Lalu dengan senyum terindah diantara semua makhluk, beliau, lagi-lagi dengan penuh kelembutan berkata: ”Sahabatku, kekasihku, ingatkah aku pernah bilang dalam salah satu hadistku: ‘Sesungguhnya Al-Quran akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at-penolong bagi sahabatnya (yang membaca dan mengamalkan setiap tuntunannya)’. Sepertinya kau telah menjadikan Al-Quran sebagai sahabatmu, teman yang kau minta sarannya ke mana engkau harus melangkah dalam hidupmu. Berbahagialah engkau sekarang karena Tuhan memperkenankan syafa’atku untukmu”.
Lalu timbangan kebaikanku dilebihkan beratnya dari amal burukku sehingga aku layak untuk masuk ke dalam surga-Nya. “Seneng banget kan kalau kayak gitu Mas?”. Terlihat raut keyakinan di wajahmu, aku tak tahu mengapa sampai seperti itu. Aku, yang katanya lulusan pesantren belum bisa seyakin dirimu. Ah, Hamidea kau memang kejora. Biarpun purnama tengah menyala, cahayamu tetap saja nyatra.
](c)[
Hamidea… lihatlah buah hatimu ini, anak kita. Sudah tujuh tahun usianya, tujuh tahun sejak kau tinggal syahid. Ya, syahid. Aku ikhlas Hamidea, ikhlas saat kau memilih syahid. Aku yakin itu mimpimu jua. Masih ingat saat kau bilang kalau amal kebaikanmu sudah cukup, kau rela disegerakan untuk dipanggil menghadap-Nya? bagaimana Allah tak mencukupkan pahalamu untuk ditukar dengan syurga-Nya, kau syahid isteriku, kau tukar nyawamu untuk melahirkan generasi shalih seperti anak kita, Muhammad. Insya Allah.
Sengaja kuberi ia nama Muhammad sebagai prasastiku untukmu. Muhammad dan Hamidea satu akar kata. Tentu saja dia juga sudah hafal surat cinta kesayanganmu, surat ke -47 itu.
Mimpi-mimpi kecilmu juga perlahan mulai kupahatkan pada dirinya. Memang tak sampai seperti Imam Syafi’i, diusianya yang ketujuh sekarang ini ia baru hafal 10 juz saja. Esok lusa, sebagai mimpimu, aku yakin saat dia beranjak remaja, saat ia mulai masuk sekolah menengah dia pasti sudah hafal seluruh surat-surat cinta-Nya itu. Semuanya, seratus empatbelas surat cinta.
Hamidea, sekali-kali mohonlah izin kepada-Nya untuk mengunjungiku. Barangkali Dia berkenan. Sungguh aku rindu mendengar senandung cintamu. Senandung syahdu ayat-ayat-Nya dari mulutmu.
Hamidea, semoga cinta kita mengumpulkan kita kembali di akhirat nanti. Aku dan Muhammad, anak kita, akan berusaha mengumpulkan bekal pahala sebanyak-banyaknya. Tiada lain agar kita bisa benar-benar dikumpulkan Allah di syurga-Nya, nanti. Menyusulmu yang sudah lebih dulu mencium wanginya.
Hamidea, aku mencintaimu karena Dia.
Get your own valid XHTML YouTube embed code
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H