Mohon tunggu...
Cahyo Budiman
Cahyo Budiman Mohon Tunggu... Ilmuwan - Orang biasa

tukang bakso dan mie rebus

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Nepotisme Pers untuk Kandidat Kapolri

22 September 2010   06:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:03 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

[caption id="attachment_265507" align="alignright" width="300" caption="Komjen Nanan Soekarna [www.primaironline.com"]"][/caption]Dari dua nama yang digadang sebagai pengganti Kapolri Jendral Pol Bambang Hendarso Danuri, setidaknya Komjen Nanan Soekarna yang sepertinya dipandang memiliki nilai 'lebih' dibanding dengan pesaingnya, Komjen Imam Soedjarwo. Nilai lebih ini terang-terangan sudah di isyaratkan oleh beberapa pihak, termasuk anggota DPR yang berkepentingan sekalipun dengan beragam alasannya. Saya sendiri melihat, kelebihan Komjen Nana salah satunya dibantu oleh kedekatan beliau dengan media massa alias pers. Dengan kaca mata lain, inilah bentuk nepotisme pers bagi Komjen Nanan.  Bagaimana bisa ? Mari kita liat. Ada dua opini yang dibentuk media massa terkait sisi keunggulan Komjen Nanan. Pertama, alasan teknis. Komjen Imam dianggap belum memiliki pengalaman yang cukup, plus pangkatnya yang terlalu "memaksakan" untuk dikatrol menjadi jendral penuh jika menjadi Kapolri nanti. Perlu dicatat. pangkat Komjen dilekatkan ke Imam senin lalu (21 September 2010), dan tidak umum tentunya jika hanya dalam beberapa bulan kemudian posisi ini lalu melejit menjadi Jendral bintang empat. Media membangun opini yang benderang, bahwa ini sangat memaksakan sekali, dan tentunya sangat tidak sehat untuk sistem di tubuh Polri sendiri. Kedua, alasan non teknis. Isu yang dihembuskan beberapa pihak lewat media massa terkait kedekatan Komjen Iman dengan kalangan istana membuatnya menjadi sasaran empuk bagi banyak pihak untuk (patut) dicurigai sebagai kepanjangan tangan cikeas kelak. Bahkan juga ada yang meniupkan isu penjegalan Komjen Nanan oleh pengusaha gelap, terutama cukong-cukong kayu yang dulu sempat berurusan dengan Komjen Nanan akibat masalah illegal logging. Kombinasi dua alasan tersebut, yang dikuatkan oleh pemberitaan media, membuat posisi Komjen Nanan makin kuat di mata publik. Kenapa bisa demikian? Jawabannya bisa kita dapatkan jika merunut jejak rekam Komjen Nanan ke belakang saat menjadi Kepala Divisi Humas Polri. Humas adalah posisi vital yang menghubungkan Polri ke masyarakat (salah satunya) lewat media. Komjen Nanan berhasil memainkan posisi ini dengan baik dan bagus. Aliran informasi jelas, kemudahaan untuk digali keterangannya, plus sikapnya yang terlihat luwes dengan kalangan media membuat dia bisa melebur dengan baik di kalangan media. Lihat saja saat berkali-kali beliau menjadi 'sentral informasi' saat kasus-kasus penangkapan teroris oleh Densus 88. Gayanya yang lugas, terbuka untuk "diserang berbagai" pertanyaan, membuat media menjadi "kepincut" dengan beliau. Intinya, keunggulan Komjen Nanan dibanding dengan Komjen Imam adalah, Nanan pernah memiliki kesempatan untuk bisa dekat dengan media. Kedekatan dengan media membuat namanya terekspos keluar, kinerjanya menjadi terlihat di mata publik. Berbeda dengan Imam, yang mungkin bagi sebagian pihak bahkan baru terdengar namanya saat ini. Popularitas Imam yang kalah, salah satunya disebabkan karena belum pernahnya beliau memiliki posisi yang langsung berinteraksi dengan media massa dan membuatnya terekspos luas. Inilah efek keberhasilan Komjen Nanan membangun jejaring dan komunikasi yang kuat dan baik dengan media massa. Dan sudah sangat jelas di negara kita, media massa merupakan instrumen yang ampuh untuk membentuk opini publik, termasuk mencitrakan sosok Komjen Nanan. Jadi, lepas dari kendala teknis dan non teknis Komjen Imam saat ini, saya kembali melihat kekuatan media massa dalam membentuk isu dan opini yang kuat di tengah publik. Salah satunya, ikut membangun pencitraan Komjen Nanan sebagai kandidat Kapolri mendatang. Inilah kekuatan "tersembunyi" media massa atau pers sebagai salah satu pilar negeri ini, dan Komjen Nanan saat ini telah merasakan "manisnya" nepotisme sebagai buah dari hubungan baiknya dengan pers. .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun