Mohon tunggu...
Cahyanikumalasari_PGSD
Cahyanikumalasari_PGSD Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

Saya mahasiswa semester 5 Universitas Negeri Semarang jurusan PGSD.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Pembelajaran Seni di Sekolah Dasar: Pengantar, Tantangan, dan Manfaat

24 Oktober 2024   19:56 Diperbarui: 24 Oktober 2024   19:59 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pembelajaran Seni di Sekolah Dasar: Pengantar, Tantangan, dan Manfaat

Pembelajaran seni di Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu aspek yang sering kali dianggap kurang penting dibandingkan mata pelajaran akademik lainnya, seperti matematika dan bahasa. Namun, seni memiliki dampak yang signifikan dalam membantu perkembangan anak secara holistik, baik secara kognitif, emosional, maupun sosial. Seni bukan hanya sarana ekspresi, tetapi juga menjadi bagian dari pendidikan yang membentuk cara anak-anak berpikir, melihat dunia, dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Pengantar: Mengapa Seni Penting di Pendidikan Dasar?

Menurut Howard Gardner (1983) dengan teori kecerdasan majemuk, seni adalah salah satu bentuk kecerdasan manusia yang tidak kalah pentingnya dengan matematika atau logika. Dalam konteks pendidikan dasar, pengembangan kecerdasan ini dimulai sejak dini, karena anak-anak pada usia sekolah dasar berada dalam tahap kritis perkembangan kognitif dan emosional.

Pendapat ini didukung oleh Elliot Eisner (2002) yang menyatakan bahwa seni membantu anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan estetika. Melalui seni, anak belajar bagaimana mengekspresikan ide-ide abstrak, mengeksplorasi perasaan mereka, dan memahami lingkungan sosial serta budaya. Ini sejalan dengan konsep bahwa pendidikan seni bukan hanya tentang menciptakan karya visual, tetapi juga tentang proses berpikir, memecahkan masalah, dan berinovasi.

Manfaat Pembelajaran Seni: Lebih dari Sekadar Ekspresi Diri

Tidak bisa dipungkiri bahwa pembelajaran seni memberikan banyak manfaat. Pertama, seni dapat mengembangkan keterampilan motorik halus pada anak-anak. Ketika mereka menggambar, melukis, atau membuat karya tiga dimensi, mereka melatih koordinasi mata dan tangan yang juga akan bermanfaat untuk aktivitas lain, seperti menulis.

Lebih dari itu, pembelajaran seni melatih anak untuk berpikir secara kreatif dan out of the box. Anak-anak sering kali dihadapkan pada tantangan dalam proses berkarya, seperti bagaimana menggabungkan warna yang tepat atau bagaimana membuat bentuk yang seimbang. Proses ini mendorong anak-anak untuk mencari solusi dan berpikir kritis. Berdasarkan observasi di kelas, anak yang terbiasa belajar seni sering kali lebih percaya diri dan tidak takut untuk bereksperimen atau mengambil risiko.

Selain itu, menurut Stokrocki (1995), seni juga memiliki peran penting dalam memperkenalkan budaya yang beragam kepada anak-anak. Dengan mempelajari seni dari berbagai negara atau suku, mereka diajak untuk memahami dan menghargai perbedaan, yang pada akhirnya dapat membangun sikap toleransi dan inklusi.

Namun, jika dilihat lebih mendalam, manfaat pembelajaran seni juga tercermin dalam kemampuan anak untuk merespon dunia di sekitar mereka dengan lebih peka. Seorang anak yang terbiasa mengeksplorasi seni, tidak hanya akan memiliki keterampilan teknis dalam seni visual, tetapi juga lebih terbuka untuk mengapresiasi keindahan di lingkungannya. Misalnya, mereka akan lebih mudah mengamati detail-detail kecil dalam alam, seperti perubahan warna langit atau tekstur daun, yang sering kali terlewatkan oleh mereka yang tidak terbiasa dengan seni.

Tantangan dalam Pembelajaran Seni di Sekolah Dasar

Walaupun manfaat seni sangat jelas, kenyataannya pembelajaran seni di sekolah dasar sering kali dihadapkan dengan berbagai tantangan. Di Indonesia, seni visual masih dipandang sebagai mata pelajaran tambahan, bukan mata pelajaran inti. Ini membuat alokasi waktu untuk pembelajaran seni sering kali terbatas. Rohendi (2012) dalam jurnalnya mencatat bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih lebih banyak menekankan pada pendidikan akademis yang dinilai memiliki nilai ekonomis lebih tinggi di masa depan.

