“Terimakasih sudah mengikuti kegiatan ini. Mudah-mudahan menjadi amal baik untuk bekal kehidupan Kakak nanti. Mari, isi biodatanya dulu Kak?” katamu santun.
Beberapa detik mata kita beradu. Pikirku, binar mata seperti milikmu ini pernah kujumpai. Bahasa dan keteduhannya begitu familiar. Nyaman sekali saat mendapatinya. Tapi, sudahlah sebelum aku yang memalingkan pandang ternyata kau sudah mendahuluinya. Kau tak mensilakanku berlama-lama menyelami keteduhan matamu itu.
"Jangan lupa mengisi nomor telpon ya Kak. Barangkali nanti ada Aksi Donor Darah berikutnya, kami bisa menghubungi Kakak". Terangmu sambil melukiskan senyum. Kukira senyum yang biasa saja, sangat biasa. Padahal sekarang, saat kuingat-ingat kejadian ini, rasanya senyummu itulah yang selalu membuatku kangen.
"Wah, nomor penting ini. Hanya orang-orang penting yang bisa dapet", kataku. "Tapi, kalau untuk Bu dokter boleh deh...". Sebenarnya ingin kukerlingkan sedikit kelopak mataku ini, menggodamu, tapi apa iya dengan orang yang belum kukenal aku harus segenit itu.
"Tapi, ada syaratnya".
"Wah, ada syaratnya segala. Memang apa syaratnya Kak?"
"Coba pinjam handphone-mu sejenak". Pintaku. Entah kenapa aku seberani itu. Padahal biasanya kalau urusan lawan jenis aku begitu kaku. Lidah dan bahasa tubuhku biasanya selalu tak bersahabat. Tapi kali ini lain, aku begitu cair dan begitu berani.
Begitupun denganmu. Tanpa sanggahan sedikitpun, kau sodorkan selulermu.
Aku ingat, saat itu di selulermu tergantung boneka Hamtaro. Sejenak kuperhatikan Hamtaro mungil itu. Warnanya putih, selaras untuk calon dokter sepertimu. Rambut panjangnya dikepang dua dan diberi pita berwarna biru. Eh, sejak kapan Hamtaro warnanya putih polos dan berpita? bukannya Hamtaro itu hamster jantan? Oh, iya salah boneka hamster milikmu itu bukan hamtaro tapi Bijou, hamster perancis kekasihnya Ham-ham alias Hamtaro. Kualihkan pandangan ke arahmu.
"Mirip-mirip dikitlah..." kataku berkomentar.
"Apanya yang mirip Kak?". Tanyamu.