Lebih mudah mengaitkan konservasi dan efisiensi energi dengan lingkungan hidup dan emisi gas rumah kaca dibandingkan dengan segi bisnis. Tapi, tahukah anda bahwa menurut ACEEE, konservasi energi merupakan cara paling murah untuk memberikan akses listrik bagi masyarakat Amerika Serikat?
Seperti yang kita lihat pada grafik diatas, konservasi energi umumnya memiliki investasi yang paling rendah dan dapat menciptakan pengaruh yang paling signifikan, bahkan dibanding pembangkit listrik fosil seperti batu bara. Dikutip dari studi yang dilakukan oleh American Council for Energy Efficient Economy (ACEEE), di negara Paman Sam, jauh lebih ekonomis bagi perusahaan penyedia listrik untuk mengurangi pemakaian listrik pelanggannya, daripada menambah pembangkit listriknya. Rata-rata, untuk mengurangi pemakaian pelanggan sebanyak 1 kWh, hanya dibutuhkan 2.8 USD sen/kWh. Harga ini dua sampai tiga kali lebih murah dibanding membangkitkan listrik dengan jumlah yang sama.
Studi ini mengambil data bertahun-tahun dari program-program konservasi energi di Amerika yang terdiri dari berbagai macam inisiatif energi, dari mempromosikan lampu hemat energi, memberikan insentif untuk pembelian alat-alat hemat energi, sampai mensosialisasikan penerapan efisiensi energi di rumah-rumah dan kantor.
Di Amerika Serikat sendiri, perusahaan-perusahaan penyedia listrik sudah berinvestasi 7,2 milyar US Dollar per tahunnya untuk meningkatkan efisiensi energi. Dari investasi ini sendiri, perusahaan-perusahaan tersebut sudah mendapatkan Return on Investment (ROI) yang luar biasa besar, terutama dibandingkan dengan biaya pembangkitan listrik.
Berdasarkan fakta-fakta diatas, konservasi energi bukanlah hanya sebuah gerakan untuk “go green” belaka. Melainkan, konservasi energi adalah sebuah keputusan bisnis yang memiliki capital cost yang rendah dan juga berpotensi memiliki return yang tinggi!
Efisiensi energi dan kebijakan
Dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan lainnya, kebijakan mengenai efisiensi energi dapat dikatakan sebagai kebijakan yang paling hemat biaya – tidak seperti pengembangan sumber energi terbarukan yang terkadang masih membutuhkan insentif finansial, atau pengembangan CCS yang masih membutuhkan proses perizinan dan kerangka hukum yang rumit, atau pemerataan energi yang membutuhkan pembangunan infrastruktur.
Sayangnya, pada hari ini masih banyak negara-negara yang belum mengadopsi target efisiensi wajib, yaitu 70% dari total negara yang dipelajari. Padahal sudah terdapat bukti dimana pengadopsian kebijakan efisiensi energi sudah membawa bukti konkrit – misalnya dengan adanya penerapan standar minimum bahan bakar minyak (BBM), di tahun 2015, minyak sejumlah 2,3 juta barel minyak tidak digunakan (sebagai komparasi, 2,3 juta barel BBM kira-kira sama dengan produksi minyak nasional di Brazil.
Contoh-contoh pengimplementasian kebijakan efisiensi energi adalah sebagai berikut:
- India –India berencana untuk mengimplementasikan “pajak hijau” sebesar 1% untuk mobil bensin, LPG, dan CNG; sebesar 2,5% untuk beberapa mobil diesel; dan 4% untuk mobil besar dan SUV. Dengan begitu, pembeli akan lebih memperhitungkan lagi jenis mobil seperti apa yang akan dia beli – diharapkan dari peraturan tersebut pembeli akan lebih memilih membeli mobil yang memiliki pajak yang lebih sedikit, yang secara energi paling efisien.
- Jepang- Jepang menerapkan standar efisiensi energi wajib bagi bangunan-bangunan baru non-residensial sejak tahun 2017. Jepang juga merencanakan menghilangkan lampu pijar dan lampu fluorescent pada tahun 2020, agar dapat menggunakan lampu yang lebih hemat energi.
- Amerika Serikat- memperkenalkan standar konservasi energi untuk air conditioner,pendingin, residential boilers,chargerbaterai, dan banyak lainnya. Untuk sektor industri juga diperkenalkan standar konservasi energi baru untuk pompa air bersih.
Di Indonesia, konservasi dan efisiensi energi juga bukanlah hal yang baru. Buktinya, dalam struktur pemerintah sendiri, konservasi energi secara struktural berada dalam lingkup Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, secara khususnya dalam Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Selain itu, kebijakan wajib manajemen energi juga dituangkan melalui Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi, dan secara khususnya dalam Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi.