Aku punya kebiasaan baru sekarang, senang berlama-lama memerhatikan layar seluler. Menekan tombol kunci lalu menggesernya ke samping. Terkunci lagi. Tekan lagi, geser lagi. Sering sekali. Mungkin sekerap rumput hijau di Stamford Bridge, atau selebat daun beringin di depan rumahku dulu, di kampung.
Inilah indahnya musim semi, bahkan, seluler pun seperti bunga semerbak di Taman Kota. Membuat betah, selalu ingin mengunjunginya. Terkunci. Tekan tombol kunci, geser ke kanan. Terkunci lagi. Tekan lagi, geser lagi, lagi dan lagi.
Jangan ingin tahu dulu, mengapa beberapa hari terakhir, selulerku menjadi candu bagiku. Bukan karena model android terbaru atau karena seluler import termahal saat ini. Aku hanya mulai terbiasa memandanginya menjelang tidur. Bahkan sering aku mengajaknya berbicara. GILA! jika saja aku masih anak "kobong", pasti teman-teman sekamarku akan mengataiku gila, stres, dan sejenisnya.. haha... untung saja aku sudah bukan anak kobong lagi. Tahu kan istilah "kobong"? itu istilah anak santri menamai boarding, tempat tidur paling nyaman mereka saat malam tiba.
Eh, kamu pernah mengagumi seseorang kan? senang bukan jika tiba-tiba melihatnya ada di hadapanmu? apalagi jika ia melihat ke arahmu, menghadiahimu senyum termanis miliknya, lalu menyapamu dengan suara lembutnya. Duhai, andai saja hidup bisa diatur sekehendak hati, cukup sajalah cerita hidupku diulang-ulang pada momen ini. Aku melihatmu, kau melihatku. Kau tersenyum padaku, aku terpesona dan diam memaku. CUKUP.
Tapi, jika sudah berhari-hari, berminggu-minggu hingga hampir sebulan saja kau tidak menemukan jernih matanya, menikmati senyum manisnya dan merasai merdu suaranya, apa gerangan yang kau rasakan? rindu dengan jutaan kata sangat tertulis sebelumnya, tak akan cukup mewakili. Aku limbung, linglung, tak bisa lagi berdamai dengan rasa ini. Apa yang harus kulakukan?
"Datang saja ke rumahnya, gitu aja kok repot". Kata seorang teman.
Berkunjung ke rumahmu? bolehkah? kalaupun boleh, apa aku cukup bernyali? apa kamu akan mempersilakan aku meski sebentar saja? Ah, Bunga Musim Semi-ku... sekedar alamat rumahmu saja aku belum tahu.
"Rak due pulsa pha? nih, pake punyaku, telpon dia!". Temanku yang lain mencoba membantu. Baik sekali temanku ini, memberi saran dan rela mengorbankan pulsa miliknya untukku. Hmhh... benar juga, dengan mendengar suaramu pasti rinduku sedikit redam. Tapi aku kecut, pasti kau tak menjawab panggilan telponku atau memutusnya saat beberapa detik setelah kubilang HALLO. Aku ingat, beberapa kali aku pura-pura salah kirim sms ke nomormu, tak ada respon sama sekali. Tak dibalas, meski untuk bilang "salah kirim ya Kak?". Atau membalasnya dengan basa-basi lainnya. TIDAK.
Akhirnya, atas saran teman lainnya. Setelah hampir sepekan berusaha menemukanmu di dunia maya, kutemukan juga sebuah akun facebook milikmu. Senang sekali kau menerima pertemanan maya ini. Tanpa meminta izin terlebih dahulu, kucuri saja sebuah foto paling manis dari semua pemilik akun FB, fotomu, kucuri satu saja dari akunmu. Kujadikan wall-paper selulerku. Jadilah selulerku itu candu.
Atau / biar kuminta paparazi menguntitmu saja / abadikan semua tingkahmu. Atau / kukumpulkan shinobi-shinobi konoha-gakure / agar aku tahu sedang apa kau setiap harinya. Atau...
Fotomu yang itu / satu saja / mohon izin kucuri / biar saat sang rindu datang / fotomu itu dapat kupandang
Izin ya.. :-)
sebelumnya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H