Artikel ini ditulis oleh Cahyo Yuman Tripamungkas, mahasiswa dari Kejepangan Universitas Airlangga bertepatan magang di kementerian koordinator pembangunan manusia dan kebudayaan bidang Deputi 5
Tidak bisa dipungkiri jika berbicara mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI) pastinya tidak bisa terlepas dari proses sejarahnya yang panjang. TNI itu sendiri berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang bertugas sesuai kebijakan dan keputusan politik negara. Di Sumatera Utara khususnya Kota Medan ada sebuah museum berisikan koleksi koleksi senjata yang berkaitan dengan perjuangan ataupun TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Museum yang dikelola oleh Kodam Bukit Barisan ini berdiri atas prakarsa Kolonel EWP Tambunan dan dilaksanakan oleh Letkol Nas Sebayang. Peresmiannya dilaksanakan pada tanggal 21 Juni 1971 oleh Pangdam Bukit Barisan Brigjen Leo Lopulisa dengan nama Museum Bukit Barisan.
Gedung Museum tadinya adalah sebagai kantor Asuransi Jiwa NV. Arnhem yang dbangun pada tahun 1928 dengan Groevewegen sebagai arsiteknya. Pihak militer pada saat itu Tentara Teritorium yang berada di bawah pimpinan Panglima Kawilarang, mendapatkan bangunan yang sekarang difungsikan menjadi museum pada tanggal 29 Desember 1949 pasca Agresi Militer Belanda II.
Museum Kodam I Bukit Barisan ini memiliki sekitar 555 buah. Sesuai nama museumnya, koleksi koleksi tersebut berkaitan dengan perjuangan ataupun TNI (Tentara Nasional Indonesia). Diantaranya berupa senjata-senjata kuno yang banyak di antaranya merupakan hasil rampasan, perlengkapan perang seperti pakaian, obat-obatan dan alat medis, alat komunikasi, serta atribut-atribut TNI.
Banyak sekali koleksi senjata senjata kuno atau bahkan senjata hasil rampasan perang seperti
Walaupun berisikan banyak sekali barang barang bersejarah dan biaya masuk ke dalam Museum yang cenderung hanya dikenakan sumbangan sukarela namun pada kenyataannya Museum ini terus melakukan berbagai upaya untuk menarik pengunjung. Tercatat data di tahun (2018, 2019, 2020) jumlah pengunjung masih relative sedikit berkisar 3900 orang. Mungkin kendala Jam buka museum yang hanya buka di hari senin sampai jumat serta tutup di hari sabtu dan minggu menjadi alasan sedikitnya jumlah pengunjung ditambah masih rendahnya daya minat masyarakat Indonesia terhadap peninggalan prasejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H