Indonesia, sebagai salah satu pemain utama dalam ekspor batubara dunia, memiliki produksi batubara yang terkonsentrasi di empat provinsi utama: Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Sumatera Selatan. Sektor pertambangan, khususnya batubara, memainkan peran krusial dalam perekonomian daerah-daerah ini.
Namun, agenda transisi energi global menghadirkan potensi penurunan permintaan terhadap batubara. Ini menjadi ancaman serius bagi provinsi-provinsi penghasil batubara, membutuhkan respons strategis untuk mengatasi dampak potensial.
Menyikapi Tren Penurunan: Kunci Persiapan Daerah Penghasil Batubara
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengungkapkan proyeksi penurunan produksi batubara mulai tahun 2025. Dalam Media Dialogue: Transisi Berkeadilan di Daerah Penghasil Batubara di Indonesia, Tumiwa menyoroti empat aspek kunci transisi energi di daerah penghasil batubara: sektor pekerjaan, ketergantungan ekonomi masyarakat lokal pada industri tambang, penerimaan APBD, dan dampak pada perekonomian daerah secara keseluruhan.
Pentingnya persiapan sejak dini diakui oleh Tumiwa. Menurutnya, daerah penghasil batubara perlu memahami konsekuensi ekonomi signifikan yang dapat terjadi jika transisi tidak dielaborasi dengan matang.
Kesenjangan Kontribusi dan Kesadaran: Perlu Komunikasi dan Kolaborasi
Syahnaz Nur Firdausi, analis iklim dan energi IESR, menyoroti temuan penting dalam kajiannya. Kontribusi besar sektor pertambangan pada Pendapatan Daerah Bruto (PDRB) mencapai 50% di Muara Enim dan bahkan 70% di Paser. Namun, hal ini tidak sebanding dengan nilai tambah pada upah tenaga kerja atau efek pengganda lainnya.
Martha Jessica, analis sosial dan ekonomi IESR, menambahkan bahwa kesenjangan pemahaman antara masyarakat, pemerintah daerah, dan perusahaan tambang perlu diatasi. Perusahaan tambang sudah menyadari tren untuk beralih ke energi terbarukan, tetapi diperlukan komunikasi yang efektif agar rencana transisi dan model bisnis baru dapat diakomodasi oleh pemerintah daerah dan masyarakat.
Dukungan dan Pendampingan: Kunci Sukses Transisi Bagi Daerah Penghasil Batubara
Studi IESR diakui oleh perwakilan pemerintah daerah Muara Enim dan Paser. Mat Kasrun, Kepala Bappeda Muara Enim, mengungkapkan pertumbuhan ekonomi yang eksklusif di daerahnya. Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 8,3% pada 2023, tingkat kemiskinan ekstrem masih tinggi, mencapai 2,9%. Kasrun menyoroti perlunya dukungan khusus untuk memastikan transisi energi tidak mengorbankan pertumbuhan ekonomi.
Rusdian Noor, Sekretaris Bappeda Kabupaten Paser, menggarisbawahi kebutuhan akan pendampingan khusus di tengah kontribusi besar sektor pertambangan pada pendapatan daerah. Sebanyak 75% pendapatan kabupaten Paser disumbangkan oleh sektor pertambangan dan pertanian, dan transisi ini memerlukan pendekatan yang hati-hati untuk menjaga stabilitas ekonomi daerah.
Tantangan dan Peluang: Mendukung Transisi Energi Berkeadilan
Reynaldo G. Sembiring, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), menyoroti keterbatasan wewenang pemerintah daerah dalam urusan energi. Untuk memastikan transisi berjalan berkeadilan, Sembiring menekankan perlunya pendekatan komprehensif yang menyelaraskan kebijakan pusat dan daerah.
Nikasi Ginting, Sekretaris Jenderal DPP FPE Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia, menyoroti kesenjangan kebutuhan jumlah pekerja selama transisi energi. Dia mengingatkan bahwa perhatian bersama diperlukan untuk melindungi nasib ribuan pekerja yang dapat terdampak negatif oleh transisi ini.