[caption id="attachment_83384" align="aligncenter" width="330" caption="http://www.mediaindonesia.com/"][/caption] Sembilan tokoh agama negeri ini baru saja menyeruakan "kekesalan" mereka terhadap pemerintahan sekarang ini, c.q. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, alias Pak Beye untuk menyingkatnya. Kekesalan ini tiada lain disebabkan karena mereka menemukan 9 "kebohongan" baru dan 9 "kebohongan" lama. Totalnya, 18 kebohongan sudah dimunculkan oleh pemerintahan Pak Beye. Tentu saja, Pak Beye lewat jajarannya meradang karena tidak terima disebut "berbohong". Ketimbang bohong, mereka lebih suka disebut "gagal" karena faktanya memang capaian kinerja pemerintah tidak sepenuhnya optimal. Apakah benar Pak Beye itu "berbohong" ? atau memang "hanya" sekedar "gagal" ? Agar tidak salah pijakan kita jadikan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) untuk membedakan secara tegas antara "bohong" dan "gagal" ini. Berikut kutipannya :
"bo·hong a 1 tidak sesuai dng hal (keadaan dsb) yg sebenarnya; dusta: kabar itu -- belaka; ia berkata --;2 cak bukan yg sebenarnya; palsu (biasanya mengenai permainan): uang --; lotre --; ber·bo·hong v menyatakan sesuatu yg tidak benar; berbuat bohong; berdusta: jangan coba-coba -, nanti pasti ketahuan; " "ga·gal v 1 tidak berhasil; tidak tercapai (maksudnya): keinginannya untuk menjadi juara --; 2 tidak jadi:tahun ini panen --; "
Saya fikir maknanya sangat tegas berbeda. Jadi "kebohongan" tidak serta merta bisa diganti dengan "kegagalan" seperti yang "diharapkan" oleh pemerintah. Dan pasti, ada alasan tegas bagi para tokoh agama tersebut untuk memilih kata "berbohong" ketimbang "gagal". Mari kita cek satu persatu.
Saya hanya akan menggunakan "9 daftar kebohongan lama pemerintah" sebagai bahan analisa kita bersama lewat tulisan ini karena rasanya cukup representatif. Mari kita bedah satu persatu.
pertama pemerintah mengklaim bahwa pengurangan kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa. Padahal data penerimaan beras rakyat miskin tahun 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas) mencapai 76,4 juta jiwa.
Jika klaim pemerintah itu benar demikian, maka sangat nyata bahwa klaim tersebut tidak sesuai dengan fakta. Tiga puluh satu juta jelas kontras dengan 70 juta ! Bagi saya jelas ini bentuk "kebohongan" ketimbang "kegagalan" karena adanya data yang kontras tersebut. Beda halnya jika pemerintah menyatakan bahwa pemerintah menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin sudah menurun meskipun tidak sesuai dengan yang diharapkan. Saya masih bisa terima untuk mendefinisikanya sebagai "kegagalan".
Kedua, Presiden SBY pernah mencanangkan program 100 hari untuk swasembada pangan. Namun pada awal tahun 2011 kesulitan ekonomi justru terjadi secara masif.
Dari sini kita bisa lihat bahwa program 100 hari pemerintah SBY mengalami kegagalan karena swasembada tidak tercapai dengan indikasi kesulitan ekonomi terjadi secara masif. Ketimbang menyebut "bohong", saya lebih memilih kata "gagal" untuk poin kedua ini.
Ketiga, SBY mendoronga terobosan ketahanan pangan dan energi berupa pengembangan varietas Supertoy HL-2 dan program Blue Energi. Program ini mengalami gagal total.
Sama dengan poin kedua, saya lebih suka memnyebutnya sebagai "kegagalan" program terobosan ketahanan pangan dan energi pemerintahan Pak Beye. Apalagi titik fokusnya pada Supertoy HL-2. Tidak ada fakta yang menunjukkan Pak Beye menyatakan keberhasilan program ini. Yang ada adalah, Pak Beye "menghilang" dari isu "Supertoy" atau isu ini dibuat menghilang karena "kegagalannya". Sekali lagi : "gagal" lebih tepat ketimbang "bohong".
Keempat, Presiden SBY melakukan konferensi pers terkait tragedi pengeboman Hotel JW Mariot. Ia mengaku mendapatkan data intelijen bahwa fotonya menjadi sasaran tembak teroris. Ternyata foto tersebut merupakan data lama yang pernah diperlihatkan dalam rapat dengan Komisi I DPR pada tahun 2004.