Di sisi lain, ada pula tantangan dalam hal sarana dan prasarana. Banyak sekolah dasar, terutama di daerah-daerah terpencil, tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung pembelajaran seni. Ketersediaan alat-alat seni, seperti cat, kanvas, atau alat pematung, sering kali terbatas. Bahkan, di beberapa sekolah, kegiatan seni hanya terbatas pada menggambar dengan pensil atau krayon. Ini tentu saja membatasi kreativitas anak dan eksplorasi mereka terhadap berbagai bentuk seni lainnya.

Selain itu, tidak semua guru memiliki kompetensi untuk mengajar seni dengan baik. Efland (1990) menyatakan bahwa pendidikan seni membutuhkan pemahaman mendalam tentang estetika, teknik, dan sejarah seni, yang tidak dimiliki oleh semua guru. Di Indonesia, guru SD umumnya tidak mendapatkan pelatihan khusus dalam bidang seni, sehingga pembelajaran seni di kelas sering kali menjadi monoton dan kurang memberikan inspirasi.

Analisis: Solusi dan Pendekatan Inovatif

Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa solusi bisa diambil. Pertama, pemerintah dan pihak sekolah harus menyadari bahwa seni bukan sekadar aktivitas tambahan, tetapi memiliki peran penting dalam perkembangan anak secara menyeluruh. Pengalokasian waktu yang cukup untuk pelajaran seni di kurikulum sangat diperlukan. Selain itu, pelatihan bagi guru dalam mengajarkan seni juga harus ditingkatkan. Guru yang terlatih akan lebih mampu membimbing siswa dalam mengeksplorasi kreativitas mereka.

Di sisi lain, teknologi juga bisa menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan sarana. Penggunaan perangkat lunak seni digital, misalnya, dapat menggantikan media seni tradisional yang lebih sulit diakses. Edwards (2010) menekankan bahwa teknologi tidak hanya membuat seni lebih mudah diakses, tetapi juga membuka peluang baru dalam eksplorasi kreativitas, seperti desain grafis, animasi, dan seni digital.

Integrasi seni dengan mata pelajaran lain juga bisa menjadi pendekatan inovatif. Misalnya, seni bisa digabungkan dengan pelajaran matematika untuk mengajarkan konsep geometri, atau dengan pelajaran sejarah untuk memperkenalkan seni dari berbagai peradaban. Dengan demikian, seni tidak hanya dipelajari sebagai subjek terpisah, tetapi menjadi bagian integral dari pembelajaran di kelas.

Kesimpulan dan Refleksi Pribadi

Pada akhirnya, pembelajaran seni di sekolah dasar tidak boleh diabaikan atau dipandang sebelah mata. Seni memiliki manfaat yang luas dalam membantu perkembangan anak, mulai dari kemampuan berpikir kritis hingga keterampilan sosial. Meski demikian, tantangan dalam implementasi pembelajaran seni, seperti keterbatasan sarana dan minimnya kompetensi guru, perlu segera diatasi melalui berbagai inovasi dan kebijakan yang lebih baik.

Secara pribadi, saya merasa bahwa seni tidak hanya memberikan anak-anak ruang untuk berekspresi, tetapi juga mengajarkan mereka untuk melihat dunia dengan cara yang lebih kreatif dan reflektif. Melalui seni, mereka belajar bahwa tidak ada satu pun jawaban yang benar dalam memecahkan masalah, dan setiap orang memiliki cara unik untuk mengekspresikan diri. Bagi saya, inilah yang membuat seni menjadi bagian penting dari pendidikan yang harus terus dikembangkan di sekolah-sekolah dasar.

Referensi:

Bresler, L. (1995). "The Subservient, Co-equal, Affective, and Social Integration Styles and Their Implications for the Arts". Arts Education Policy Review.

Dewey, J. (1934). "Art as Experience". Perigee Books.

Edwards, B. (2010). "The New Drawing on the Right Side of the Brain". TarcherPerigee.

Eisner, E. W. (2002). "The Arts and the Creation of Mind". Yale University Press.

Efland, A. (1990). "A History of Art Education: Intellectual and Social Currents in Teaching the Visual Arts". Teachers College Press.

Feldman, E. B. (1970). "Becoming Human Through Art". Prentice-Hall.

Freedman, K. (2003). "Teaching Visual Culture: Curriculum, Aesthetics, and the Social Life of Art". Teachers College Press.

Gardner, H. (1983). "Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences". Basic Books.

Koster, J. (2011). "Growing Artists: Teaching the Arts to Young Children". Cengage Learning.

Rohendi, S. (2012). "Pendidikan Seni di Indonesia". Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 18(2), 123-135.

Stokrocki, M. (1995). "Art Education in a Postmodern World: Collected Essays". National Art Education Association.

Winner, E., & Hetland, L. (2008). "Art for Our Sake". The Boston Globe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun