bilang kalau ingin membawaku  ke surga.