Ini jelas "kebohongan" ! Data lama digunakan seolah-olah sebagai data baru yang menjadi motif terjadinya pengeboman JW Marriot. Nyata-nyata disini Pak Beye melakukan "kebohongan", atau lebih lunak saya sebut "memanipulasi" data.
Kelima, Presiden SBY berjanji menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sebagai a test of our history. Kasus ini tidak pernah tuntas hingga kini.
Sebutlah ini kegagalan, ketimbang "bohong". Karena faktanya memang pemerintah "gagal" memenuhi janjinya untuk menuntaskan kasus pembunuhan Munir. Kecuali pemerintah menganggap kasus ini sudah berhasil dituntaskan dengan dipenjarakannya Pollycarpus, maka bisa saja kita sebut "kebohongan", karena faktanya kasus ini masih penuh dengan misteri.
Keenam, UU Sistem Pendidikan Nasional menuliskan anggaran pendidikan harus mencapai 20% dari alokasi APBN. Alokasi ini harus dari luar gaji guru dan dosen. Hingga kini anggaran gaji guru dan dosen masih termasuk dalam alokasi 20% APBN tersebut.
Ini bentuk "kebohogan" menurut saya. Bukan sekedar "kegagalan". Jika anggaran gaji guru dan dosen "dikeluarkan" dari kalkulasi anggaran pendidikan, maka besaranya akan kurang dari 20%. Data capaian 20% dimanipulasi oleh pemerintah seolah-olah sebgai bentuk keberhasilan pengelolaan anggaran pendidikan, padahal hal itu dicapai karena memasukkan anggaran gaji guru dan dosen. Jelas ini "kebohongan" !
Ketujuh, Presiden SBY menjanjikan penyelesaian kasus lumpur Lapindo dalam Debat Calon Presiden Tahun 2009. Penuntasan kasus lumpur Lapindo tidak mengalami titik temu hingga saat ini.
Presiden "gagal" memenuhi janjinya untuk menuntaskan kasus lumpur Lapindo. Ini bentuk kegagalan, bukan "kebohongan".
Kedelapan, Presiden SBY meminta semua negara di dunia untuk melindungi dan menyelamatkan laut. Di sisi lain Presiden SBY melakukan pembiaran pembuangan limbah di Laut Senunu, NTB, sebanyak1.200 ton oleh PT Newmont dan pembuangan 200.000 ton limbah PT Freeport ke sungai di Papua.
Dari kalimat di atas, kita bisa membaca ada hal yang kontras antara ucapan dan sikap Pak Beye. Ucapanya yang meminta pihak lain melindungi dan menyelamatkan laut tidak diiringi dengan konsitensi sikapnya untuk tegas terhadap PT Newont dan PT Freeport yang melakukan kerusakan lingkungan laut. Dan tindakan beliau adalah fakta yang terlihat di lapangan. Sehingga, ketidaksesuaian antara "ucapan" dan "fakta" ini mendorong saya untuk memaknai poin kedelapan ini sebagai bentuk "kebohongan", bukan "kegagalan".
Kesembilan tim audit pemerintah terhadap PT Freeport mengusulkan renegosiasi. Upaya renegosiasi ini tidak ditindaklanjuti pemerintah hingga kini.
Lebih enak memaknainya sebagai bentuk "kegagalan" pemerintah dalam melakukan renegosiasi dengan PT Freeport. Berbeda halnya jika pemerintah mengklaim sudah melakukan renegosiasi dengan PT Freepot selama ini. Maka hal tersebut akan berbeda dengan fakta dilapangan yang menyebabkan munculnya "kebohongan". Tanpa klaim tersebut, kita cukupkan dengan menyebutkan "gagal".
Jadi, dari daftar 9 kebohongan lama tersebut saya menilai bahwa para tokoh agama tidak sepenuhnya benar, juga tidak seluruhnya salah. Pun pemerintaan pihak pemerintah untuk menyebutkan sebagai kegagalan ketimbang kebohongan juga sebuah permintaan yang rasional, meski tidak bisa diterapkan secara menyeluruh.
"Bohong" dan "Gagal" jelas merupakan dua hal yang berbeda. Mengacu pada hasil penelusuran di atas, saya lebih suka menyebut : pemerintah bukan cuma sekedar gagal, tapi juga melakukan kebohongan di berbagai kasus !
Supaya lebih puas, silahkan anda telisik lebih jauh lagi dari sembilan daftar kebohongan lainnya yang tidak terkupas disini :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H